x

Janji-janji

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 25 November 2019 08:58 WIB

Hari Guru, Menunggu Mendikbud Mengurai Benang Kusut Pendidikan Indonesia

Dari mana benang kusut pendidikan akan diurai oleh mendikbud kita?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Hari ini, Senin, 25 November 2019, adalah tahun ke-25 perayaan Hari Guru di Indonesia berdasarkan versi pemerintah.

Pemerintah melalui surat edaran (SE) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyampaikan tema yang diusung saat Hari Guru Nasional 2019, yaitu Guru Penggerak Indonesia Maju, Rabu (20/11/2019).

Untuk peringatan tahun ini, pemerintah juga menghimbau agar momen Hari Guru Nasional 2019 diisi dengan menyelenggrakan kegiatan untuk mengapresiasi guru, serta melakukan beberapa agenda seperti seminar, talkshow, ziarah ke Taman  Makam Pahlawan dan mempublikasikannya di berbagai media.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Atas tema yang diusung, menjadi pertanyaan menarik, mengapa temanya harus seperti itu. Apa tema ini dikaitkan dengan Kabinet Indonesia Maju? Padahal untuk tahun ini dunia pendidikan Indonesia saya sebut sedang "berkabung".

Sejak dipilihnya Mendikbud baru, berbagai kalangan khususnya di dunia pendidikan Indonesia resah. Presiden Jokowi hanya mengedepankan sisi milenial dan aplikasi, sehingga memilih Nadiem.

Tak pelak, persoalan Nadiem sebagai Mendikbud hingga kini masih menuai pro-kontra.

Begitu Nadiem duduk di kursi mendikbud, keresahan semakin menjadi. Isu ganti Kurikulum, isu.atau rencana pengurangan mata pelajaran di SD, SMP, dan SMA, dan terbaru, teks pidato Nadiem di Hari Guru pun menjadi sorotan.

Menjadi sorotan, sebab ada kata-kata yang menjustifikasi bahwa pemerintah selama ini hanya sekadar janji dan beretorika dalam soal pendidikan.

Lalu, ada kata-kata yang bisa diartikan sebagai perintah Nadiem kepada para guru untuk berbuat-dan berbuat, dan Nadiem pun berujar tidak akan memberikan janji kosong. Ini sangat luar biasa.

Bila ditelisik lebih mendalam, sejatinya apa bedanya pidato Nadiem di Hari Guru dengan para pendahulunya?

Waktu jabatan yang hanya lima tahun, rasanya sulit bagi Nadiem untuk dapat membuktikan pendidikan Indonesia bergerak maju, terlebih tema Hari Guru tahun ini, saya nilai hanya sekadar basa-basi yang hanya berhenti pada kata-kata sebuah tema.

Persoalan guru akan terus menggelinding dan sulit dijinakkan bila, pemerintah hanya memerintah-memerintah, lalu siapa pun akan sangat mudah mejabat sebagai guru.

Apa karena Hari Guru masih sangat muda, karena usianya baru 25 tahun?

Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 78 tahun 1994, yang menetapkan tanggal 25 November selain sebagai HUT Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) juga sebagai Hari guru Nasional, menjadikan tanda bahwa Hari Guru yang diakui secara resmi oleh pemerintah baru berusia 25 tahun.

Padahal, bila membaca catatan sejarah lahirnya Hari Guru, bisa saja dianggap sejak tahun 1912 atau tahun 1932 atau tahun 1945. Mengapa?

Mengutip dari laman resmi PGRI, organisasi PGRI mulanya bernama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) yang telah berdiri sejak 1912, yang merupakan bentuk dari perjuangan para guru pribumi di zaman Belanda.

Anggotanya terdiri dari Guru Bantu, Guru Desa, Kepala Sekolah, dan Penilik Sekolah dan umumnya bertugas di Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua.

Berdirinya PGHB adalah untuk mendorong para guru pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda.

Pada 1932 (zaman Jepang), PGHB berubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI). Namun, PGI dilarang melakukan berbagai aktivitas karena segala jenis organisasi dilarang di waktu itu.

Baru, begitu Indonesia merdeka pada 1945, Kongres Guru Indonesia pertama pada 24-25 November 1945 di Surakarta, dibentuklah organisasi PGRI untuk mewadahi semua guru di Indonesia.

Atas catatan sejarah tersebut, sejatinya Hari Guru di Indonesia usianya bisa tercatat empat versi, yaitu sejak 1912, berarti telah berusia 107 tahun. Lalu bila patokannya tahun 1932, maka usianya telah 87 tahun, atau bila berdasarkan tahun 1945, usainya sudah 74 tahun.

Bila, kita berpatokan pada versi 1912 atau 1932 atau 1945, Hari Guru itu sudah sangat berumur.

Apakah hasil pendidikan selama ini dengan kinerja pemerintah khususnya untuk sektor pendidikan dengan anggaran cukup besar sudah signifikan? Jawabnya, masih jauh dari harapan.

Apakah tema, "Guru Penggerak Indonesia Maju" cukup dapat diandalkan terjadi perubahan pada guru itu sendiri?

Mengapa temanya bukan "Hadirnya Mendikbud Baru yang Milenial Menggaransi Pendidikan Indonesia Maju?"

Bila tema itu yang diusung, maka akan terpapar jelas, pergerakan Nadiem dalam mengurai benang kusut pendidikan dan kebudayaan nasional.

Mana skala prioritas yang akan diperbaiki, diubah, diganti, dihilangkan dari semua persoalan pendidikan dan kebudayaan itu.

Mustahil guru bergerak mengubah Indonesia maju, sementara grand design tentang dunia pendidikan dari menteri baru ini masih dalam tahap mengidentifikasi masalah. Belum lagi nanti saat dieksekusi mana yang akan dijalankan, juga wajib ada sosialisasi, pelatihan, seminar, penguatan, uji coba dll yang pasti memakan waktu.

Tidak semudah membalik telapak tangan. Dunia pendidikan juga bukan ssmacam robot yang dengan mudah dapat membentuk karakter manusia. Juga bukan semacam model perkakas digital yang mudah dialiri listrik untuk pembangkit tenaganya. Yang mudah diisi paket, agar aplikasi bisa terakses dan ada sinyal.

Dari manakah benang kusut pendidikan Indonesia akan diurai oleh mendikbud?

Ayamnya atau telornya dulu?

 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler