x

Cover Buku Hujan Bulan Juni

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 17 November 2019 12:32 WIB

Hujan Bulan Juni - Betapa Susahnya Menjadi Indonesia

Novel Sapardi Djoko Damono yang mengisahkan tentang perjodohan antaretnis antaragama di Indonesia. Novel ini awalnya berupa puisi-puisi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Hujan Bulan Juni

Penulis: Sapardi Djoko Damono

Tahun Terbit: 2005 (cetakan ketiga)

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama                                                                    

Tebal: 135

ISBN: 978-602-03-1843-1

Menjadi Indonesia itu sungguh serba susah. Meski sudah mendeklarasikan diri sebagai Indonesia, tetapi warisan masa lalu tetap saja menjadi pengganjal untuk bisa benar-benar menjadi Indonesia. Kotak-kotak kesukuan, etnis, agama masih begitu kuat menghadang. Kotak-kotak yang sudah terjemur matahari berabad-abad itu ternyata masih belum lekang. Kotak-kotak itu begitu kuat membatasi kita untuk menjadi Indonesia. Menjadi Indonesia itu benar-benar seperti hujan di bulan Juni.

Novel ini dibuka dengan adegan hujan di bulan Juni di kota Jogja. Sarwono yang sedang ke Jogja untuk urusan penelitian berhasil mendapatkan koran yang memuat puisi-puisinya. Koran tersebut dijaganya supaya tidak basah oleh air hujan. Sebab puisi adalah komunikasi.

Sarwono dan Pingkan dipakai oleh Sapardi Djoko Damono (SDD) untuk menunjukkan betapa repotnya menjadi Indonesia. Sarwono dan Pingkan yang sudah mendeklarasikan diri sebagai Indonesia. Sarwono adalah seorang dosen Antropopogi UI asal Solo. Sarwono adalah dosen muda yang moncer kariernya. Kedekatannya dengan Pingkan adalah karena perkawanan Sarwono dengan abang Pingkan.

Sementara Pingkan adalah seorang asisten dosen di UI asal Manado. Ibu Pingkan adalah seorang perempuan Jawa yang besar di Makassar. Ayah dan Ibu Pingkan menikah di Sulawesi, dan Ibu Pingkan memilih diam saat diminta untuk mengikuti agama sang suami. Hidup mereka bahagia. Pingkan dibesarkan di Solo.

Di sinilah SDD mengacak-acak identitas seseorang. Pingkan berayah Manado, beribu Jawa yang besar di Makassar. Pingkan dibesarkan dalam budaya campur-campur. Apalagi Pingkan tinggal di Jawa dan kuliah di Jurusan Sastra Jepang. Dalam pencarian identitasnya, Pingkan bertemu Sarwono dan memilih untuk menjadi Indonesia.

Nasib ibu Pingkan tak jauh beda. Meski sudah kembali tinggal di Jawa, namun ibu Pingkan tak lagi bisa diterima sepenuhnya sebagai Jawa. Sementara di keluarga suaminya, ibu Pingkan tak bisa diterima sebagai orang Manado.

Deklarasi Sarwono dan Pingkan menjadi Indonesia itu diwujudkan dalam jalinan cinta yang siap menyatu dalam pernikahan. Perjalanan Pingkan dan Sarwono ke Manado dan Gorontalo membuat deklarasi mereka semakin teguh. Pingkan yang sedang bersiap untuk kuliah ke Jepang membuat mereka berdua memutuskan untuk meresmikan hubungannya.

Ternyata ketika hubungan cintanya akan berlanjut ke pelaminan menghadapi halangan. Kotak-kotak agama dan etnisitas mulai mengganggu hubungan mereka. Keluarga Pingkan yang Manado Kristen mulai mempermasalahkan rencana. Keluarga besar Pingkan mempermasalahkan pernikahan yang membuat Pingkan dan Sarwono menjadi Indonesia. Kunjungan keluarga besar Pingkan dari Manado ke Solo membawa guncangan bagi hubungan Pingkan dengan Sarwono. Pingkan dijodohkan dengan seorang dosen di Universitas Sam Ratulangi yang seetnis dan seagama dengan Pingkan.

Meski tidak sekeras tekanan kepada Pingkan, Sarwono juga mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari ayahnya atas pilihannya untuk menikahi Pingkan.

SDD mengakhiri novelnya dengan adegan Sarwono sakit di rumah sakit paru-paru basah. Pingkan yang baru saja datang dari Jepang buru-buru menengoknya ke Solo. Akankah Sarwono sembuh dan akhirnya menikah dengan Pingkan? Atau Sarwono mati karena sakitnya? Rupanya SDD tak berani memberikan kesimpulan tentang menjadi Indonesia. SDD menyerahkan akhir cerita kepada pembaca. Namun SDD menyatakan bahwa menjadi Indonesia itu seperti hujan di Bulan Juni. Jarang dan tidak pasti.

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler