Upaya polisi untuk membongkar misteri kematian hakim Jamaluddin tampaknya mulai menenemukan titik terang. Polisi telah memeriksan 18 saksi berkaitan dengan dugaan pembunuhan terhadap hakim Pengadilan Negeri Medan ini.
Kepala Satuan Reskrim Polrestabes Medan Komisaris Polisi Eko Hartanto mengatakan bahwa penyelidikan sudah ke mengarah atau mendeteksi pelaku kendati belum ada penetapan tersangka. "Sudah mengarah ke sana orang dekat korban," kata Eko, 3 Desember 2019 seperti diberitakan oleh Acehtribunnews. "Sampai saat ini kita masih melakukan penyelidikan intensif," ujarnya.
Menurut Eko, berdasarkan hasil otopsi, petugas menemukan adanya bekas jeratan di leher korban. Pihaknya saat ini masih mengumpulkan sejumlah bukti-bukti baru.
Baca juga:
Masih Ngotot Adukan Gus Muwafid, Kenapa Tokoh FPI Tak Cermati 3 Hal Penting Ini?
Hakim Jamaluddin, 55 tahun ini ditemukan tewas di sebuah jurang kebun sawit di Desa Suka Dame, Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang, Jumat, 29 November 2019. Tubuh korban tengkurap di sela kursi tengah dan depan di dalam mobil pribadinya Toyota Land Cruiser Prado BK 77 HD. Tangannya terikat. Barang pribadi korban seperti dompet dan handphone masih utuh.
Jamaluddin Dipantau oleh KY
Walaupun belum tentu berkaitan dengan kematian Jamaluddin, pengakuan Komisi Yudisial Perwakilan Sumatera Utara cukup menarik. Penghubung KY Perwakilan Sumut, Muhrizal, rupanya sempat memantau kasus-kasus yang ditangani oleh hakim Jamaluddin.
Seperti ditulis oleh cnnindonesia, salah satu kasus itu yakni gugatan Armen Lubis terhadap Presiden, Jaksa Agung, dan Kepala Kejati Sumut lewat Pengadilan Negeri Medan. Armen Lubis melakukan gugatan itu karena kejaksaan menghentikan penuntutan terhadap perkara Mujianto.
Sebelumnya Mujianto dilaporkan oleh Armen ke polisi sejak April 2017. Pelapor mengadukan Mujianto dan stafnya Rosihan Anwar karena telah merugikan atau dianggap menipu sekitar Rp 3 miliar.
Gugatan ke Presiden dan kejaksaan
Kasus itu, berawal dari ajakan kerja sama kedua belah pihak untuk melakukan bisnis penimbunan lahan seluas 1 hektare atau setara 28.905 meter kubik pada 2014. Lahan itu berada di Kampung Salam, Belawan II, Medan Belawan. Setelah proyek selesai, Mujianto dan Rosihan Anwar dinyatakan tidak menepati janjinya untuk membayar penimbunan yang telah dilakukan Armen Lubis.
Mujianto sempat menjadi buron, akhirnya ditangkap pada Juli 2018 oleh polisi. Setelah pemberkasan polisi selesai, kasusnya lalu dilimpahkan ke kejaksaaan. Anehnya, Kejaksaan Tinggi Sumut kemudian menghentikan penuntutan kasus Mujianto pada Maret 2019.
Karena mandegnya kasus itu, Armen Lubis akhirnya menggugat kejaksaan.
Jokowi Ikut Digugat
Seteleh jaksa menyetop kasus Mujianto, Armen langsung menggugat Kejaksaan Tinggi Sumut (tergugat I), Kejaksaan Agung (tergugat II), dan Presiden (tergugat III). Alasannya kasus penipuan Mujianto tak dilimpahkan ke pengadilan.
Tergugat menuntut kerugian material dan immaterial masing-masing Rp 3.967.500.000 dan Rp 100 miliar.
Kasus gugatan itu ditangani oleh majelis hakim yang diketuai Jamaluddin dengan anggota hakim Gosen Butarbutar dan Abdul Kodir.
Menurut Penghubung KY Perwakilan Sumut, Muhrizal, pengawasan terhadap kasus tersebut baru usai dua pekan lalu. Menurut dia, majelis hakim telah memutus untuk menolak gugatan Armen Lubis itu. ***
Ikuti tulisan menarik Anung Suharyono lainnya di sini.