Jebakan Aturan Ormas
Pemerintah selama ini telah menyiapkan “perangkap” bagi ormas lewat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2017. Kedudukan perpu ini mejadi kuat karena telah disahkan menjadi undang-undang.
Upaya melalukan ujian materi lewat Mahkamah Konstitusi pun kandas. Dewan Perwakilan Rakyat memang pernah mengatakan akan mengoreksi aturan baru tentang ormas tersebut, tapi hingga kini belum dilakukan. Revisi UU ormas sempat masuk prioritas legislasi 2019 tapi tidak teralisasi. Anehnya, rencana revisi UU tersebut kini tidak masuk lagi pada perioritas 2020.
Masalah krusial yang sering dikritik, lewat perpu yang ditebitkan pada 10 Juli 2017 itu pemerintah bisa membubarkan organisasi tanpa lewat jalur pengadilan terlebih dahulu. Dan hanya berselang sembilan hari setelah diterbit, perpu itu langsung memakan korban. Pemerintah secara resmi mencabut status badan hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia dengan alasan kegiatan ormas bertentangan Pancasila dan UUD 1945.
Sanksi pencabutan status badan hukum seperti itu bisa menimpa organisasi lain yang dianggap melanggar larangan yang diatur dalam Perpu tersebut. Larangan itu antara lain: melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum. Ormas juga dilarang melakukan kegiatan yang menjadi tugas penegak hukum dan menyebarkan ajaran yang bertentangan dengan Pancasila.
Selanjutnya: sikap pemerintah...
Ikuti tulisan menarik Andi Pujipurnomo lainnya di sini.