x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Jumat, 17 Januari 2020 08:35 WIB

Era Digital Kian Banyak Kaum Ngalor-Ngidul, Segala Rupa Dikomentari

Era boleh digital. Tapi makin banyak kaum ngalor ngidul. Orang-orang yang segala rupa dikomentari sekalipun bukan ahlinya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Salah satu hobby orang pintar sekarang. Mungkin, doyan "ngalor-ngidul”. Ngomong atau ngobrol tapi ngalor ngidul. Berbicara tentang segala hal. Apa saja dikomentari. Seolah-olah sudah ahlinya, seperti tahu banyak segala hal.

Istilah ngalor-ngidul tidak ada hubungannya dengan Laut Kidul.

Ngalor-ngidul, segala kejadian diomongin. Banjir diomongin, Jiwasraya dikomentarin, keratin agung sejagat dibahas. Segala arah mata angin pun bisa dibicarakan. Sebut saja, kaum ngalor-ngidul.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dulu, setahu saya yang suka ngalor-ngidul itu, mereka yang suka nongkrong di warung kopi. Atau tukang ronda alias begadangan. Tapi zaman now, ngalor-ngidul sudah jadi hobby. Apalagi pegiat media sosial, bisa jadi juara ngalor-ngidul. Sesuatu yang sudah jelek makin dijelek-jelekin, Sesuatu yang bagus pun dijelek-jelekin. Sing ngalor ya ngalor, sing ngidul ya ngidul.

Saking doyan ngalor-ngidul.

Orang zaman now, makin jauh dari realitas. Harapan kian bertentangan dengan kenyataan. Omongannya bertolak belakang dengan perilakunya. Komentarnya justru berselisih dengan kebiasaannya. Namanya ngalo-ngidul.

Ada benarnyanya ungkapan “manusia butuh waktu dua tahun untuk belajar bicara, tetapi butuh waktu berpuluh-puluh tahun untuk belajar diam”. Biar tidak ngalor-ngidul. Apalagi di media sosial. Semua orang terlalu gampang komentar tentang apapun. Biar semuanya viral, biar kawannya banyak yang komentarin. Hingga akhirnya, berita yang tidak benar alias bohong pun disebar-luaskan. Terdorong untuk segera men-sharing berita, sambil bertanya “ini benar gak ya?”.

Komentar atau omongan yang dibangun bukan atas ilmu dan keahlian. Maka wajar, akhirnya makin gaduh makin keruh suasananya. Komentar yang negatif, bikin dampak lebih buruk dan jauh dari solusi. Kaum ngalor-ngidul.

Kaum ngalor ngidul itu sudah hilang sifat hati-hatinya. Gagal menahan diri bahkan gemar memperkeruh suasana. Mereka lupa, terlalu banya bicara itu justru bisa mengeraskan hati. Lupa, bahwa lisan bisa berbuah petaka atau syarat masuk neraka.

Kaum ngalor-ngidul lupa. Berita benar yang berdampak negatif saja tidak boleh asal-asalan menyebar-luaskan ke publik. Karena apapun, harus dupertimbangkan baik buruknya; cek maslahat atau mudarat.

Ngalor-ngidul, memang tidak butuh orang kaya atau miskin. Orang pintar atau bodoh. Bahkan membuat rancu antara orang salah atau benar. Karena yang penting, kaum ngalor ngidul harus bicara, wajib komentar. Biar tenar, biar kesohor sekalipun tekor.

Maka jangan sampai hidup larut dalam ngalor-ngidul. Karena bagusnya dunia itu justru ketika terpisah antara yang bagus dan jelek. Sebaliknya jeleknya dunia itu saat kita mencampur-adukkan antara bagus dan jelek.

Maka berhentilah ngalor-ngidul. Seperti nasehat Nabi Muhammad SAW “Cukuplah sebagai bukti kedustaan seseorang bila ia menceritakan segala hal yang ia dengar.”(HR. Muslim). #KaumNgalorNgidul

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler