x

Banjir

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 3 Januari 2020 15:57 WIB

Pahami Banjir 1 Januari 2020, Jangan Asal Nyinyir: Ini Sejarah dan Faktanya

Miris, bencana banjir 1 Januari 2020 pun jadi lahan "gorengan" nyinyir politik

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Minimnya literasi menyoal Jakarta "batavia", membikin rakyat biasa sampai pemimpin bangsa, kurang tepat dalam "pandangan" sebab-akibat banjir 1 Januari 2020.

Musibah dan bencana itu kehendak-Nya. Seperti halnya banjir yang melanda Jabodetabek, bukan hanya banjir Jakarta seperti yang terus diberitakan oleh media massa.

Jelsa pada 1 Januari 2020 yang terknea banjir, Jabodetabek. Namun, adat "orang Indonesia", musibah banjir yang dapat ditelisik faktanya saja, terus digoreng, dicari pembenaran, dicari kesalahan, dan terus ada yang diagung-agungkan dan sebaliknya terus ada yang menjadi kambing hitam. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tercatat dalam sejarah, banjir Jakarta itu sudah dari era pemerintahan siapa ke era pemerintahan siapa. 

Namun, tetap saja "orang picik" menggoreng isu banjir dengan selalu menyeret dan membandingkan siapa pemimpinnya. 

Lalu, banjir terus dijadikan komoditi politik, komoditi nyinyir, dan berbagai komoditi negatif lain yang semakin mencerminkan "rakyat" bangsa ini memang tidak pandai bersyukur. 

Jelas, kondisi lingkungan Jakarta dari tahun kapan saja, tidak perlu diguyur hujan deras, sudah banjir karena Jakarta ini awalnya adalah rawa-rawa. 

Banjir Jakarta sudah sejak era awal Batavia. Seorang penulis Amerika Serikat yang selama beberapa tahun menjadi staf kantor penerangan AS (USIS) di Jakarta, ketika menulis tentang kota ini, menyalahkan pendiri Batavia JP Coen karena mendirikan kota di atas rawa-rawa. 

Kalau saja Coen bijaksana dan memilih tempat yang lebih tinggi, setidaknya bencana banjir dapat dikurangi dan tidak memusingkan para penggantinya. 

Dalam catatanya, sejak era Batavia , 66 Gubernur Jenderal Hindia Belanda, tidak ada yang merasa bersalah atas kondisi banjir batavia karena asalnya rawa-rawa. 

Jakarta yang terletak di dataran rendah sejak zaman Kerajaan Tarumanegara, memang sering dilanda banjir. Peristiwa yang terjadi 15 abad lalu itu sempat terekam dalam Prasasti Tugu di Jakarta Utara yang kini disimpan di Museum Sejarah Jakarta. 

Di masa kemerdekaan, bahkan tak perlu menyebut era gubernur siapa, bisa ditelusuri dalam fakta dan peristiwa, bagaimana kondisi banjir saat Februari 2007 yang nyaris melumpuhkan 70 persen Jakarta. Begitupun saat 2015, banjir juga melumpuhkan Jakarta. 

Atas kondisi fakta-fakta yang ada tersebut, sungguh sangat disesalkan bila banjir 1 Januari 2020 lalu dipolitisir. Padahal tanpa curah hujan ekstrem saja, Jakarta pasti banjir bila musim hujan. 

Lebih ironis, banjir yang kali ini melanda Jabodetabek, masih diapungkan sebagai berita banjir Jakarta. Banyak "rakyat" yang akhirnya asal bicara,  karena belum move-on dari perseteruan Pilgub dan Pilpres, dan banyak yang semakin terlihat "bodoh" karena tak pernah "membaca sejarah" Jakarta. 

Lebih memiriskan hati, Presiden Jokowi dan Menteri Pembangunan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadi Muljono, justru memberikan pernyataan atau menyimpulkan sendiri tentang penyebab banjir 1 Januari 2020 yang seolah hanya fokus kepada banjir Jakarta. 

