x

Iklan

Indonesiana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 20 Desember 2019 08:37 WIB

Revitalisasi TIM: Hikmat Darmawan dan Mario F Lawi akan Adu Gagasan di Gedung Tempo

Penggagas TERAS Budaya, Mustafa Ismail, menyatakan diskusi ini diadakan tak lepas dari kontroversi proyek revitalisasi yang tengah berlangsung di kawasan Taman Ismail Marzuki itu. Dia berharap diskusi bisa mempertajam gagasan seputar keperluan sebuah pusat kesenian ideal bagi kota besar. “Bagaimana sebuah pusat kesenian mesti diadakan, agar seniman bisa nyaman berkarya dan berkreasi secara bebas di dalamnya,” kata Mustafa. Sebuah Pusat Kesenian, kata dia, harus bisa menjadi rumah bagi para seniman.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hikmat Darmawan dari Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) mengatakan semua kota di dunia maju memiliki pusat kesenian. Sebuah pusat kesenian akan menjadi etalase karya dan ide terbaik, maupun lab seni paling bebas di kota bersangkutan.  “Semua kota dunia yang maju punya sentra demikian,” kata dia kepada Indonesiana.id, Selasa, 17 Desember.

Hikmat akan membagi gagasannya tersebut dalam acara diskusi yang digelar Indonesiana.id dan TERAS Budaya malam nanti, di Gedung Tempo, Jakarta,  mulai pukul 19.00. Diskusi tersebut mengusung tema Revitalisasi TIM: Membayangkan Pusat Kesenian Ideal Masa Depan. Acara ini terbuka untuk umum.

Selain Hikmat, akan tampil pula Mario F Lawi, seorang sastrawan terkemuka asal Kupang yang hijrah ke ibu kota. Penyelenggara juga berusaha menghadirkan perwakilan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang selama ini mengelola Pusat Kesenian Taman Ismail Marzuki itu. Kurniawan, wartawan Tempo dan seorang penyair, akan memoderatori rembugan akhir tahun ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hikmat mengakui sebetulnya kata "Pusat Kesenian" saat ini menjadi problematik, karena semangat zaman berkesenian sekarang yang tak lagi memusat. Nah, di titik inilah muncul pertanyaan soal urgensi adanya pusat kesenian bagi sebuah kota besar.

Menyinggung pusat kesenian bagi Jakarta, menurut Hikmat sekarang kawasan itu jadi platform atau wahana pergulatan gagasan dan ko-kreasi sebebas mungkin. Maka, perwujudannya berupa ruang publik yang luas dan aktif. “Juga, prasarana pembentukan pengetahuan bersama (arsip, kepustakaan, ruang eksebisi) antara seniman dan publik yang dinamis, di dalam sentra kesenian itu.”

Adapun Mario F Lawi masih menyimpan gagasannya ketika ditanya soal itu. “Nanti akan saya jawab semua saat diskusi,” kata dia.

Penggagas TERAS Budaya, Mustafa Ismail, menyatakan diskusi ini diadakan tak lepas dari kontroversi proyek revitalisasi yang tengah berlangsung di kawasan Taman Ismail Marzuki itu. Dia berharap diskusi bisa mempertajam gagasan seputar keperluan sebuah pusat kesenian ideal bagi kota besar.

“Bagaimana sebuah pusat kesenian mesti diadakan, agar seniman bisa nyaman berkarya dan berkreasi secara bebas di dalamnya,” kata Mustafa. Sebuah Pusat Kesenian, kata dia, harus bisa menjadi rumah bagi para seniman.

Untuk menghadiri acara ini peserta tidak dipungut biaya, dan dapat menghubungi Desy Natalia di WA: 0838-9954-3039, atau datang langsung ke lokasi.

Ikuti tulisan menarik Indonesiana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler