Main tabrak aturan
Problem penting yang perlu diselesaikan tentu saja soal pembuatan kebijakan yang diterima semua pihak. Sejak zaman Presiden Sukarno, kawasan Monas memang dibangun dan kelola oleh pemerintah pusat. Hanya belakangan, penataan dan pengelolaannya diserahkan ke Pemda DKI.
Hal itu diatur dalam Keppres 25/1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka di Wilayah Daerah Khusus Ibu kota Jakarta. Inti aturan ini, Gubernur DKI ditetapkan secara otomatis sebagai ketua badan pelaksana pembangunan dan pengelolaan. Tugasnya merencanakan, melaksanakan dan mengelola kawasan Monas.
Hanya, di luar itu ada Komisi Pengarah yang diketuai oleh Menteri Sekretaris Negara dan beranggotakan sejumlah menteri. Komisi Pengarah inilah yang memberikan persetujuan atas perencanaan beserta anggaran pembangunan. Anggarannya bisa berasal dari APBN, APBD, dan sumber pendapatan lain yang sah.
Rambu-rambu itulah yang diabaikan oleh Gubernur DKI Anies Baswedan. Sang gubernur sudah diberi wewenang mengelola Monas, dan mungkin merasa tidak perlu berkomunikasi terus-menerus mengenai kebijakan pembangunan di kawasan ini.
Di masa kempimpinan Basuki Tjahaja Purnama dan Djarot Syaifullah, pemerintah DKI selalu menyingung Keppres itu saat menata Monas. Ketika merevitalisai Air Mancur di kawasan ini, sehinggap bisa “menari” lagi pada 2017, misalnya, Djarot juga tidak sembarangan.
Sang gubernur mengacu pada Keputusan Gubernur Nomor 792 Tahun 1997 tentang Rencana Tapak dan Pedoman Pembangunan Fisik Taman Medan Merdeka. Keputusan gubernur ini dibuat setelah pemerintah DKI ditugaskan untuk membangunan dan mengelola kawasan Monas .
Kaitan pembangunan kawasan Monas sekarang dengan kebijakan yang sudah dibuat pada masa lalu itulah yang kini kurang diperhatikan oleh Gubernur Anies. Selain, itu seharusnya Gubenur tetap minta restu kepada pemerintah pusat.
Selanjutnya: penggunaan Monas
Ikuti tulisan menarik Anas M lainnya di sini.