Sudah begitu, pernyataan dan kesimpulannya kurang membuat "nyaman" dan jauh dari kaitan dengan sejarah, bahwa Jakarta aslinya adalah rawa-rawa, yang bahkan gubernur Batavia zaman Hindia Belanda saja tidak merasa bersalah bila banjir. 

Jadi, dari peristiwa banjir 1 Januari 2020, hentikan pemberitaan bahwa tagline banjir hanya Jakarta, tapi bajir 1 Januari 2020 adalah banjir Jabodetabek. 

Berikutnya, pernyataan Presiden dan Menteri PUPR yang sudah terpublikasi di berbagai media, sungguh "mentah" bila dikaitkan dengan sejarah Batavia. 

Apalagi bila dikaitkan dengan fakta bahwa hujan yang mengguyur Jabidetabek pada 1 Januari 2020, ternyata memecahkan rekor dalam seperempat abad terakhir, sebab curah hujan tahun baru kemarin adalah yang tertinggi sejak 1996. 

"Curah hujan kemarin adalah yang tertinggi selama 24 tahun terakhir berdasarkan data sejak 1996," kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati kepada detikcom, Kamis (2/1/2020). 

Berdasarkan catatan BMKG, curah hujan tertinggi kemarin tercatat berlokasi di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Curah hujan itu diukur per hari. "Data curah hujan dengan intensitas tertinggi kemarin 377 mm/hari di Halim," kata Dwikorita. 

Sementara berdasarkan histori banjir besar Jakarta dan Intensitas hujan harian berdasarkan BMKG adalah sebagai berikut: 1996: 216 mm/hari 2002: 168 mm/hari 2007: 340 mm/hari 2008: 250 mm/hari 2013: > 100m m/hari 2015: 277 mm/hari 2016: 100-150 mm/hari 

Berikutnya, saat banjir 1 Januari 2020 pengukuran curah hujan wilayah Jakarta dan sekitarnya (terukur mulai 31 Des 2019 pukul 07.00 WIB hingga 1 Januari 2020 pukul 07.00 WIB): 1. Staklim Tangsel 208,9 mm 2. Stamet Curug 54 mm 3. Stamet Cengkareng 148 mm 4. Stamet Kemayoran 131 mm 5. Stamar Tanjung Priok 146 mm 6. Pos Hujan Bd Ciputat 184,9 mm 7. Pos Hujan Teluk Naga 106,5 mm 8. ARG Tomang 225,6 mm 9. ARG Manggarai 189 mm 10. AWW TMII 335,2 mm 11. ARG Ciganjur 110,4 mm 12. ARG Sukapura 179,8 mm 13. AWS Puspitek 55,2 mm 14. ARG Sepatan 82 mm 15. ARG Jatiasih 259,6 mm 16. ARG Teluk Pucung 234,6 mm 17. ARG Muara 132,6 mm 18. ARG Jagorawi 131,5 mm 19. AWS UI 91,6 mm 20. ARG Katulampa 57,4 mm 21. AWS IPB 75,8 mm 22. Pos Hujan Ragunan 155 mm 23. Pos Hujan Rorotan 172 mm 24. TNI AU Halim 377 mm.

Semoga dengan data-data tersebut, rakyat bangsa ini tidak memiliki budaya asal bicara dan beropini, tanpa menguasai literasi menyoal Jakarta dan Batavia, serta persoalan fakta dan data tentang curah hujan. 

Sekali lagi, jangan karena beda pilihan, beda politik, masalah musibah banjir, dari mulai rakyat biasa sampai Presiden dan Menteri, kurang tepat dalam memberikan "pernyataan" tentang banjir yang pada akhirnya bukan membuat masyarakat tenang, namun resah di tengah para korban banjir yang masih butuh evakuasi,  pertolongan, dan penanganan. 

Lalu, bagaimana antisipasi musibah banjir mendatang bila curah hujan akan tetap tinggi hingga Maret 2020.

Bila mau Jakarta.yang dulunya Batavia dan aslinya adalah rawa-rawa, bila mau terhindar bajir, maka tanah Jakarta "diurug" saja 3 atau 4 meter agar tidak menjadi dataran rendah, maka yakin Jakarta terbebas banjir.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler