Belenggu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), jika dicerna dan diamati: jadi belenggu untuk metode pendidikan Indonesia. Membuat Guru "terjepit".
RPP, toh, selama ini terkesan seperti formalitas. Ada ancaman dari Tim Asesor ke sekolah jika setiap gurunya tidak berpegangan pada RPP. Akhirnya: RPP seolah keterpaksaan.
RPP yang terlaksana selama ini amat kompleks isinya. Terlalu ruwet. Akibat kebijakan/regulasi sebelumnya yang menyangkut proses standarisasi pendidikan nasional.
Guru "terpaksa" membuat sangat rinci. Sampai berpuluh lembar, berhari-hari, supaya dapat menyelesaikan RPP. Sehingga proses belajar-mengajar ke murid sebagai tanggung jawabnya terbengkalai.
RPP disusun sangat rinci. Bahkan (kiranya) untuk aspek yang tidak substantif. Dan itu terus berulang setiap tahun ajaran. Bahkan susunannya pun sama: seolah mencontek.
Ada alokasi waktu pengajaran, perangkat pendukung/media pengajaran, indikator pengajaran, identitas pengajaran, sumber pengajaran, materi pengajaran, kegiatan inti, metode pengajaran dan sebagainya.
Guru tidak jadi penggerak. RPP terus begitu saja isi susunannya. Sama.
Sebuah harapan ke Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim: memerdekakan guru dari RPP.
Esensi capaian pendidikan dan pengajaran itu sederhana: lahir SDM berkualitas dan unggulan. SDM yang sesuai kebutuhan zaman. SDM memberikan kemanfaatan.
Begitu juga dengan pola pendidikan, sangat tidak rumit. Agar mencapai tujuan SDM berkualitas dan unggulan itu.
Apa keinginan guru ketika proses belajar-mengajar (tujuan pengajaran); bagaimana yang guru lakukan untuk keinginannya itu supaya tepat (aktivitas pengajaran); dan di mana yang telah sesuai atau masih kurang dari proses belajar-mengajar tadi (asesmen/evaluasi). Rasanya cukup itu.
Pendidikan sangat sederhana. Namun bertujuan besar. Dan berharap Menteri Nadiem mampu melakukan perubahan RPP. Membaskan Guru dari belenggu RPP.
Sehingga Guru punya ruang akselarasi. Guru lebih dinamis. Guru yang mengetahui bagaimana dan untuk apa sasaran pengajaran dilakukan. Sederhana.
Tidak perlu lagi berbelit soal susunan RPP. Padahal secara sosiologis, guru ternyata tidak membutuhkannya dalam implementasi pengajaran dilakukan.
Berharap Menteri Nadiem memerdekakan beban RPP. Supaya hadir guru Penggerak.*
Ikuti tulisan menarik Gadis Desa lainnya di sini.