Peristiwa hyang menyangkut siswi di SMAN 1 Gemolong, Sragen, Jawa Tengah, ini mulai menarik perhatian. Pasalnya, Z, sebut saja demikian, lewat orang tuanya mengaku telah menjadi korban teror pesan spam lewat WhatsApp (WA) karena dirinya tak berjilbab. Teror via WA itu, menurut Agung Purnomo (46), orang tua Z, dilancarkan oleh pegiat Kerohanian Islam (Rohis) SMA tersebut.
Agung telah mendatangi SMAN 1 Gemolong karena tidak terima putrinya terus menerus diteror hanya karena tidak memakai jilbab. Dalam pertemuan yang berlangsung Senin, 6 Januari, itu Agung ditemui Kepala Sekolah Suparno, pengurus Rohis, Kepala Disdikbud Sragen dan Kepala Cabang Disdikbud Jateng Wilayah VI, Eris Yunianto.
Menurut Agung dalam pertemuan itu Kepala Sekolah SMAN 1 Gemolong mengakui kecolongan dan pihak Rohis mengakui memang mengirim pesan-pesan itu ke putrinya.
Kepada media online Joglosemarnews.com dia menceritakan teman-teman puterinya yang tergabung dalam Rohis melalui spam mengirim pesan-pesan kepada Z, siswa kelas 1. “Awalnya saya anggap hal biasa. Tapi lama-lama kok menjurus keras, pemaksaan dan ada ancaman juga karena anak saya nggak pakai jilbab. Akhirnya kemarin saya berinisiatif tabayun klarifikasi ke pihak sekolah, dinas dan Rohis sekolah,” kata Agung, Selasa, 7 Januari.
Menurut Agung, Z mulai menerima pesan spam (pesan tanpa ada identitas pengirim) bernada keagamaan beberapa waktu lalu. Awalnya ia mengira itu hal biasa. Namun lama-kelamaan berondongan pesan spam itu makin gencar dan bahasanya mulai menjurus pemaksaan soal jilbab. “Akhirnya kemarin saya berinisiatif tabayun klarifikasi ke pihak sekolah, dinas dan Rohis sekolah.”
Agung menguraikan salah satu pesan itu bahkan menghujat dirinya sebagai orangtua yang dianggap tidak tahu aturan dan tidak paham dalil agama Islam. Saat ia mengajak bertemu, si pengirim pesan menolak.
Kepala Cabang Disdikbud Wilayah Jateng VI, Eris Yunianto yang hadir di pertemuan klarifikasi menegaskan tidak dibenarkan memaksakan seseorang untuk ikut memakai jilbab di sekolah. Menurutnya, hal itu adalah hak asasi yang dilindungi. “Siapa pun punya hak yang sama. Untuk satu hal itu (keyakinan) kan pilihan hidup masing-masing. Toleransi itu nomor satu yang harus dikedepankan,” kata dia kepada Joglosemarnews.com.
Eris mengatakan kasus ini masih ditangani internal sekolah. “Ini masih dalam tataran pembinaan.”
Dia mengaku juga telah berdiskusi untuk memperbaiki kegiatan pembinaan siswa. “Nanti kita review kembali SOP-nya untuk kegiatan pembinaan siswa seperti apa,” kata dia.
Kepala SMAN 1 Gemolong yang coba dihubungi wartawan, belum mengangkat teleponnya.
Ikuti tulisan menarik Indonesiana lainnya di sini.