x

Para Petambak Garam di Desa Nunkurus, Kupang, NTT

Iklan

Alfian Helmi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 16 Januari 2020 13:48 WIB

Perlu Desain Besar Industrialisasi Garam Rakyat

Tahun ini pemerintah berencana akan menaikan kuota impor garam menjadi 2,92 juta ton. Jumlah ini naik sekitar 6% dari tahun 2019 yang berjumlah 2,75 juta ton. Alasannya, produksi garam dalam negeri belum mampu memenuhi standar industri. Sehingga, menurut pemerintah, impor adalah jalan keluarnya. Benarkah demikian? Tidak bisakah kita mendorong industrialisasi garam rakyat sehingga garam-garam lokal kita naik grade dan bisa diserap oleh industri? Tulisan ini mencoba mengupasnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tahun ini pemerintah berencana akan menaikan kuota impor garam menjadi 2,92 juta ton. Jumlah ini naik sekitar 6% dari tahun 2019 yang berjumlah 2,75 juta ton. Alasannya, produksi garam dalam negeri belum mampu memenuhi standar industri. Sehingga, menurut pemerintah, impor adalah jalan keluarnya. Benarkah demikian? Tidak bisakah kita mendorong industrialisasi garam rakyat sehingga garam-garam lokal kita naik grade dan bisa diserap oleh industri? Tulisan ini mencoba mengupasnya.

Standar Industri
Dalam dunia industri, setidaknya ada dua parameter penting yang digunakan oleh industri untuk melihat apakah garam tersebut masuk kualitas industri atau tidak. Pertama, parameter kimiawi. Parameter kimiawi meliputi kadar NaCl, Kalsium, Magnesium, kadar air, dan kadar kotoran maksimum. Kadar NaCl untuk industri makanan dan minuman umumnya berkisar antara 97-98%, sedangkan untuk industri farmasi minimal 99,9%. Selain membutuhkan NaCl yang tinggi, industri juga membutuhkan garam dengan kadar air maksimal 0,20%, kadar kotoran maksimal 0,04% dan kadar kalsium 400-600 ppm (part per million) serta kadar maksimum magnesium 150-400 ppm.

Kedua, parameter fisik. Setidaknya ada empat poin yang menjadi dasar penilaian parameter fisik, yakni (i) warna garam yang menunjukkan kemurnian dan banyaknya kotoran yang terdapat dalam garam tersebut (blackspot & contaminant), (ii) tekstur atau besaran kristal garam (particle size), (iii) free flow product atau seberapa cepat garam tersebut turun jika masuk dalam mesin produksi, dan (iv) peningkatan kadar air jika garam tersebut dipanaskan pada suhu tertentu dalam jangka waktu tertentu. Dalam hal parameter fisik ini, kualitas garam rakyat tidak kalah jauh dengan garam impor. Beberapa produk garam yang dihasilkan oleh para petambak garam Madura sudah bisa memproduksi garam yang sangat putih bersih dan teksturnya pun hampir sama dengan garam impor.

Potensi Garam Rakyat
Upaya untuk meningkatkan kualitas garam rakyat sebenarnya telah lama dilakukan oleh pemerintah, terutama Kemeneterian Kelautan dan Perikanan (KKP). Diawali dengan program PUGAR (Pengembangan Usaha Garam Rakyat) pada tahun 2010, Indonesia sudah berhasil swasembada garam konsumsi pada tahun 2014 dengan produksi mencapai 2,5 juta ton. Sementara garam industri, yang membutuhkan grade lebih tinggi sebagaimana diuraikan diatas, sampai sekarang kita masih impor.

Namun demikian, yang belum banyak publik tau adalah ada beberapa garam rakyat yang hasil produksi garamnya sudah banyak diespor ke mancanegara guna memenuhi kebutuhan garam industri di luar negeri. Sebut saja Suzukatsu Salt dari Jepang, yang sudah sejak lama menampung garam-garam hasil produksi rakyat di Pamekasan, Madura. Lalu, garam para petambak di Rote Ndao, di Nusa Tenggara Timur yang juga sudah merambah pasar garam di Tiongkok.

Walaupun secara kuantitas petambak yang menghasilkan garam industri ini masih tergolong sedikit, tapi kenyataan ini bertolak belakang dengan tesis yang dibangun oleh pemerintah bahwa kualitas garam rakyat tidak bisa memenuhi standar garam industri. Yang perlu dilakukan adalah bagaimana mendorong pelaku usaha garam rakyat yang jumlahnya lebih dari tiga puluh ribu orang ini berani masuk ke pasar industri.

Industrialisasi Garam Rakyat
Arif Satria, Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia IPB dalam bukunya yang berjudul “Politik Kelautan dan Perikanan” mengemukakan dua perspektif industrialisasi, yakni industrialisasi dalam arti sempit (narrow industrialization) dan industrialisasi dalam arti luas (wide industrialization).

Dalam konteks garam rakyat, industrialisasi dalam arti sempit bisa dimaknai dengan membuka lahan-lahan pergaraman baru, membangun pabrik-pabrik garam, yang tujuannya untuk meningkatkan produksi garam baik untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun industri. Dalam perspektif ini, yang terpenting adalah bahwa pertumbuhan produksi terjadi, tidak peduli siapapun pelakunya. Perspektif ini mirip dengan gaya foot-loose industry yang menjadi ciri khas industrialisasi di Indonesia selama ini.

Kedua, industrialisasi dalam arti luas, yakni transformasi kearah pergaraman yang bernilai tambah, yang tujuannya meningkatkan mutu dan nilai tambah produksi garam rakyat. Yang terpenting adalah transformasi pelaku hulu maupun hilir, sehingga para petambak garam rakyat menjadi bagian penting dalam proses ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Karena itu, industrialisasi tidak sekedar membangun pabrik dan membuka lahan-lahan pergaraman baru sebagaimana yang saat ini dilakukan oleh pemerintah di Provinsi NTT, tetapi lebih kepada terciptanya sistem yang menjamin meningkatnya mutu garam rakyat yang bernilai tambah, berkelanjutan, dan menyejahterakan. Proses industrialisasi yang berorientasi nilai budaya baru, mengkaitkan sumberdaya lokal di hulu (garam rakyat) untuk terlibat dalam proses industrialisasi.

Bila perspektif pertama agak dekat dengan model liberal-teknokratik yang bertumpu pada pelaku usaha besar saja, perspektif kedua merupakan wujud model tekno-populis yang melindungi pelaku kecil, mengembangkan yang menengah, dan mendorong yang besar.

Persoalannya adalah perspektif mana yang akan dipilih pemerintah dalam mengembangkan garam rakyat? Pilihan ini akan sangat menentukan kebijakan-kebijakan yang akan diambil. Oleh karena itu, perlu desain besar industrialisasi garam rakyat sehingga langkah-langkah industrialisasi merupakan upaya sistematik memajukan sektor ini secara komprehensif (produksi, pengolahan, perdagangan, pengelolaan sumberdaya, pengembangan SDM dan teknologi) melalui tahapan jangkan pendek, menengah, dan panjang yang terukur.

 

Alfian Helmi
Peneliti Pergaraman Rakyat

Ikuti tulisan menarik Alfian Helmi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu