x

Iklan

muhyidin imam

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 21 Januari 2020

Selasa, 18 Februari 2020 14:33 WIB

Standarisasi Kecantikan

Dunia seakan tak pernah bosan memamerkan keelokannya, sebagai bukti bahwa sang pencipta tak sedetikpun berhenti memberikan detak nikmatnya kepada mereka yang berada di muka bumi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dunia seakan tak pernah bosan memamerkan keelokannya, sebagai bukti bahwa sang pencipta tak sedetikpun berhenti memberikan detak nikmatnya kepada mereka yang berada di muka bumi.

Berjuta puji tak mencukupi bagi sang rahiim yang telah menciptakan hati pada makhluk bernama manusia agar lebih manusiawi, sehingga menjadikan mereka khalifatul ardhi.

Pernah terfikir olehku apa makna keindahan pada keturunan adam yang semakin kehilangan esensinya bak sajak tak berirama, entah siapa yang memulai dan siapa yang bertanggung jawab atas penilaian kata “indah” saat ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pikiranku sudah terlalu berpusat pada rotasi standarisasi yang dibangun semakin masif bahwa cantik adalah yang terbaik. Dimana manusia dari sebuah negeri eksentrik rela menggunakan plastik agar bergelarkan “cantik”, membuang mata tipis berbinar agar menjadi lebih lebar bak penghuni dari negeri ciamik.

Bahkan anak-anak manusia dari negeri antah berantah yang disusuri garis khatulistiwa selalu berlomba-lomba mengubah kulit mereka yang coklat mempesona menjadi lebih tinggi kecerahannya agar mirip ratu yang dipinang raja dalam film laga yang tersebear ruah posternya diseluruh sudut kota. Dengan perangkat-perangkat yang tak murah tentunya, hingga suntik pembunuh pigmen yang tak berdosa.

Dan kabar aneh datang dari negeri-negeri penguasa peradaban masa kini karena banyak dari penduduknya yang menutupi kulit cerah yang mereka anggap pucat agar lebih cokelat dengan spray entah apa itu hingga terbias senyuman dari bibir tipis mereka atas pencapaian yang dianggap eksotis.

Seakan ummat ini semakin lupa atas nikmat dari sang pencipta dan tak sadar bahwa standarisasi kecantikan ini makin diatur oleh mereka para pemilik modal bisnis perangkat kecantikan raksasa. Dibuatlah iklan-iklan pengubah pikiran bahwa putih adalah lambang kecantikan sehingga orang-orang berkulit gelap berbondong-bondong membeli produk pemutih yang mereka buat. Dan mereka sadar di barat tak mungkin kuat menjual pemutih kulit karena warna mereka sudah sangat langsat. Digemborkanlah bahwa kulit gelap akan terlihat menawan bermartabat dengan spray yang akhirnya laku keras tanpa butuh keringat demi memenuhi hasrat yang tak kenal karat.

Penggiringan opini mereka yang masif cukup berhasil untuk menghapuskan cantik yang relatif seperti sebuah kisah fiktif yang membolak-balikkan antara positif dan negatif  hingga melahirkan pemikiran yang primitif  untuk manusia yang mengaku dirinya paling produktif dalam berbagai penemuan yang berawal dari sebuah inisiatif.

Bukankah manusia terbaik yang pernah dilahirkan di muka bumi ini pernah berkata “sebaik-baik dari kalian ialah yang bertakwa”, manusia yang diutus memperbaiki akhlak ini dan menjadi rujukan jutaan manusia lainnya dari berbagai zona zaman yang belum terhenti telah memberikan standar keindahan terbaik bagi kita yang juga mengaku mencintainya sepenuh hati.

Bukankah beberapa kalimat itu telah meruntuhkan seluruh standarisasi yang dibentuk oleh mereka yang berfikir klasik hanya menatap fisik, tak sadar bahwa kecantikan hatilah yang terbaik, tak memandang warna, harta, kasta apalagi sang jelita. Hanya securik kalimat itulah yang membuat mereka tunduk tak berkutik.

Sepucuk pesan wahai ayah-ayah hebat, tetaplah tangguh untuk membimbing amanahmu agar mejadikan keluarga tercinta yang bertakwa. Dan hai ibunda terkasih, terimakasih atas seluruh kasih yang tak kenal perih untuk mendidik buah hati menjadi  pemimpin kelak nanti.

Dan teruntuk kalian wahai para  ayah dan bunda di masa mendatang, tetaplah jaga jiwa untuk mempersiapkan amanah yang akan segera bersua, nikmatilah setiap detik proses yang terkadang membuat mu merasa lelah, tapi percayalah akhirnya akan selalu indah,karena nikmatnya berbuka hanya bisa dirasakan oleh mereka yang berpuasa.

Teruslah seperti itu. Jagalah dirimu yang menentukan keindahanmu dan cantiknya hatimu.

Keindahan yang tak memandang fisik bagi mereka pemilik hati terbaik.

Keindahan yang tak terlihat oleh mata tapi bisa dinikmati oleh mereka yang buta.

Keindahan yang membuat waktu pun menyerah tak kuasa melapukkannya.

Keindahan yang terjaga karena pencuri apik pun tak kan bisa merebutnya dari si pemilik.

Bahkan  bidadari cemburu karena sang pencipta pun juga menjamin keindahan yang menyelimuti makhluk bumi terpilih, seperti mereka para bidadari yang keindahannya masih menjadi misteri.

Teruslah seperti itu..

Kau yang terus menjaga..  kau yang bertahan dalam kesabaran..  kau yang sedang lelah menyingkirkan kesah..

Tetaplah seperti itu.

Karena kau lah yang terindah...

 

Dikutip dari: https://ruangcandu.syabmit.net/2020/01/21/standarisasi-kecantikan/

Ikuti tulisan menarik muhyidin imam lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler