x

Iklan

Syarifuddin Abdullah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 14 Februari 2020 08:09 WIB

Jawaban Bahagia yang Berbuah Kebahagiaan

“Apa sih sesungguhnya tujuan utama seseorang bekerja? Dan yang bisa menjawab benar dengan satu kata, saya akan memberikannya hadiah kontan saat ini juga.”

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 Dalam satu kelas pelatihan tingkat menengah di Jakarta sekitar akhir 2017, seorang instruktur mengawali materinya dengan mengajukan satu pertanyaan sederhana kepada sekitar 30 peserta pelatihan:

“Apa sih sesungguhnya tujuan utama seseorang bekerja?”

“Dan yang bisa menjawab benar dengan satu kata, saya akan memberikannya hadiah kontan saat ini juga,” kata sang instruktur melanjutkan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mendengar iming-iming hadiah kontan itu, semua peserta pelatihan langsung berpikir keras untuk menemukan jawabannya.

“Makan, kita bekerja agar bisa makan”, jawab peserta-A.

“Belum benar” kata sang instruktur.

Peserta-B langsung menimpali: “Keluarga, kita bekerja demi keluarga”

“Hampir benar,” komen sang instruktur.

“Biar bisa membantu orang lain”, jawab peseta-C.

“Nyaris benar”, kata Sang instruktur.

“Uang, kita bekerja untuk dapat uang” kata peseta-D.

Pada hari itu, lebih dari separuh peserta memberikan jawabannya, dan tak satu pun jawaban itu yang salah, namun menurut Sang Instruktur, belum bisa disebut jawaban yang paling benar.

Lalu tiba-tiba, ruangan menjadi sunyi, seolah-olah semua peserta berpikir ulang dan bertanya di hatinya masing-masing: iya ya, apa ya tujuan utama seseorang bekerja?

Sejak awal saya menyimak jawaban para peserta, sambil senyum-senyum tipis.

Tiba-tiba Sang instruktur berjalan ke arah kursi saya, dan ketika persis berhadapan dengan saya, Sang instruktur bertanya: “Kalau kamu, jawabanmu apa?”

Saya menjawab dengan suara tenang dan hanya satu kata: “Bahagia”.

Sang instruktur langsung menimpali: “Ini dia jawaban yang paling benar. Tujuan utama kita bekerja adalah mencari bahagia”.

Sepersekian sekon kemudian, sang instruktur kembali berjalan ke mejanya, dan dalam posisi tetap berdiri, ia bilang begini ke arah saya: “Kamu maju ke depan!”

Saya beranjak dari kursi dan berjalan ke depan kelas, kemudian berdiri persis di samping sang instruktur. Lalu sang Instruktur merogoh kantong belakang kanan pantalonnya, mengeluarkan dompet, kemudian mulai menghitung uang merah di dompetnya: 1, 2, 3, 4, 5, sampai angka 10. Satu juta rupiah, yang langsung diserahkan ke saya, sambil mengucapkan, “Ini hadiah kontan yang saya janjikan tadi, atas jawabanmu yang paling benar: bahagia”.

Hari itu, dengan niat bercanda di depan teman-teman peserta pelatihan, duit merah sepuluh lembar itu saya susun berbentuk kipas, lalu mengipas-ngipaskannya sambil berjalan kembali ke kursi saya. Jawaban bahagia yang berbuah kebahagiaan.

Karena ruangan bising dengan suara teman-teman melihat saya mengipas-ngipaskan 10 lembar uang merah itu, saya samar-samar mendengarkan penjelasan sang instruktur: “Untuk apa makan enak, kalau tidak bahagia; apa guna ada uang jika tak bahagia; memenuhi kebutuhan keluarga, jika tak bahagia, bisa menjadi beban; membantu orang lain dengan tujuan apapun jika tanpa bahagia, justru bisa membebani. Bekerjalah untuk meraih kebahagiaan, apapun pekerjaan Anda!!!”

Syarifuddin Abdullah | Amsterdam, 13 Februari 2020/ 19 Jumadil-tsani 1441H

Ikuti tulisan menarik Syarifuddin Abdullah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu