x

Aksi mendukung pelaksanaan pilkada langsung tanpa diwakili oleh DPRD di kawasan Bunderan Hotel Indonesia, Jakarta, 14 September 2014. ANTARA/Widodo S. Jusuf

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 1 Desember 2019 21:34 WIB

Pilkada Langsung, Jangan Salahkan Rakyat

Bila pilkada langsung menimbulkan ketegangan di tengah masyarakat, para elite mesti becermin diri. Siapakah yang menyusun strategi pencalonan, siapakah yang menciptakan isu-isu yang berpotensi menciptakan ketegangan, siapakah yang membiayai para buzzer untuk menjatuhkan calon-calon pesaing? Bukan rakyat.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Wacana tentang pemilihan kepala daerah oleh DPRD terus dikumandangkan. Para pengusung gagasan ini tampak berusaha meyakinkan masyarakat bahwa gagasan ini lebih baik ketimbang pemilihan langsung oleh rakyat. Selain soal biaya tinggi, para pengusung gagasan pilkada oleh DPRD juga mengungkit ketegangan yang terjadi di tengah masyarakat sebagai alasan meniadakan pilkada langsung.

Tentang biaya tinggi yang berulang-ulang disebut, penting untuk diungkapkan apa saja komponen biaya tersebut sehingga masyarakat dapat mengetahui komponen mana yang menempati porsi terbanyak. Misalnya, apakah biaya pengadaan alat-alat kampanye, penyelenggaraan kegiatan kampanye, ataukah untuk berurusan dengan partai politik? Apakah mahar politik yang kerap terdengar hanya isapan jempol belaka atau sungguh-sungguh ada, dan berapa besarnya?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penting untuk mengetahui pengeluaran biaya-biaya pencalonan itu, sehingga masyarakat dapat mengusulkan cara-cara agar pembiayaan pencalonan kepala daerah dapat ditekan. Sepanjang tidak ada keterbukaan dari calon kepala daerah maupun partai politik mengenai biaya ini, maka diskusi mengenai efisiensi pembiayaan pencalonan tidak akan dapat berjalan. Sikap tertutup mengenai komponen-komponen biaya ini menjadikan isu tingginya biaya pencalonan sebuah tanda tanya besar.

Sayangnya, walaupun tidak bersikap terbuka, pemerintah dan partai politik mungkin tetap akan melompat pada kesimpulan bahwa pilkada lewat DPRD lebih baik ketimbang pilkada langsung. Di sisi lain, rakyat dianggap tidak cukup dewasa dalam berdemokrasi dengan menyebut ketegangan antarwarga sebagai indikatornya. Pilkada langsung dianggap memicu pembelahan warga yang, sayangnya, warga pula yang dianggap sebagai biang keladi.

Lantas dimana peran elite politik di tingkat nasional dan lokal dalam konteks ketegangan saat pilkada berlangsung? Bukan segenap perencanaan strategi kampanye pilkada, bahkan juga kasak-kusuk pemilihan pasangan yang bisa bongkar pasang sesuka hati, diprakarsai dan dimotori oleh para elite politik? Bukankah para elite yang memutuskan strategi apa yang dipakai, media apa yang digunakan, slogan apa yang diulang-ulang, isu-isu apa yang dilontarkan ke tengah masyarakat?

Saat peran serta warga dalam proses demokrasi masih terbatas, elite politik nasional maupun lokal lebih banyak berperan dalam menyusun strategi dan membentuk kerangka isu. Di sinilah, isu-isu yang sensitif bagi masyarakat juga digodog. Bukan masyarakat biasa, apa lagi wong cilik, yang mengkreasi semua itu. Jadi, menyalahkan rakyat sebagai biang keladi ketegangan di antara warga masyarakat merupakan sikap yang buruk.

Jadi, apabila pilkada langsung menimbulkan ketegangan di tengah masyarakat, para elite mesti becermin diri. Siapakah yang menyusun strategi pencalonan, siapakah yang menciptakan isu-isu yang berpotensi menciptakan ketegangan, siapakah yang membiayai para buzzer untuk menjatuhkan calon-calon pesaing? Rakyat pemilih tidak memiliki kepentingan untuk melakukan semua itu, sebab yang dikehendaki rakyat adalah calon terbaik yang membawa kemaslahatan bagi masyarakat. Bagi rakyat, hak pilih langsung merupakan hak yang tak bisa seenaknya diambil kembali dengan alasan pilkada langsung menciptakan ketegangan di tengah masyarakat, apa lagi sembari menuding rakyat sebagai tidak dewasa dalam berdemokrasi maupun sebagai biang keladi ketegangan. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler