x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Rabu, 1 Januari 2020 08:17 WIB

Filosofi Banjr, Jangan Membenci Hujan

Hujan di mana-mana, jadi sebab banjir. Tahukah kita filosofi banjir? Jangan membenci hujan apalagi menghakimi orang lain

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Filosofi Banjir; Apa Artinya Tong Sampah?

 

Tiap kali hujan deras dan cukup lama, banjir terjadi di mana-mana. Sudah biasa, begitu musim hujan maka banjir pun tiba. Apalagi di kota besar seperti Jakarta. Kota yang aman dan nyaman bagi air melimpah seperti banjir. Di rumah saya pun, setelah 6 tahunan tidak pernah banjir. Kali ini, di 1 Januari 2020 mulai kebanjiran. Alhamdulillah, karena banjir adalah anugerah yang luar biasa. Bolehlah dimaknai, tahun 2020, insya Allah menjadi tahun melimpahnya kesehatan, kesuksesan, dan keberkahan. Melimpahnya rahmat dan karunia Allah SWT, amin.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Kenapa banjir? Tentu, menjadi penting untuk dibahas. Tidak menarik untuk dikaji. Karena banjir adalah anugerah-Nya. Dan biar menjadi tugas para pemikir bangsa dan kota Jakarta untuk mengkaji serta mencari solusinya.

 

Banjir itu hanya akibat. Sebabnya adalah hujan. Dan faktanya, jutaan orang pun merindu hujan. Jutaan manusia, nyatanya lebih suka hujan daripada kemarau. Maka hujan pun selalu turun tanpa peduli omongan orang. Sekalipun jutaan manusia mencacinya, menghujatnya. “Sialan hujan, kenapa tidak berhenti?” Begitu kata sebagian orang yang membenci hujan atau banjir.

 

Di mana pun, hujan tetap akan turun. Karena hujan tahu selalu ada orang yang mengingatkan kehadirannya. Entah, karena cinta atau benci. Atau karena bosan dengan musim kemarau berkepanjangan. Karena setelah hujan, siapapun bisa melihat pelangi indah sesudahnya. Keindahan anugerah sang pencipta.

 

Memang, terlalu banyak hujan itu tidak baik. Banjir terus menerus pun menjadi luka. Tapi patut direnungkan, kenapa manusia terus membenci dan mencaci? Melulu mengeluh dan pesimis dalam hidupnya? Untuk apa menangis bila yang ditangisi adalah realitas?

 

Maka, filosofi banjir memberikan ajaran.

Bahwa untuk apa menghakimi atau memvonis orang lain berlebihan? Untuk apa membenci terus menerus. Bukankah banjir akibat hujan pun bisa melanda manusia. Sama sekali tidak perlu ada “banjir” amarah dan kebencian. Karena manusia hanya bisa mengambil hikmahnya. Dari setiap peristiwa, setiap realitas. Untuk menjadi lebih baik ke depannya.

 

Filosofi banjir menegaskan hukum “duduk sama rendah berdiri sama tinggi”. Banjir tidak mengenal tempat. Istana presiden banjir, kantor gubernur banjir, apalagi rumah penduduk. Duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Tanpa mengenal pangkat, jabatan, harta dan status sosial. Banjir bisa menggenangi tempat tinggal dan pemukiman siapapun. Begitu pula manusia, sama rendah sama tinggi di hadapan Ilahi Rabbi.

 

Dunia ini pun, kebanjiran manusia. Ada 7 miliar manusia hidup di dunia. Manusia bergaya hidup boros, bahkan merusak alam. Banjir manusia pun pasti ada konsekuensinya. Manusia yang terjebak pada kedangkalan, kebingungan, hingga semakin merusak alam.

 

Kemarin pun manusia “banjir” agama. Mereka sibuk memeluk agamanya. Tapi di saat yang sama, mereka sibuk menghina dan merendahkan agama lain. Kebenaran agamis selalu dijadikan dasar untuk kemalasan berpikir rasional dan kritis tentang kehidupan. Bahkan, agama dijadikan pembenaran untuk melakukan kekerasan terhadap manusia lain, bahkan terhadap alam.

 

Negeri ini pun sempat “banjir” celotehan, hujatan dan cacian. Sangat manusiawi dan bisa terjadi pada siapapun. Maka filosofi banjir, mengajarkan kepada manusia untuk selalu berhati-hati dalam bertindak dan berperilaku. Di manapun, kapanpun. Atau atas sebab apapun.

 

Dan yang paling penting. Filosofi banjir adalah manusia diberi latihan oleh Allah SWT untuk terus memperbaiki diri dan menerima realitas, termasuk apa artinya sebuah tong sampah … #FilosofiBanjir #BudayaLiterasi

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB