Kepolisian Resor Majalengka, Jawa Barat, telah menahan anak Bupati Majalengka Karna Sobahi bernama Irfan Nur Alam dalam kasus penembakan. Irfan ditahan sejak Sabtu dini hari, 16 November 2019.
Menurut Kapolres Majalengka Ajun Komisaris Besar Mariyono, penahanan dilakukan setelah tersangka memenuhi panggilan penyidik, Jumat, 15 November. "Kami laksanakan pemeriksaan tersangka, dan pada pukul 00.10 WIB tersangka resmi kita tahan di rutan Mapolres Majalengka," ujar Mariono .
Mariyono menuturkan, tersangka menembakkan tiga butir peluru karet terhadap seorang kontraktor bernama Panji Pamungkasandi pada Minggu, 10 November 2019 sekitar pukul 23.30 WIB di depan sebuah ruko Jalan Cigasong-Jatiwangi, Majalengka.
Saat itu korban menagih uang proyek ratusan juta rupiah. Irfan akhirnya memang memberikan uang itu, tapi terjadi insiden penembakan itu.
Korban Berdamai
Kontraktor Panji Pamungkasandi, korban penembakan yang dilakukan oleh anak kedua Bupati Majalengka, resmi mencabut gugatan pada Sabtu dini hari, 16 November 2019.
Seperti diberitakan oleh situs RRI, pria asal Bandung itu tiba di Mapolres Majalengka setelah Irfan Nur Alam, tersangka penembakan ditahan. Penasehat hukum tersangka, Dadan Taufik menjelaskan, Panji bersedia berdamai dan saling sadar untuk meluruskan kesalahpahaman yang terjadi di antara keduanya.
"Ini kan awalnya salah paham saja, jadi ketika sudah saling sadar maka kran pertemanan kembali terbuka," ujarnya.
Bupati Majalengka Karna Sobahi pun sudah menjenguk anaknya yang ditahan. “Ia sangat legowo dan sabar menerima kenyataan,” kata Karna, Ahad, 17 November 2019.
“Saya merasa iba dengan kebesaran jiwa anak saya,” kata Karna . Ia mengungkapkan, Irfan, anaknya bekerja sebagai Kepala Bagian Ekonomi dan Pembangunan Setda Kabupaten Majalengka. “Tapi saya tidak bisa berbuat apa-apa terkait status anak saya saat ini,” ungkap Karna. “Saya harus taat dan menghargai hukum.”
Baca juga:
Pelaku Pelemparan Sperma Ditangkap: Begini Kisahnya, Kenapa Polisi Harus Hati-hati?
Proses Hukum Harus Lanjut
Polisi menjerat Irfa Nur Alam dengan Pasal 170 KUHP juncto Pasal 1 ayat 1 UU Darurat tahun 1951 tentang penyalahgunaan senjata api. Kedua jerat ini bukanlah delik aduan, melainkan delik umum.
Artinya, polisi harus tetap memproses perkasa Irfan kendati korban telah mencabut laporannya. Hal ini karena kasus penggeroyokan seperti diatur dalam Pasal 170 KUHP dan delik kepemilikan senjata api bukan delik yang memerlukan pengaduan.
Pasal 170 KUHP mengatur mengenai pengeroyokan. Isinya sebagai berikut:
"Barangsiapa terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan.
Yang bersalah diancam :
- dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, jika dengan sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan mengakibatkan luka-luka;
- dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun, jika kekerasan mengakibatkan luka berat ;
- dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun, jika kekerasan mengakibatkan maut."
Adapun UU Darurat 1951, Pasal 1 Ayat 1 berbunyi:
- Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, munisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.
****
Baca juga:
Pelaku Pelemparan Sperma Ditangkap: Begini Kisahnya, Kenapa Polisi Harus Hati-hati?
Ikuti tulisan menarik Anung Suharyono lainnya di sini.