x

Ilustrasi Paspor Indonesia

Iklan

Dewa Made

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 29 Januari 2020 08:07 WIB

Sistem Perpanjangan Paspor Online Acakadut, Malah Merepotkan

Sistem antrian online perpanjangan paspor ternyata membawa saya pada pelayanan sistem keimigrasian yang masih ribet dan buruk. Program digitalisasi, 'internet of things', program pemangkasan birokrasi, dan seterusnya, hanya omong-kosong.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 PROSES PENDAFTARAN KE KANTOR IMIGRASI

Walaupun saya sudah membaca syarat yang dibutuhkan untuk perpanjangan paspor hanya paspor lama dan e-KTP, untuk berjaga-jaga agar tidak bolak-balik, saya menyiapkan: KK, akta, ijazah terakhir, hingga surat keterangan dari kantor.

Masuk ke Kantor Imigrasi Kelas 1, bukan berarti pelayanan juga nomor 1. Tidak ada petunjuk alur pendaftaran yang jelas. Kita dipaksa untuk bertanya kepada petugas di dekat pintu. Dia akan menanyakan kertas cetakan barcode dan melihat apakah keterangan waktu yang tertera sudah sesuai dengan waktu (hingga jamnya) yang tercetak.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Petugas ini kemudian meminta kita mengisi formulir. Deg! Raut muka saya mulai kesal. Apa gunanya data yang saya isi secara online jika saya harus mengulang kembali untuk mengisi formulir secara manual.

Dalam khayalan futuristik saya, ketika menunjukkan barcode, ada petugas yang memindai lalu mencetak data diri saya sesuai yang dimasukkan saat daftar online. Atau untuk urusan perpanjangan, petugas tinggal mengakses data identitas di paspor sebelumnya yang ada di server imigrasi, lalu mencetaknya untuk kita.

Kemudian kita hanya memeriksa kembali dan memastikan data tersebut sudah sesuai permohonan, dengan membubuhkan tanda tangan. Tetapi itu murni imajinasi. Kita sebagai pemohon paspor masih direpotkan dengan dokumen yang tidak perlu.

Kembali ke dunia nyata, setelah mengisi formulir secara manual, barulah saya menuju petugas yang memindai barcode. Petugas ini hanya memastikan antrian dan dokumen yang dibawa telah memenuhi persyaratan. Yang membuat saya lebih kesal, petugas ini tetap meminta sertakan dokumen seperti ijazah, akta, KK, hingga surat keterangan. Padahal di website indonesia.go.id jelas-jelas disebutkan hanya butuh e-KTP dan paspor lama.

Kalau mau berpikir jernih, KTP saya sudah elektronik. Ini artinya data NIK saya sudah berada di server kependudukan yang telah disinkronkan dengan data KK terbaru. Bukankah cara ini sudah dilakukan saat pemilu untuk memverifikasi data pemilih? Seharusnya petugas Imigrasi tinggal melakukan proses verifikasi yang sama.

Kenapa Imigrasi masih memilih cara konvensional untuk verifikasi identitas dengan metode manual pengecekan segambreng dokumen? Ini seolah menegaskan kalau Imigrasi tidak percaya data kependudukan yang dibangun pemerintah. Gara-gara ini urat di kening langsung mengencang.

Positifnya pemberitaan media soal sistem online paspor ini ternyata hanya bualan belaka. Ini tidak lebih dari sistem alakadarnya. Apa alasan website imigrasi begitu berat sementara jika dibandingkan web e-commerce, kemampuannya tertinggal jauh.

Jumlah pengakses website Imigrasi jelas jauh lebih kecil dibanding pengakses situs e-commerce yang mencapai puluhan juta pengguna. Tapi sayangnya situs e-commerce jauh lebih responsif. Menurut teman saya, percuma pemerintah sok-sokan gembar-gembor jaringan 5G padahal hanya untuk menyediakan situs pelayanan publik yang ramah pengguna saja, responnya masih sangat menyedihkan.

Mencoba bersabar dengan lelucon ini, saya harus mengikuti alur konvensional Imigrasi demi keluarnya paspor. Setelah petugas memindai barcode, saya mendapat nomor antrian. Berbekal nomor antrian ini saya hanya menunggu dipanggil untuk wawancara serta sesi foto.

Saat sesi wawancara, petugas menanyakan tujuan pembuatan paspor. Celakanya, ketika dia mengecek satu per satu dokumen yang saya sertakan, dia menandai salah satu dokumen. Terdapat salah pengetikan pada surat keterangan dari kantor.

Petugas itu meminta saya membuat ulang dan membawanya saat pengambilan paspor. Seperti yang saya pikirkan tadi, dengan e-ktp dan paspor lama, harusnya dokumen pendukung sudah jadi bahan pertimbangan minor, bukan? Ya sudah, saya lelah. Lelah karena geli menyaksikan banyak 'lelucon' dalam proses pembuatan paspor kali ini.

Untungnya proses berlanjut ke sesi foto. Selesai foto, saya bertanya mengenai waktu penyelesaian paspor. Petugas mengatakan bahwa proses pembuatan paspor biasa, pengerjaannya sekitar 7-10 hari. Sementara untuk paspor elektronik sekitar 3 minggu. Lagi-lagi informasi ini berbeda dengan yang saya baca, yang mana untuk paspor biasa hanya butuh pengerjaan 5 hari.

Kalimat akhir pemanis dari petugas: setelah melakukan pembayaran, saya tidak perlu konfirmasi lagi karena sudah otomatis oleh sistem. Jika paspor telah jadi, akan ada SMS pemberitahuan. Ini cukup menghibur.

Saya pun membayar tunai Rp 350 ribu rupiah di loket yang tersedia. Bukti bayar ini harus disimpan untuk nantinya ditukarkan saat pengambilan paspor baru.

Selanjutnya: Tak ada pemberitahuan paspor telah selesai

Ikuti tulisan menarik Dewa Made lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Establishment

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 10 April 2024 09:18 WIB

Terkini

Terpopuler

Establishment

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Rabu, 10 April 2024 09:18 WIB