Sejumlah anggota DPR mengikuti Rapat Paripurna pembukaan Masa Sidang II tahun 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 13 Januari 2020. Rapat tersebut dihadiri 285 dari total 575 anggota DPR. TEMPO/M Taufan Rengganis
Senin, 20 Januari 2020 08:35 WIB
Suap Rp 400 Juta dan Motif Jadi Anggota DPR
Mengapa seseorang begitu mudah mengeluarkan uang Rp 400 juta agar dapat menjadi anggota DPR? Apa sesungguhnya motivasi politikus ini sehingga sedemikian berhasrat untuk duduk di kursi DPR?
Dibaca : 6.301 kali
Media massa memberitakan, nilai suap yang diterima WS, mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum, sebesar Rp 400 juta. Diberitakan, uang itu digunakan untuk memuluskan keinginan politikus untuk menjadi anggota DPR melalui mekanisme pergantian antar waktu. Awam tentu bertanya: mengapa seseorang begitu mudah mengeluarkan uang sebanyak itu agar dapat menjadi anggota DPR? Apa sesungguhnya motivasi politikus ini sehingga sedemikian berhasrat untuk duduk di kursi DPR?
Motivasi seseorang untuk menjadi anggota DPR jarang diungkap ke hadapan publik. Apakah ia betul-betul ingin memperjuangkan kepentingan rakyat, ataukah ia ingin terlihat terhormat di hadapan masyarakat, ataukah ia sekedar mengikuti trend para selebritas yang ramai-ramai terjun ke dunia politik, ataukah ia punya tujuan lain yang sifatnya pribadi?
Pertanyaan mengenai motivasi menjadi relevan ketika kita tahu seseorang begitu mudah mengeluarkan Rp 400 juta untuk mempermudah jalannya menuju Senayan. Pertanyaan serupa juga berlaku bagi orang-orang yang sanggup menghabiskan miliaran rupiah agar bisa menjadi bupati, walikota, ataupun gubernur. Apa sesungguhnya motivasi mereka?
Bagi sebagian orang, Rp 400 juta itu uang kecil, sehingga ia rela dan mudah merogoh sakunya untuk menyuap. Bagian sebagian lainnya, Rp 400 juta itu uang besar, sehingga ia tergiur untuk menerimanya meski ia mempertaruhkan integritas dan mengambil risiko hukum. Sebagian orang mungkin selamat ketika melakukan praktik suap-menyuap, tapi sebagian lainnya bisa bernasib apes seperti dialami WS—apa lagi jika ia tidak memiliki dukungan politik sehingga akan mudah ditekuk.
Jika bermaksud memperjuangkan kepentingan rakyat, bukankah ia akan menempuh cara-cara yang mendukung tujuan itu? Artinya, proses sama pentingnya dengan tujuan—bahkan proses lebih penting, sebab sekalipun seseorang telah menempuh jalan demokratis belum tentu ia mencapai tujuannya. Namun, sekalipun ia gagal meraih tujuan, ia telah menjalani proses dengan cara yang benar, bukan membenarkan segala cara.
Jikalau tidak diketahui publik, integritas dan risiko hukum bukan persoalan karena hal-hal yang menabrak aturan tidak terungkap oleh media. Atau, jika ia orang kuat atau didukung orang kuat, maka risiko itu juga bisa diperkecil. Bagaimana jika ia hanya sekedar bidak atau pion yang sewaktu-waktu dapat dilempar keluar dari arena permainan, dikorbankan untuk menyelamatkan kuda atau gajah, lalu ia diganti oleh bidak lainnya?
Orang banyak juga bertanya-tanya: apakah praktik semacam ini hanya puncak dari gunung es? Amat sedikit yang terlihat, sementara yang tertutup es sungguh berjibun? Seberapa banyak orang yang terjun ke dunia politik dengan niat memajukan kesejahteraan rakyat? Lebih banyak mana dengan orang yang berangkat dengan tujuan berbeda dan lebih bersifat pribadi?
Motif memang tidak selalu mudah terlihat di muka umum, sebab ketika kampanye tiba orang-orang terlihat bagai pejuang rakyat yang menjanjikan kebaikan. Kita tahu apa maunya setelah mereka duduk di kursi yang mereka inginkan. Sayangnya, kita sebagai rakyat, membiarkan semua itu terjadi. Kita memilih mereka untuk duduk di kursi DPR, bupati, walikota, atau jabatan apapun tanpa peduli apa motivasi mereka, keinginan mereka, maupun tujuan mereka yang sesungguhnya. Kita terbuai oleh janji-janji. >>
Suka dengan apa yang Anda baca?
Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.
Jumat, 15 Januari 2021 05:55 WIB

Raffi Ahmad Ceroboh Saat Digadang Menjadi Role Model
Dibaca : 649 kali
Rabu, 6 Januari 2021 18:11 WIB

Menanggulangi Mahalnya Harga Tempe dan Tahu
Dibaca : 995 kali
Rabu, 6 Januari 2021 12:32 WIB

Daya Tarik Pekerjaan Guru Itu Menjadi PNS, kok Disetop?
Dibaca : 961 kali
Kamis, 7 Januari 2021 11:23 WIB

Selebrasi Vaksin, Perlukah Saat Ini?
Dibaca : 1.340 kali
Senin, 28 Desember 2020 12:35 WIB

Lagu Indonesia Raya Diparodi, Momentum Refleksi dan Instrospeksi Pemimpin Negeri, dan Pelaku Ditangkap
Dibaca : 935 kali
Jumat, 25 Desember 2020 05:38 WIB

Prabowo-Sandi Tak Konsisten, Rakyat Semakin Enggan Berpolitik
Dibaca : 1.117 kali
Selasa, 22 Desember 2020 17:04 WIB

Sudah Siapkah Sekolah Menggelar Belajar Tatap Muka Mulai Januari?
Dibaca : 870 kali
Kamis, 17 Desember 2020 15:44 WIB

Surat untuk Karni Ilyas dari Pecinta ILC di Toboali
Dibaca : 1.388 kali
Surat untuk bang Karni Ilyas sebagai host Indonesia Lawyer Club.
Minggu, 13 Desember 2020 05:51 WIB

Wuih, Anggaran Toilet Sekolah di Bekasi Ratusan Juta Rupiah, Kok Bisa?
Dibaca : 1.189 kali
Jumat, 11 Desember 2020 18:52 WIB

Berita Konflik Polisi versus FPI Menutupi Berita Pilkada hingga Korupsi
Dibaca : 917 kali
4 hari lalu

Ketua Satgas Covid-19 Umumkan Positif: Nah, Begitu Bagus!
Dibaca : 1.121 kali
4 hari lalu

8 Aplikasi yang Tepat untuk Kalian yang Hobi Menulis, Asah Bakatmu Mulai Dari Sekarang!
Dibaca : 808 kali
2 hari lalu

Data Wabah, Akurasi Lemah Pengambilan Keputusan Bisa Salah
Dibaca : 786 kali
4 hari lalu

Berkat Pertamina, UMKM Naik Kelas dan Menjadi Berkah untuk Warga Sekitarnya
Dibaca : 756 kali
2 hari lalu
