x

Kebakaran hutan dan lahan gambut

Iklan

Aizul Bagaskara

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 6 Desember 2019

Jumat, 6 Desember 2019 13:19 WIB

Karhutla Ulah Alam atau Manusia?

karhutla selain faktor alam memiliki faktor lain yaitu ulah manusia tidak bertanggung jawab

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Akhir-akhir ini sering kali terjadi musibah kebakaran hutan maupun gunung di Indonesia. penyebab kebakaran ini dikarenakan oleh dua faktor, yaitu bisa dari faktor alam dan juga oleh ulah manusia itu sendiri. Dilihat dari faktor alam dapat menyebabkan kebakaran ketika perubahan iklim yang cukup ekstrim dan panjangnya musim kemarau disertai angin cukup kencang. Kebakaran yang melanda hutan dan gunung ini bisa juga disebabkan oleh aktivitas manusia baik sengaja maupun tidak sengaja.

Hutan dan gunung yang merupakan salah satu penyedia udara bagi kebutuhan manusia yang mana udara merupakan hal yang vital bagi keberlangsungan hidup manusia. Kasus kebakaran gunung di kota Batu pada akhir-akhir ini tidak serta-merta bisa dikatakan bencana alam biasa. Kejadian kebakaran Gunung Panderman bisa dikatakan juga diakibatkan oleh ulah manusia itu sendiri berupa kecerobohan saat melakukan pendakian gunung (api unggun & punting rokok) dan juga pembukaan lahan untuk dijadikan hotel.

Maraknya kasus pembukaan lahan yang terjadi di Kalimantan dan Sumatra akhir-akhir ini yang mana para pelakunya melakukan eksekusi saat musim kemarau panjang terjadi. Sehingga praktek membakar hutan dapat dikatakan sebagai bencana alam yang lumrah terjadi didukung musim panas panjang, iklim tidak menentu, dan juga angin cukup kencang. Kasus tersebut dalam praktiknya terjadi pada saat kebakaran Gunung Panderman yang disisi lain dari faktor alam.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Membakar alam yang menjadi rumah kita, penyedia udara yang kita hirup sehari-hari demi mendapatkan keuntungan (uang) lebih sangatlah miris. Isu yang hangat membakar hutan untuk membuka lahan perkebunan jika dibandingkan dengan fenomena di kota Batu tidak jauh beda. Oknum tertentu memiliki maksud untuk membuka sebagian lahan untuk dijadikan hotel di kaki Gunung Panderman dengan cara membakarnya.

Dengan ditemukannya pelaku pembakaran gunung Panderman menunjukan jika disamping bencana alam, suatu kebakaran memanglah disengaja kejadiannya demi kepentingan suatu instansi ataupun Lembaga tertentu. Ibarat pepatah “tak ada asap jika tidak ada api” sangatlah relevan dengan kondisi kebakaran gunung ini. Meskipun hanya beberapa meter saja yang dibakar namun berdampak dengan merembetnya api hingga menuju puncak gunung sehingga menutup jalur pendakian.

Berdasarkan kasus-kasus pembakaran hutan maupun gunung yang sering terjadi di negara ini menjelaskan jika terdapat krisis kesadaran akan pentingnya melestarikan lingkungan sekitar. Memanfaatkan kekayaan alam Indonesia ini memang tidak disalahkan seperti bunyi dari UUD 1945 ayat (3) “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Tetapi melakukan tindakan eksploitatif terhadap lingkungan tidak dibenarkan.

Perbuatan yang dilakukan oleh oknum tidak bertanggung jawab yang hanya memiliki orientasi terhadap profit marak ditemukan di Indonesia. Bahkan mungkin di seluruh dunia ini kebanyakan hanya memikirkan keuntungan dan sangat kecil kemungkinan memperhatikan analisis dampak lingkungan (AMDAL). Meskipun AMDAL sudah terverifikasi masih saja lingkungan nsekitar yang dirugikan.

Perusakan hutan atau gunung ini bisa dipidanakan sesuai dengan bunyi UU no.8 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) “Pencegahan perusakan hutan adalah segala upaya yang dilakukan untuk menghilangkan kesempatan terjadinya perusakan hutan, sedangkan Pemberantasan perusakan hutan adalah segala upaya yang dilakukan untuk menindak secara hukum terhadap pelaku perusakan hutan baik langsung, tidak langsung, maupun yang terkait lainnya”. Hukum yang jelas mengatur segala aspek berkewarganegaraan, masih dilanggar oleh beberapa oknum tidak bertanggung jawab.

Ketika bencana kebakaran Gunung Panderman lebih tepatnya terjadi, banyak pihak sangat dirugikan terutama kita (manusia) itu sendiri yang sangat bergantung dengan ekosistem alam. Pepohonan pen-supply oksigen menjadi terganggu. Memanasnya iklim bumi yang hampir tidak layak lagi tingkat kesehatan udara pada khususnya.

Dengan begitu siapa yang akan bertanggung jawab? Menjaga, merawat, melestarikan bumi ini merupakan tugas semua individu selama ia masih hidup. Disamping hal itu, menanggulangi bencana alam ataupun bencana yang ulahnya oleh manusia sendiri harus diselesaikan secara bersama-sama oleh warga Indonesia terkhususnya warga Kota Batu untuk memadamkan Gunung Panderman sebagai sebuah tindakan meminimalisir dampak kebakaran menjadi luas dan kompleks.

Gotong royong menghadapi permasalahan merupakan suatu ciri khas atau karakteristik bangsa kita. Gotong royong merupakan identitas negara Indonesia yang sangat melekat kepada setiap individu-individu bangsa ini. Identitas nasional memiliki fungsi sebagai penandan suatu negara yang melekat kepada tiap-tiap individu maupun kelompok (Sudarsono, 2013).

Perilaku gotong royong warga Indonesia sudah menjadi hal yang lumrah atau tidak langka lagi. Kegiatan bersama-sama menyelesaikan permasalahan tanpa pengecualian merupakan suatu nilai dari bangsa ini. Dikaitkan dengan penanggulangan bencana, setiap terjadi bencana alam dapat dipastikan bahwa seluruh elemen negara/warga/bangsa terotomatisasi dan sadar secara komunal atau bahu membahu menyelesaikannya.

Ketika kebakaran Gunung Panderman terjadi, selain badan penanggulangan bencana daerah (BPBD) terdapat ormas dan relawan-relawan bergerak serentak untuk memadamkan api. Meskipun terdapat solusi untuk memadamkan api tetapi perbuatan pembukaan lahan secara illegal tersebut tidak dibenarkan. Meskipun pembukaan lahan mendapatkan izin dari pemerintah tetapi oknum tersebut haruslah memikirkan dampak-dampak yang terjadi secara domino kedepannya.

Dapat disimpulkan bahwa bencana alam yang berupa kebakaran hutan ataupun gunung (G. Panderman) tidak sepenuhnya dikarenakan oleh faktor alam yang tidak menentu, tetapi juga ulah tangan yang tidak bertanggung jawab kepada alam. Cukup disayangkan masih banyak yang memiliki kesadaran rendah mengenai kepedulian terhadap alamnya sendiri. Lingkungan yang memberikan kita (manusia) sebuah kehidupan.

Kekuatan hukum atau UU pun sudah memberikan penjelasan terhadap perusakan hutan, tetapi masih saja banyak ditemukan fenomena kebakaran hutan ataupun gunung tiap tahunnya. Kebakaran hutan atau gunung memanglah sesuatu hal yang wajar karena merupakan bagian dari ekosistem alam untuk mengatur keseimbangan alam itu sendiri. Atau bisa dikatakan bahwa alam mempunyai caranya sendiri untuk menyembuhkan diri sendiri (alam). Tetapi hal tersebut tidak harus digunakan sebagai alasan, tidak dibenarkan jika dijadikan sebuah alasan untuk merusak atau membuka suatu lahan.

Ibarat merusak rumah kita sendiri, sebuah pernyataan yang relevan dengan keadaan bangsa ini. Merusak rumah yang memberikan kehidupan demi mendapatkan keuntungan. Merusak alam demi mendapat uang berlimpah. Tetapi ketika uang berlimpah didapatkan apakah lingkungan kita, alam kita yang asri ini bisa dibeli dengan begitu mudah menggunakan uang? Tidak.

Saat ini yang dibutuhkan oleh alam hanyalah kesadaran tinggi untuk merawat dan melindungi alam. Lingkungan ini tidak membutuhkan uang tetapi membutuhkan manusia yang sadar bahwa keberadaan lingkungan harus dipedulikan oleh seluruh masyarakat. Tidak hanya pemerintah namun seluruh elemen bangsa ini harus bahu-membahu merawat alam sekitar. Menumbuhkan nilai atau identitas bangsa ini yang berupa gotong royong tetapi memiliki focus terhadap lingkungan, dapat dipastikan keberlangsungan ekosistem kehidupan ini akan seimbang.

Ikuti tulisan menarik Aizul Bagaskara lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler