x

Kasus Harley Davidson

Iklan

Adjat R. Sudradjat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 8 Desember 2019 14:31 WIB

Mereka yang Ketar-ketir Usai Dirut Garuda Dipecat Erick Thohir

Langkah awal reformasi BUMN di tangan Erick Thohir mendapat apresiasi yang tinggi dari publik karena disinyalir selama ini perusahaan pelat merah di bawah kementerian ini banyak yang tidak pernah memberikan keuntungan, alias merugi terus. Penyebabnya entah karena tata kelola yang tidak sehat, entah karena jajaran komisaris maupun direksinya menganggap perusahaan yang dikelolanya sebagai warisan nenek moyangnya sendiri. Hal tersebut perlu menjadi perhatian serius Erick Thohir

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ketegasan, dan sikap tak kenal kompromi Menteri BUMN, Erick Thohir, tatkala memecat Ari Askhara dari posisinya sebagai Direktur Utama Garuda Indonesia, mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Terutama dari masyarakat yang merindukan pemerintahan yang baik dan  bersih, bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Bisa jadi sebaliknya bagi mereka, oknum pejabat yang masih berkutat dalam watak feodal, dan menganggap kekayaan negara identik dengan miliknya sendiri, sikap salah seeorang Menteri di jajaran Kabinet Indonesia Maju ini dianggap sebagai monster yang menakutkan. Atawa paling tidak dipandang sebagai algojo yang setiap saat akan menghentikan dengus nafas kehidupannya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ya. Apa boleh buat memang. Rasa waswas, risih, dibarengi hati yang ketar-ketir akan menjadi bagian kesehariannya di saat ini. Hal itu akan dirasakan oleh oknum jajaran direksi badan usaha pelat merah yang selama ini seringkali bermasalah.

Apa lagi masalahnya bagi suatu badan usaha jika bukan mampu meraup keuntungan, tapi malah merugi terus. Padahal modal usaha terus digelontorkan, baik melalui modal pinjaman maupun dari penjualan saham. Ada apa gerangan dengan pengelolaannya sehingga terjadi seperti demikian? Apakah tata-kelolanya tidak sehat, atawa karena memang jajaran direksinya cenderung menganggap badan usaha yang dikelolanya sebagai milik nenek moyangnya sendiri?

Sebagaimana temuan pengamat ekonomi, Enny Sri Hartati, beberapa perusahaan pelat merah yang mengalami kerugian di tahun 2018 lalu tercatat antara lain, PT Sang Hiyang Seri merugi sebesar Rp182,54 miliar, dan Perum Bulog merugi hingga Rp961,78 miliar.

Pada 2018, BUMN lainnya yang mengalami kerugian, diantaranya PT Asuransi Jiwasraya (Rp15,83 triliun), PT Krakatau Steel (Rp1,09 triliun), PT Dirgantara Indonesia (Rp961,78 miliar), PT PAL Indonesia (Rp304,15 miliar), PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Rp272,87 miliar), PT Iglas (Rp84,61 miliar), PT Pertani (Rp83,07 miliar), PT Kertas Kraft Aceh (Rp75,11 miliar), PT Varuna Tirta Prakasya (Rp6,65 miliar), dan PT Indofarma (Rp32,73 miliar).

Demikian juga halnya dengan temuan Pengurus Besar Federasi Mahasiswa Muslimin Indonesia (FEMMI), ada 24 perusahaan pelat merah yang mengalami kerugian. Dalam catatan PB FEMMI, ke-24 BUMN yang mengalami kerugian tersebut yakni:

  1. PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero)
    2. Perum Bulog
    3. PT Indofarma (Persero) Tbk
    4. PT Energy Management Indonesia (Persero)
    5. PT Hotel Indonesia Natour (Persero)
    6. PT Pos Indonesia (Persero)
    7. Perum PFN
    8. PT Aneka Tambang (Persero) Tbk
    9. PT Balai Pustaka (Persero)
    10. PT PAL Indonesia (Persero)
    11. PT Dok dan Perkapalan Surabaya (Persero)
    12. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
    13. PT Boma Bisma Indra (Persero)
    14. PT INTI (Persero)
    15. PT Dirgantara Indonesia (Persero)
    16. PT Amarta Karya (Persero)
    17. PT PDI Pulau Batam (Persero)
    18. Perum Damri
    19. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk
    20. PT Danareksa (Persero)
    21. PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (Persero)
    22. PT Iglas (Persero)
    23. PT Istaka Karya (Persero)
    24. PT Berdikari (Persero)

Maka suka maupun tidak, Erick Thohir pun dengan sigap akan mencari jawabnya. Apabila memang benar ada dugaan tata-kelola usahanya yang tidak sehat, atawa jajaran direksinya masih berwatak feodal, dan menganggap badan usaha milik negara sebagai badan usaha milik nenek moyangnya, maka sapu yang dipegang pemilik grup Mahaka itu pun akan diayunkannya untuk menyapu bersih mereka.

Seperti diungkapkan Erick Thohir sendiri, para pensiunan yang duduk di jajaran komisaris maupun direksi, sebaiknya tahu diri. Mereka sebenarnya sudah harus duduk tenang di saat menikmati usia tuanya. Bukan sebaliknya malah terus menikmati fasilitas negara minus produktifitas yang mampu memberi pemasukan keuntungan ke kas negara.

Sosok-sosok seperti itu di antaranya yang memang perlu diganti, selain mereka yang berwatak sebagaimana mantan Dirut Garuda Indonesia, Ari Askhara yang baru saja dipecat. Kemudian diganti oleh mereka yang profesional dan memiliki integritas yang mumpuni.

Semangat terus, Bung Erick. Wujudkan harapan rakyat Indonesia untuk menjadikan negeri tercinta ini sebagai negara yang memiliki harga diri, dan bebas lepas dari cengkeraman tangan-tangan korup. ***

Ikuti tulisan menarik Adjat R. Sudradjat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB