Gaya retorika Anies
Gaya beretorika Anies sebetulnya mirip pemimpin politik zaman dulu. Para pemimpin politik atau partai zaman dulu akan selalu mempunyai jawaban atas semua pertayaan atau serangan dari kubu lawan. Jawaban itu tidak perlu benar-benar tepat, yang penting “kelihatan” masuk akal.
Kenapa sekarang hal itu tidak cocok, apalagi buat kepala daerah? Seorang kepala daerah menjalankan program dan kebijakan, beda dengan pemimpin partai yang tidak dituntut adanya kinerja yang terlalu kongkrit. Pekerjaan politik adalah urusan konsolidasi. Adapun, pekerjaan kepala daerah dituntut hasil nyata.
Nah, gaya retorika politik ala Anies justru akan menjadi sasaran empuk di zaman digital sekarang. Soalnya, semua ucapan seorang pemimpin mudah dilacak lagi. Pidato yang sepintas kelihatan bagus dan mengesankan, misalnya, setelah dibaca atau ditonton ulang, ternyata tidak ada isinya.
Di zaman digital, masyarakat juga mudah sekali melacak kinerja kongkrit seorang pemimpin. Mudah sekali orang melihat apa programnya, anggarannya berapa, dan hasilnya seperti apa.
Retorika dan narasi bukanya tidak penting, tapi ujung-ujungnya juga orang akan melihat, misalnya, apa yang sudah dikerjakan Gubernur Anies untuk mencegah banjir. Ada tambahan berapa waduk atau pompa. Ada berapa sungai yang sudah dibenahi, dan seterusnya.
Ukuran ini jauh lebih penting ketimbang berdebat soal genangan dalam banjir sekarang lebih banyak atau lebih sedikit dibanding sebelumnya. Soalnya curah hujan dan iklim bisa berbeda dari tahun ke tahun. Masih ada waktu buat Gubernur Anies untuk membenahi kepemimpinnya. ***
Baca juga:
Jatuhnya Jet Penumpang, Iran Akui Salah Tembak dan Minta Maaf: Begini Kejadiannya
Ikuti tulisan menarik Anas M lainnya di sini.