Di hulu ada progres, di hilir tersendat
Dua bendungan di hulu itu hingga kini memang belum selesai. Hanya, ada kemajuan seperti klaim Menteri Basuki yang sudah mencapai 90 persen dalam pembebasan tanah. Adapun yang merisaukan adalah penanganan di bagian tengan dan hilir, normalisasi sungai dan pembuatan sodetan.
Proyek ini tersendat sejak 2018 karena tidak ada kerjasama yang mulus antara pemerintah pusat dan daerah. Pusat bertugas membantu normalisasi sungai dan sodetan. Adapun pemerintah daerah bertugas membebaskan lahan.
Soal pembebasan lahan itu tampak juga akan tertunda lagi. Pemerintah DKI sempat menyiapkan anggaran sekitar Rp 160 miliar. Tapi karena APBD 2020 terancam defisit, anggaran itu dicoret. Dengan kata lain tak ada lagi normalisasi sungai besar-besaran hasil kolaborasi pemerintah pusat dan daerah pada 2020 ini.
Bagaimanapun,pemerintah DKI semestinya memprioritaskan normalisasi atau naturalisasi sungai karena hal itu sudah menjadi amanat Perda No. 1/2014 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.
Dalam Pasal 21 Ayat ( 3) dinyatakan bahwa Rencana prasarana drainase dengan tujuan sebagai berikut:
- perwujudan normalisasi kali untuk mengalirkan curah hujan dengan kala ulang 25 sampai 100 tahunan;
- peningkatkan kinerja sistem polder (waduk, pompa danmsaluran sub makro/penghubung) untuk mengalirkan curah hujan dengan kala ulang 10 sampai 25 tahunan;
- peningkatkan kinerja saluran mikro untuk mengalirkan curah hujan dengan kala ulang 2 (dua) sampai 10 (sepuluh) tahunan; d. penataan disepanjang aliran sungai, kali, kanal, waduk, situ, danau, dan badan air lain;
- pembangunan jalan inspeksi di sepanjang pinggir sungai, kali, kanal, waduk, situ, dan danau;
- pembangunan menghadap badan air;
- tidak mengubah fungsi dan peruntukan.
Selanjutnya: Tak membuat Pergub darurat banjir?
Ikuti tulisan menarik Andi Pujipurnomo lainnya di sini.