x

Nadiem

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 9 Februari 2020 12:15 WIB

Mengapa Merdeka Belajar Bukan Belajar Merdeka?

Di tangan Nadiem, pendidikan Indonesia dituntut segera bergerak ke arah perbaikan dan kualitas

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Masyrakat Indonesia, dalam bidang pendidikan, kini sedang harap-harap cemas, menunggu gebrakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) baru kita, Nadiem Makarim, apakah akan dapat mengentaskan pendidikan Indonesia menjadi berkualitas.

Di antara beberapa gebrakan tersebut, barangkali belum ada yang menyadari tentang program yang sudah diluncurkan, yaitu kebijakan program Merdeka Belajar. Sejak diluncurkan, hingga saat ini saya masih putar otak. Bila Nadiem menyebut Merdeka Belajar, sesuai hukum DM-nya Sutan Takdir Alisjahbana, maka pokok masalah, bukan menjadi belajarnya yang merdeka, tetapi menjadi terbalik, merdekanya yang belajar.

Bukankah maksudnya, belajar yang merdeka? Seperti Nadiem juga menyebut Kampus Merdeka, artinya kampus yang merdeka? Sayang, tajuk kebijakan yang diluncurkan, mungkin kurang dianalisis dengan cermat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selanjutnya, selain menyoal hukum DM, program `Belajar Merdeka dan Kampus Merdeka`,  ternyata setelah  kebijakan tersebut diluncurkan, kini juga membikin bingung. Di lapangan masih banyak yang bingung. Di Dinas Pendidikan bingung, sekolah bingung, guru-guru bingung, orang tua bingung. Kebingungannya semisal, bagaimana nanti mengukur ujiannya, sedang USBN saja masih banyak yang bingung.

Kebingungan ini juga tersirat dari apa yang dikemukakan oleh pengamat pendidikan, Indra Charismiadji, dalam pertemuannya dengan Nadiem di kantor Kemendikbud, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (7/2/2020), yang membahas soal feedback dari Kebijakan Merdeka Belajar, mengapa semuanya menjadi bingung.

Alasannya, Indra menegaskan pemerintah (Kemendikbud) belum melakukan sosialisasi ke daerah tentang kebijakan Merdeka Belajar. Kemendikbud perlu melakukan sosialisasi untuk kebijakan ini, karena kebijakan sudah viral, namun sudah di launching, belum ada sosialisasi, juga belum ada Permennya.

Untuk itu, harapannya, sebelum meluncurkan kebijakan-kebijakan baru yang lain, alangkah bijaknya bila Mendikbud kita ini, tidak semakin menambah kebingungan masyarakat bila secara program dari hulu ke hilir belum tersusun, belum ada Permen, terlebih belum ada sosialisasi, belum ada uji coba. 

Atau apakah program kebijakan Nadiem ini memang sengaja tidak perlu ada sosialisasi dan uji coba, karena semangatnya adalah 'berubah' dan berkejaran dengan waktu, seperti semangat pindah Ibu Kota RI, yang dititahkan oleh Presiden Jokowi. Ibu Kota RI, harus pindah saat masa jabatan Presiden periode kedua habis, maka akan menjadi catatan sejarah.

Bila kini Nadiem terus melakukan pengkajian tentang apa yang akan dilakukan dengan program-programnya, dengan keterbatasan waktu sesuai masa jabatan, kebijakan-kebijakan Nadiem dalam rangka mencapai target hasil pendidikan yang berkualitas, tidak semakin menambah benang kusut pendidikan di Indonesia dan  tidak membikin bingung.

Sejak bangsa ini merdeka, di tangan berbagai Mendikbud sebelum-sebelumnya, mengubah sistem pendidikan di Indonesia yang wilayah jangkauannya berlipat-lipat bila dibandingkan dengan negara-negara yang kualitas pendidikannya terbaik di dunia, bukan hal semudah membalik telapak tangan. Sudah terbukti, setelah sekian periode kepemimpinan, sejak Indonesia merdeka, siapapun yang ditugaskan menjabat sebagai Mendikbud, tentu akan tergopoh-gopoh dalam tuntutan hasil pendidikan yang memenuhi standar kualitas.

Sebab dan masalahnya adalah, jabatan menteri yang terbatas hanya lima tahun, mustahil bagi siapa saja yang diberikan wewenang, sudah terbukti akan sulit menuntaskan proses perubahan pendidikan menuju arah yang berkualitas. Tidak terkecuali, Nadiem Makarim yang sengaja dihadirkan oleh Presiden Jokowi sebagai perwakilan dari generasi milenial.

Hemat saya, semua yang pernah menjabat Mendikbud, berupaya dan berproses mengusung perubahan. Namun, tatkala proses belum tuntas, selalu terhenti karena tugas dan wewenangnya digantikan oleh pejabat lain, yang kemudian selalu mengubah program dan kebijakan pendidikan baru lagi. Akhirnya, setiap saat, setiap ganti menteri, maka ganti kebijakan dan guru sebagai ujung tombak pelaksana kurikulum di lapangan, tak pelak selalu menjadi korban dan anak didik sebagai obyek pendidikan menjadi sasaran ketidakpastian, buntutnya, hasilnya selalu jauh dari harapan.

Akankah di peridoe pemerintahan ini, pendidikan Indonesia akan bergerak ke arah yang berkualitas dari berbagai sisi? Apakah kita hanya akan menjadi saksi dan penonton mengapa negara lain pendidikannya dapat berkualitas?

Dalam kasus virus Corona saja, meski WHO sudah mendeklarasikan keadaan darurat wabah Corona. Lalu, lebih dari duapuluh negara warganya telah turut menjadi korban keganasan virus Corona. Negeri kita hebat. Rakyatnya kebal dari virus Corona, karena belum ditemukan satu pun kasus yang terdampak virus Corona. Coba dalam sektor pendidikan bangsa ini juga bangkit. Kita bisa kebal, negara lain terdampak. Negara lain berkualitas, seharusnya kita juga dapat berlipat kualitasnya.

Jangan kita hanya menjadi pembaca berita seperti Rilis dari worldtop20.com, yang menyebut ada lima negara yang dinyatakan memiliki kualitas sistem pendidikan terbaik di dunia pada tahun 2019. Negara-negara tersebut adalah Korea Selatan, Finlandia, Norwegia, Rusia, dan Hong Kong. Kira-kira, di tangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) baru kita, Nadiem Makarim, pendidikan Indonesia akan meniru/mencontoh negara mana?

Sementara setelah seratus hari kinerjanya sebagai menteri, arah perubahan pendidikan yang diusung Nadiem, masih membuat semua masyarakat Indonesia meraba-raba dan berpikir, apakah hingga akhir masa jabatannya nanti, Nadiem akan menjadi menteri yang berhasil mengangkat kualitas pendidikan Indonesia seperti lima negara tersebut, atau akan benasib sama seperti menteri-menteri pendahulunya.

Jangan bikin bingung Mas Nadiem, dan semoga program "Merdeka Belajar dan Kampus Merdeka", maaf, maksud saya, "Belajar Merdeka dan Kampus Merdeka" akan berjalan sesuai tujuan. Aamiin.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB