x

piala gubernur jatim

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 21 Februari 2020 06:43 WIB

Bahaya, Suporter dan Wasit Tetap jadi Momok Sepak Bola Nasional

Sepanjang suporter tak terdidik, dan wasit tetap jauh dari kualitas, maka jangan harap sepak bola nasional maju.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Gelaran turnamen Piala Gubernur Jawa Timur (Jatim) usai dengan menghadirkan Persebaya Surabaya menjadi kampiun setelah mengempaskan Persija Jakarta di partai puncak. 

Kendati tujuan gelaran turnamen tersebut untuk persiapan masing-masing tim peserta (8 klub, 7 lokal, 1 Malaysia) dalam rangka menuju kick off Liga 1 di penghujung Februari 2020, ternyata, segala persitiwa dalam gelaran tersebut, justru wajib menjadi sinyal waspada khususnya bagi PSSI dan PT LIB, sponsor, Kepolisian, wasit, pemain, klub, suporter, dan publik sepak bola nasional di sekitar stadion penyelenggaraan Liga 1 mendatang. 

Bagi PSSI dan PT LIB, harus waspada pada setiap menjelang, saat laga, dan usai laga atas peristiwa rusuh suporter, yang kini semakin rentan dan sangat mudah terjadi. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bahkan dalam kasus rusuh suporter dalam turnamen ini, suporter bukan hanya rusuh antar suporter, tetapi kondisi rusuh memang nampak jelas dilakukan oleh aktor-aktor suporter yang sengaja memanfaatkan situasi dan kondisi termasuk mengganggu ketertiban umum, memalak, merusak, membakar, yang sulit ditangani oleh polisi karena jumlah massa yang ribuan.

Bahkan laga yang tanpa penonton saja, suporternya malah bentrok di lokasi lain. Ini jelas sangat mengkawatirkan. Liga 1 nantinya akan ada berapa laga, dan sudah dapat diidentifikasi pula mana suporter yang selama ini berseteru. 

Ini masalah suporter, adalah mutlak tanggungjawab PSSI yang seharusnya membina dan mengedukasi, jangan nanti malah dimanfaatkan untuk Komisi Disipiln PSSI justru mencari dan mendulang uang dari lahan menghukum dan mendenda  klub karena ulah suporter. 

Yang pasti, di tengah sepak bola nasional tengah berupaya meraih prestasi, termasuk mendapat kehormatan menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 di 2021, perilaku suporter tetap diam di tempat. 

Bila PSSI tak segera dapat resep bagaimana menjinakkan suporter, maka masalah suporter ini jelas akan menjadi penghambat Liga 1, 2, 3 dan prestasi timnas. 

Suporter yang bila diidentifikasi juga terdiri dari berbagai golongan dan kelas seperti anak SD, SMP, SMA, Mahasiswa, massa umum, dan massa tak sekolah, cara menanganinya juga tidak dapat disamaratakan dalam satu metode, satu kelas, dan satu program. Ada ilmunya, ada caranya, khusus untuk model suporter di tanah air. 

Menyaol suporter ini, saya sudah sangat prihatin, hingga sudah membikin panduan Program Edukasi Suporter Sepak Bola Indonesia (PESSI) yang diakomodir oleh Pusat Pengelola Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK). Jadi, programnya tidak bisa dilakukan secara parsial, namun harus menyeluruh, tidak tentatif, namun berjenjang dan berkelanjutan. Sebab, yang pasti, suporter sepak bola di Indonesia ada spesifikasi khusus. 

Berikutnya, selain suporter, wasit juga tetap menjadi momok setiap laga di Liga 1, 2, dan 3 akan tidak nyaman dan tidak sedap. Meski kini PSSI dan PT LIB menyiapkan teknologi VAR, rasanya teknologi tersebut akan tetap kurang membantu wasit secara pribadi alias kualitas rapor wasit sendiri. 

Sementara di kompetisi sepak bola Eropa, Amerika, dan Piala Dunia, VAR lebih sering dipakai saat menentukan apakah pelanggaran harus pinalti atau bola sudah menjadi gol atau belum, maka wasit akan melihat VAR. 

Coba dalam Liga 1, bagaimana kejadiannya bila wasit malah sudah langsung mengeluarkan kartu merah, padahal pelanggaran tidak keras, tidak ada peringatan, tidak ada kartu kuning seperti kartu merah yang diberikan kepada bek Persija sore tadi. 

Apakah setelah melihat VAR, wasit akan membatalkan kartu merah? Yang pasti, wasit pemimpin laga Persebaya-Persija dalam final Piala Gubernur Jatim tadi, sangat ceroboh. Bagaimana publik tidak langsung berpikir negatif, sebab Persebaya tuan rumah, dan publik bisa saja menuduh, Persija sengaja digembosi di awal laga. 

Kira-kira adakah yang membayar wasit bertindak demikian? Adakah mafia wasit di dalamnya? Untuk pihak polisi, keputusan tak memberi izin laga semifinal antara Persebaya versus Arema FC sudah tepat. 

Namun, mengapa kerusuhan dan korban tetap ada baik dari masing-masing suporter dan masyarakat umum? Sungguh tidak dapat dibayangkan, kira-kira akan seperti apa laga-laga dalam kompetisi sepak bola nasional dengan kondisi suporter yang sudah tidak dapat diarahkan, diatur, dan dikendalikan. 

Lalu kualitas standar rapor wasit yang masih memprihatinkan. Sementara, lebih sering, para komentator siaran langsung di televisi juga memberikan komentar yang justru menyulut masalah. Bukan bersikap obyektif, terkadang menilai dan mengomentari wasit dan pemain atau kejadian yang mengakibatkan kontraproduktif. Camkan itu para komentator di televisi, bukan memperkeruh suasana dengan komentarnya. 

Semoga turnamen pramusim Piala Gubernur Jatim, benar-benar menjadi kewaspadaan seluruh stakeholder sepak bola nasional menjelang bergulirnya Liga 1, 2, dan 3. 

Jangan sampai semua kekisruhan dan rusuh suporter menjadi nilai negatif yang bisa jadi dapat megancam Indonesia dicabut jadi tuan rumah Piala Dunia U-20 oleh FIFA.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler