x

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 18 Februari 2020 06:12 WIB

Di Kompetisi IJSL, Mudah Mengidentifikasi SSB yang Hanya Mencari Kemenangan

Pembinaan dan kompetisi sepak bola akar rumput, bukanlah wadah untuk mencari kemenangan dan prestasi!

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Melalui wadah Kompetisi Sepak Bola Indonesia Junior Soccer League (IJSL), mengidentifikasi pembina, pelatih, dan orangtua yang maunya hanya mencari menang untuk mencapai prestasi sebagai juara sangat mudah. 

IJSL yang keberadaannya sudah saya sebut sebagai wadah pembinaan dan kompetisi sepak bola akar rumput, dan menjadi Pondasi Penggemblengan Manajemen SSB (PPMSSB), adalah wadah kompetisi yang tidak memberlakukan sistem degradasi dan promosi. Namun, setiap tahun, ada SSB yang terdegradasi dari kompetisi IJSL, lalu muncul peserta SSB lain yang "lulus manajemen". Begitu seterusnya secara konsisten IJSL bergulir dari waktu ke waktu. 

Bagaimana dapat mengidentifikasi SSB yang "didegradasi" oleh IJSL? Gampang. Ricek saja perjalanan SSB tersebut sepanjang masa kompetisi. Apa yang telah diperbuat oleh manajemen/pelatih/orangtua selama mengikuti kompetisi yang sudah sangat jelas regulasinya. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam kesempatan ini, sama seperti pengingatan saya pada tulisan-tulisan saya khusus menyoal IJSL di Majalah IJSL atau media massa lain, tak henti saya mengajak semua pembina/pelatih/orangtua dari setiap SSB untuk selalu menyadari, memahami, dan dapat mengaplikasikan fungsi dan kedudukan SSB sebagai sarana pembinaan sepak bola akar rumput dan IJSL sebagai wadah penggemblengan manajemen SSB dalam ranah kompetisi yang digagas pihak swasta.

Sepanjang pengamatan saya dalam putaran pertama iJSL U-12 tahun 2020, sejatinya sangat mudah bagi saya, menuliskan dan menyebutkan mana SSB yang seharusnya tidak lagi layak diajak bergabung dalam wadah kompetisi IJSL, sebab tidak lulus manajemen sesuai kitah (garis besar perjuangan) SSB. 

Sebetulnya, saat hari Minggu (16/2/2020) Kompetisi IJSL U-12 memasuki Pekan ke-4 (akhir putaran pertama) di Lapangan NYTC Sawangan, Depok, saya tertawa geli melihat tingkah polah SSB. 

Ceritanya, saat manajemen IJSL seusai pekan ketiga mengumumkan untuk para peserta kembali disiplin kepada regulasi kompetisi yang telah ditetapkan, terutama menyoal kewajiban setiap SSB yang harus membawa minimal 15 pemain, karena setiap tim telah mendaftarkan minimal 20 orang dalam Album Pemain dan tidak menjadikan sebagian pemain yang dibawa hanya duduk manis di bench pemain cadangan, ternyata di pekan keempat, terjadi perubahan yang signifikan. 

Saya sendiri langsung turun ke lapangan, mericek Daftar Susunan Pemain (DSP) setiap tim di Meja IP. Semua tim saya catat, hasilnya rata-rata setiap tim mencoba kembali tertib dan membawa 15 pemain. Sebagian besar ada yang hanya membawa 14 pemain. Saat saya tanya, ofisial SSB bersangkutan, alasannya sudah saya tebak. Ada yang bilang pemain sakit, kegiatan ini, kegiatan itulah, alasannya sangat klasik. 

Lalu, ada yang tetap tidak sadar dan tidak tahu malu, bahwa hari itu, pertandingan cukup ketat diawasi, tetap saja ada SSB yang hanya membawa 10 pemain. Saat ditanya mengapa hanya 10 pemain yang dibawa, alasannya pun sudah dapat ditebak. Yang lebih memilukan, ada SSB yang hanya membawa 10 pemain, namun baik pelatih maupun ofisialnya, sikapnya sangat jelas seperti sedang tidak mendampingi tim SSB bertanding. Berteriak demi timnya menang, bahkan sampai memprotes keputusan wasit, bila timnya merasa dirugikan. 

Pemandangan ini memang tak luput dari pengamatan saya yang juga didampingi tim panitia IJSL. Tak lepas pula dari pengamatan saya, ini sangat luar biasa, meski membawa 14/15 pemain, ternyata pelatih hanya memainkan pemain utama saja dan membiarkan pemain lain duduk manis menjadi penonton di bench pemain. 

Semua perilaku tersebut sangat jelas karena demi tujuan timnya meraih kemenangan, meski harus mengorbankan sebagian besar pemain yang hadir di pinggir lapangan. Praktis, pemandangan ini sangat kontras dengan SSB lain, yang patuh pada regulasi, sehingga manajemen/pelatih/dan orangtua serta pemain tetap sangat ceria dan bahagia, sebab ada SSB yang bahkan selalu membawa lebih dari 15 pemain, bahkan ada yang lebih dari 20 pemain, namun tetap memainkan seluruh siswanya. 

Meski durasi  bertanding hanya 2 x 12 menit, berapapun menit bermain yang diberikan kepada siswanya oleh pelatih sesuai aturan manajemen SSB, siswa dan orangtua tetap senang. Sebab tujuan dari mengikuti kompetisi IJSL adalah mengukur dan mengevaluasi perkembangan hasil latihan. 

Bukan mencari kemenangan yang sudah direncanakan. Pura-pura ini, alasan itu, maka hanya membawa sedikit pemain yang berkualitas, atau menjadikan pemain lain hanya sebagai penonton di bench pemain. Ingat, roda manajemen SSB itu ditopang olah anggaran dari iuran orangtua pemain. Jadi, jangan pernah menciderai hati dan pikiran orangtua atau anaknya sebagai siswa SSB.

Haruskah IJSL membuat regulasi seperti kompetisi kakaknya di Liga Kompas U-14 atau Liga TopSkor U-12 dan U-13 yang menerapkan regulasi minimal DSP 18 pemain dan seluruh pemain wajib dimainkan sesuai aturan? Bila jumlah pemain kurang dari aturan DSP, maka tim bersangkutan dikurangi poin?

Dalam tahun kedua digelarnya kompetisi IJSL 2014, regulasi pengurangan poin sudah dilakukan bagi tim yang tidak membawa pemain sesuai aturan, namun regulasi semacam Liga Kompas dan Liga TopSkor, nyatanya kurang tepat diberlakukan di kompetisi IJSL yang menggelar pertandingan menggunakan banyak lapangan.

IJSL tetaplah IJSL sebagai penggeblengan manajemen SSB, sehingga bagi manajemen/pelatih/orangtua yang hanya berharap kemenangan dan mencari prestasi juara, maka SSB bersangkutan memang saya sebut tidak layak membina pemain sepak bola akar rumput. 

Haruskah kompetisi IJSL yang sudah menjadi kawah candradimukanya pembinaan sepak bola akar rumput yang benar, berubah haluan? Tidak. 

Justru dengan regulasi yang ada kini, IJSL akan terus konsisten menjadi penggembleng manajemen SSB. 

Apakah di putaran kedua IJSL U-12, akan tetap ada SSB yang manajemen/pelatih/orangtua tetap tak menyadari dan tak tahu malu, bahwa selama ini sepak terjang mereka di awasi melalui bukti DSP, foto dokumentasi, dan catatan-catatan lainnya, serta diamati secara konsisten, akan tetap bertindak sama seperti di putaran pertama? Kita lihat. 

Semoga, catatan penting ini, juga menjadi perhatian bagi SSB (manajemen/pelatih/orangtua) yang timnya teregistrasi menjadi peserta Kompetisi IJSL U-8 dan U-10. 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terkini

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB