x

Revolusi 4.0 tahap masuk era Industri

Iklan

Bunk ham

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 6 Januari 2020

Jumat, 17 Januari 2020 07:34 WIB

Jokowi Industri

Tidak ada Negara yang memperbolehkan bahwa pendidikan adalah kecerdasan, atau keluasan berfikir bebas untuk anak bangsa. Melainkan tidak, yang ada. Pemodal hanya pemilik penguasa, sementara kebodohan hanya milik anak proletar

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sekarang pasar dunia sudah menjurus di berbagai arus dan industri global. Konsep dan logika utilitarianisme terus di pakai dan menjadi alat-alat sebagai penghasilan barang antara hukum pembeli dan distributor.

Salah satu yang membuat investor-investor asing masuk adalah delegasi penguasa melegalkan hukum untuk di gantikan kapitalistis logistik.  Ini terjadi pada abab ke-14 dan 15, di mana uang dan pasar modal dari kekuasaan politik tidak di perlakukan secara etis atau paling bisa hanya di tolelir; (baca Marx Weber; Sosiologi agama, 2012) 

Kejujuran itu adalah tindakan etis yang bisa dimainkan oleh kebohongan, begitulah kata Benjamin Franklin.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagai industri dan perilaku moral, tentu banyak perihal dan tindakan yang harus di adili dalam pikirannya. Terutama distribusi materi dan penanaman modal untuk mencapai akumulasi politik dan volume ekonomi.

Sikap kapitalistis tidak akan mencerminkan bahwa profit penghasilan adalah budak yang lumpuh, akan tetapi pada abad ke-18 di lingkungan bisnis paling kecil di pedalaman Penslaviana terancam karena hukum, dan "sistem barter" dihidupkan. Pada saat itu terlihat sektor-sektor perusahaan mulai ada, seperti munculnya bank yang di anggap "Center Operasional Unit".

Kebutuhan-kebutuhan para investor, customer,  distributor dan hukum, memberi keputusan melalui legalisasi transaksi. Akhirnya WTO muncul, World Wide Bank serta perusahaan-perusahaan di tingkat kelas regional lainnya.

Usaha dan upaya ini terus di lakukan oleh penguasa, selain pada Pengembangan dan juga sebagai invasi politik militer dan keamanan negara.

Saya tidak tahu, apakah Indonesia adalah negara pasar, atau negara nasionalis?

Pertanyaan itu, kalau dijawab akan menggegerkan pikiran dan juga menakutkan. Semacam bahwa negeri dan bangsa ini memiliki drama dan nilai budaya elektis tinggi. Bagi yang tidak cukup kuat mental atau kekuatan pikiran maka akan mandek dan mengalami kelumpuhan berfikir.

Kalau penguasa berperan sebagai penanaman modal dan pengembangan pasar adalah investasi masa depan bangsa, maka yang lebih utama untuk di ciptakan oleh penguasa adalah orientasi pasar di bawah pengendalian, pengadilan negara. Sehingga kemutlakan pasar tidak lagi membuat hukum keputusan terpayungi atau terlindungi oleh negara.

Bebas investasi "boleh". Bila dampak akumulatif, Rangking bangsa naik angka sembilan dari negara-negara maju. Kalau tidak, apa yang kemudian di harapkan?

Rakyat sekarang sudah cerdas. Mereka tidak lagi membutuhkan jembatan bahwa status negara mempunyai akses untuk sampai pada soal koneksi kemanusiaan.

Tetapi bagi rakyat-rakyat jelata atau masyarakat kecil, (proletariat) menghentak dan terus melawan. Negara hanya berfungsi pada tataran keamanan, hukum dan anti terhadap sosial unjustice, (ketidakadilan). Keadilan hanya milik para Investor-investor. Bukan pemilik lahan. Maka tidak heran, negara sekarang masih mengidam sistem feodalisme.

Politik dan hak-hak ekonomi dikuras dan diperas habis. Bahwa pengendalian negara syarat sah, mutlaknya adalah delegasi kekuasaan dan hukum yang mati. Negara tidak akan berkembang kalau setiap hasil, produk dan investasi pasar masuk adalah hak-hak pemilik atas penguasaan rakyat.

Tidak ada negara yang memperbolehkan bahwa pendidikan adalah kecerdasan, atau keluasan berfikir bebas untuk anak bangsa. Melainkan tidak, yang ada. Pemodal hanya pemilik penguasa, sementara kebodohan hanya milik anak proletar.

"Semakin kebodohan itu tumbuh, maka semakin pula keluasaan penguasa terlena", begitulah kata Machievelli.

Kebebasan ekspresi terkutuk, dialektika pendapat; lumpuh. Jika negara terbelai akan oposisi. Maka bersiap-siaplah menjadi bangsa dan negara berkebodohan masal.

Sistem monarki berkekuatan hanya hidup untuk maju bukan hidup untuk cerdas; bunk ham

Semboyan itu adalah hasil manifestasi teknologi, pendidikan, tehnikal Industri atau mesin produk pasar bebas. Masih ingat nggak kita, ketika tahun 2014 Jokowi mengesahkan bahwa sistem pasar bebas dibuka seluas-luasnya.

Bagi investor-investor asing atau Asia bisa, bebas berinvestasi. Dengan notifikasi, setiap hasil alam harus diimpor keluar negeri. Baik tambang emas, batu bara, maupun hasil bahan-bahan mentah lainya. Seperti jagung, kopi, cengkeh, beras atau sejenis barang apapun lainya.

Berdasarkan keputusan, catatan dan kesepakatan itu negara mengesahkan bahwa pasar, hukum atau negara harus dibungkus dalam kaum-kaum borjuis bukan atas penguasaan rakyat proletariat. Bila hak-hak perampasan itu di ambil oleh penguasa maka Negara menjunjung tinggi nilai anti Kemerdekaan, ekomis dan pikiran bagi bangsa.

Coba kita analisis secara sederhana!

Kalau di Inggris yang lebih utama di bangunkan oleh negara adalah ATM pikiran bukan pengembangan, peningkatan dan pemberdayaan industri berkembang. Secara akademis mereka memandang, motifnya Sentralisasi industri, (industry century) adalah pusat investasi kapital.

Makanya revolusi pasar dan industri kapitalisme pertama di Inggris terjadi pada tahun 1678. (baca, Refleksi atas Revolusi Eropa: Crane Brinton)  Namun ini dipertahankan oleh negara. Salah satu yang di uji coba, trietment out pada saat itu adalah bagaimana negara membuat trietment expansion?

Atau yang biasa kita sebut percobaan ekspansi. Hukumnya di kapitalisasi berdasarkan nilai, harga, dan kegunaan barang, (Kart Mark; Das Kapital). Pasar hanya berfungsi mematahkan hak-hak kemanusiaan bukan mensejahterakan manusia.

Salah satu buktinya adalah muncul frame of utilitarian. Dalam bukunya John Rawl; Theory of Justice. Itu dijelaskan bahwa kemerdekaan manusia hanya berlaku pada standar kententuan harga dan nilai barang.

Oleh karena itu, kalau ini terus terjadi di negara dan bangsa Indonesia ini, maka racun pasar, investasi, atau kebebasan transaski: Disoriented and serial capital of unjustice sedang naik stadium tiga.

Lambat laun negara akan gagal: The Nations Fail seperti yang di tuliskan oleh Daron Acemoglu and James A. Robinson. Terlalu banyak naif, dan buruk untuk di perbaiki kembali. Padahal Di situ berpotensi, The Origins of Power, Prosperity, and Poverty. Yakni,  mempunyai kekuatan, keadilan, dan kesetaraan.

Ikuti tulisan menarik Bunk ham lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler