x

Marah Jokowi

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 28 Desember 2019 19:25 WIB

Memahami Marah Presiden Jokowi Sepanjang Tahun 2019

Tahun 2019, Presiden Jokowi nampak lebih banyak marah-marah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sejak kembali menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024 dan membentuk Kabinet Indonesia Maju, Joko Widodo (Jokowi) sudah berkali-kali "marah". 

Mulai dari marah soal listrik mati, cangkul impor, investor, pengadaan barang, desa fiktif, presiden 3 periode dll, seolah menjadi orkestra yang pertunjukkannya mustahil dapat dicegah oleh siapapun, sebab kondisi yang ada tidak sesuai dengan keinginannya (baca: tujuan). 

Namun, saat Jokowi memutuskan pindah ibu kota, menaikkan tarif iuran "bla-bla", mengesahakan Perppu KPK, membikin stafsus presiden, wakil presiden, menteri, dan bagi-bagi jabatan gratis bagi kolega, dll, juga tak ada yang dapat mencegah "rakyat" yang kecewa luar biasa, akhirnya juga "marah". 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Antara kemarahan presiden dan rakyat, sejatinya dilatarbelakangi oleh fakta yang memang menjadikan keduanya memiliki alasan kuat dan logis untuk "marah". 

Pertanyaanya, mengapa Jokowi dan rakyat, sama-sama memiliki sikap marah? Marah Jokowi sangat viral di berbagai media massa hingga tersorot kamera. 

Begitu pun marah rakyat, hingga sampai demonstrasi dan terus mengkritisi Jokowi dan pemerintahan-nya. 

Sesuai KBBI, marah diartikan sebagai sangat tidak senang (karena dihina, diperlakukan tidak sepantasnya, dan sebagainya) atau berang atau gusar. 

Sesuai makna marah tersebut, apakah Jokowi sebagai presiden, kini sering memperlihatkan tabiat marah-marah, sebagai sikap yang "pas?" 

Sementara berbagai keputusan dan kebijakan Jokowi juga membikin rakyat tidak senang, berang, dan gusar. 

Sepanjang tahun 2019, ternyata persoalan marah Jokowi karena keadaan di pemerintahan yang dipimpinnya membikin marah, dan rakyat marah karena kebijakan Jokowi yang dianggap tidak pro rakyat, menjadi drama terbesar di Republik tercinta ini. 

Namun demikian, menyangkut persoalan marah ini, memang ada beberapa pembenaran mengapa Jokowi sering marah dan rakyat juga dibuat marah. 

Kesadaran bahwa manusia bukan malaikat, maka bila tidak dapat mengekspresikan amarah itu justru  kelainan karena marah adalah perilaku yang sangat manusiawi. 

Selain marah sebagai hal yang manusiawi, namun marah dengan memberikan solusi, maka akan terhindar dari kebiasaan marah-marah, sebab obyek yang terkena marah, memahami mengapa terkena marah dan akan berupaya untuk tidak mengulang untuk dimarahi. 

Sikap marah, tidak negatif, bila marah karena alasan yang tepat dan logis, akan membuat "seseorang" menjadi  dihargai, tidak disepelekan, dan "dianggap." 

Orang-orang cerdas, akan sangat memahami mengapa sesorang marah. Mereka juga tidak akan membenci orang tersebut, dan justru mendukung, mengapa seseorang harus marah karena alasannya tepat dan membuat-nya tetap tidak dibenci. 

Agar tidak "dimanfaatkan", sikap marah juga perlu diapungkan, agar seseorang tidak dianggap lemah. 

Dari sekian banyak persoalan terkait "marah", barangkali marah yang paling pamungkas adalah bila Anda dizalimi! 

Zalim maknanya bengis, tidak menaruh belas kasihan, tidak adil, dan kejam. 

Konon, ada satu di antara berjuta kisah, yang pernah saya dengar bahwa seorang "karyawan" yang telah bekerja sesuai dengan tuntutan perusahaan, segala kewajiban dan tuntutan perusahaan sudah ditunaikan, namun hak karyawan banyak tak diberikan.

Padahal, lebih dari 25 tahun karyawan itu mengabdikan dirinya untuk perusahaan, memberikan segala daya upaya kreativitas dan inovasi-nya demi kemajuan perusahaan. 

Bahkan moto perusahaan pun diabadikan sebagai nama  "anak-anak-nya". Terpatri dalam akte kelahiran. 

Namun, apa balasan perusahaan? Konon pula, menurut orang-orang yang paham tentang kisah-nya, itu adalah sikap zalim "oknum" di dalam perusahaan. 

Maka, pantas bila akhirnya, seseorang itu melampiaskan ke-marahan-nya dengan keluar dari perusahaan dengan "cara marahnya".

Seseorang itu akhirnya mengalah dan berbesar hati, karena menyadari bahwa siapa yang zalim, pasti akan mendapat balasan setimpal dari Nya. 

Bayangkan, berapa banyak sikap-sikap zalim semacam kisah seseorang itu di Indonesia? Pasti banyak dan tak terhitung.  Berapa banyak orang yang marah karena dizalimi? Juga tak terhitung. 

Semoga, di tahun 2020, Bapak Presiden Jokowi tidak akan nampak marah-marah lagi. Semoga pula kebijakan-kebijakannya juga kembali memihak kepada rakyat dan tidak akan membuat rakyat tambah tidak senang dan gusar. Tidak ada yang menzalimi dan dizalimi. Semoga. Aamiin.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler