x

Ghufron

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 16 Januari 2020 14:03 WIB

Sejak Semula, Sandiwara Pelemahan KPK Sudah Terbaca: Dewas KPK Tetap Bak Boneka

Kasihan Dewas KPK, didudukkan di jabatan hebat, namun tetap boneka.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bila hingga detik ini, Badan Pengawas (Dewas) KPK termyata belum mengeluarkan izin untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) demi melakukan penggeledahan terhadap Kantor DPP sebuah"Partai Politik", sebenarnya apa yang sedang terjadi? 

Bila Dewas KPK bertanggungjawab langsung kepada Presiden, ini apa artinya pula? Padahal OTT terhadap Komisioner KPU dan anggota partai sudah terjadi lebih dari sepekan. 

Apa yang "dibaca" oleh rakyat atas maksud ditekennya revisi UU KPK baru, menjadi benderang akal-akalannya. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menyoal kasus izin, sejatinya menurut Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, saat hendak menggeledah kantor tersebut, KPK memang belum mengantongi surat izin dari Dewas. 

Namun, lembaga anti rasuah tersebut sudah mengajukannya. Miris, hingga pagi ini, Kamis (16/1/2020) ternyata izin tetap belum turun. 

Ini pertanda apa? Apa-apaan tuuuh? 

Bahkan, Ghufron memperjelas bahwa izin belum turun dan alasannya apa, itu adalah kebijakan dari yang memberi izin, meski KPK sudah memohon. 

Begitulah ungkapnya kepada awak media saat menghadiri pengukuhan guru besar hakim agung Hary Djatmiko di Auditorium Universitas Jember, Jawa Timur, Rabu (15/1/2020). 

Anehnya, kendati Ghufron menjabat sebagai Wakil Ketua KPK, atas pernyataan dan pengakuannya, semakin mendeskripsikan bahwa saat ini, kondisi KPK menjadi sangat lemah. 

Bahkan, melalui ungkapannya, mengesankan bahwa Ghufron sedang "meminta tolong" kepada rakyat atas tak kuasanya KPK dalam kasus ini.

Isyarat ini nampak, saat Ghufron mempersilakan masyarakat untuk menilai sendiri apakah peraturan yang mengharuskan mendapat surat izin dari Dewas itu menghambat kinerja KPK atau tidak. 

Sementara terkait masalah izin yang dihambat oleh Dewas KPK atau Dewas KPK juga memang diperintah oleh "atasannya" lagi, yang pasti persoalan ini pun sudah hilir mudik di bahas diberbagai media massa, media televisi, medsos, medion, hingga menjadi perbincangan rakyat di setiap sudut "tempat", di Republik ini. 

Padahal sangat jelas, meski KPK sudah "patuh" menjalankan UU KPK "baru", dan menjalankan amanah secara prosedural, dengan mengajukan izin untuk penggeledahan, tetap saja Dewas KPK belum bergeming. 

Pertanyaannya, Dewas KPK sedang menimbang/merancang apa? atau atasan Dewas KPK belum mendapatkan "trik" agar dapat "menyelamatkan" kolega yang sedang menjadi tersangka, dan juga menyelamatkan kolega lainnya serta partai itu sendiri? 

“Kalau permohonan yang kami ajukan, Dewas belum memberi izin, kami tidak bisa apa-apa," tambah Ghufron. 

Atas pernyataan Ghufron dan penilaian rakyat terhadap Dewas KPK yang jelas "disetir" atasannya, maka tak diragukan lagi bahwa, orang partai politik yang kini duduk sebagai pemimpin bangsa dan anggota DPR, memang tak mau meninggalkan ranah korupsi. 

Sebab, dari berbagai opini rakyat, para koruptor selama ini lebih banyak teridentifikasi dari "orang partai". Opini rakyat pun berkembang bahwa, tanpa korupsi, mana mungkin gaji dan tunjangannya mereka cukup untuk biaya hidup diri dan keluarga, kolega, serta setoran ke partainya atau menutup hutang-hutangnya saat berkampanye. 

Jadi, pelemahan KPK dengan hadirnya UU KPK baru, lalu fakta Dewas menghambat mengelurakan izin, "terbaca" juga ada nilai balas budi dan melindungi di dalamnya. 

Percuma, bila akhirnya izin Dewas KPK turun pun, sandiwara sudah terbaca. 

 

Bila hingga detik ini, Dewan Pengawas (Dewas) KPK termyata belum mengeluarkan izin untuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) demi melakukan penggeledahan terhadap Kantor DPP sebuah partai politik, sebenarnya apa yang sedang terjadi? 

Bila Dewas KPK bertanggungjawab langsung kepada Presiden, ini apa artinya pula? Padahal OTT terhadap Komisioner KPU dan anggota partai sudah terjadi lebih dari sepekan.  Apa yang "dibaca" oleh rakyat atas maksud ditekennya revisi UU KPK baru, menjadi benderang akal-akalannya. 

Menyoal kasus izin, sejatinya menurut Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, saat hendak menggeledah kantor tersebut, KPK memang belum mengantongi surat izin dari Dewas. Namun, lembaga anti rasuah tersebut sudah mengajukannya. Miris, hingga pagi ini, Kamis (16/1/2020) ternyata izin tetap belum turun. 

Ini pertanda apa? Apa-apaan tuuuh

Bahkan, Ghufron memperjelas bahwa izin belum turun dan alasannya apa, itu adalah kebijakan dari yang memberi izin, meski KPK sudah memohon. Begitulah ungkapnya kepada awak media saat menghadiri pengukuhan guru besar hakim agung Hary Djatmiko di Auditorium Universitas Jember, Jawa Timur, Rabu (15/1/2020). 

Anehnya, kendati Ghufron menjabat sebagai Wakil Ketua KPK, atas pernyataan dan pengakuannya, semakin mendeskripsikan bahwa saat ini, kondisi KPK menjadi sangat lemah.  Bahkan, melalui ungkapannya, mengesankan bahwa Ghufron sedang "meminta tolong" kepada rakyat atas tak kuasanya KPK dalam kasus ini.

Isyarat ini nampak, saat Ghufron mempersilakan masyarakat untuk menilai sendiri apakah peraturan yang mengharuskan mendapat surat izin dari Dewas itu menghambat kinerja KPK atau tidak. 

Sementara terkait masalah izin yang dihambat oleh Dewas KPK atau Dewas KPK juga memang diperintah oleh "atasannya" lagi, yang pasti persoalan ini pun sudah hilir mudik di bahas diberbagai media massa, media televisi, medsos, medion, hingga menjadi perbincangan rakyat di setiap sudut tempat, di Republik ini. 

Padahal sangat jelas, meski KPK sudah "patuh" menjalankan UU KPK baru, dan menjalankan amanah secara prosedural, dengan mengajukan izin untuk penggeledahan, tetap saja Dewas KPK belum bergeming. 

Pertanyaannya, Dewas KPK sedang menimbang/merancang apa? Atau atasan Dewas KPK belum mendapatkan trik agar dapat menyelamatkan kolega yang sedang menjadi tersangka, dan juga menyelamatkan kolega lainnya serta partai itu sendiri? 

“Kalau permohonan yang kami ajukan, Dewas belum memberi izin, kami tidak bisa apa-apa," kata Ghufron. 

Atas pernyataan Ghufron dan penilaian rakyat terhadap Dewas KPK yang jelas "disetir" atasannya, maka tak diragukan lagi bahwa, orang partai politik yang kini duduk sebagai pemimpin bangsa dan anggota DPR, memang tak mau meninggalkan ranah korupsi. 

Sebab, dari berbagai opini rakyat, para koruptor selama ini lebih banyak teridentifikasi dari orang partai. Opini rakyat pun berkembang bahwa, tanpa korupsi, mana mungkin gaji dan tunjangannya mereka cukup untuk biaya hidup diri dan keluarga, kolega, serta setoran ke partainya atau menutup hutang-hutangnya saat berkampanye. 

Jadi, pelemahan KPK dengan hadirnya UU KPK baru, lalu fakta Dewas menghambat mengelurakan izin, "terbaca" juga ada nilai balas budi dan melindungi di dalamnya. 

Percuma, bila akhirnya izin Dewas KPK turun pun, sandiwara sudah terbaca, Dewas pun bak boneka.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB