x

Iklan

Citra Cita

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 Januari 2020

Rabu, 26 Februari 2020 16:35 WIB

Menteri Nadiem Menjawab Tentang Kebudayaan

Nadiem Makarim. Dia bukan sosok Akademisi. Tidak juga Budayawan. Latar belakangnya: Wirausahawan muda. Yang sukses.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Nadiem Makarim. Dia bukan sosok Akademisi. Tidak juga Budayawan. Latar belakangnya adalah Wirausahawan muda yang sukses. Nadiem berhasil membangun usaha transportasi online --dikenal Gojek-- jadi perusahaan start-up berstatus Decacorn. Punya nilai valuasi di atas USD 10 miliar. Gojek bahkan sudah hadir di Vietnam.

Nadiem Makarim hanya 'orang' IT. Namun Oktober tahun lalu, publik tersentak. Nadiem Makarim didapuk jadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Kabinet Indonesia Maju oleh Presiden Jokowi.

Membawahi dua sub-sektor, yakni pendidikan dan kebudayaa. Ada suara optimisme. Tapi ada juga hingar-bingar keraguan. Tapi nyatanya Nadiem menjawab semua anggapan 'miring' tentang sosoknya. Bahkan jawaban di awal menjabat Mendikbud.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selama ini kesannya pendidikan dan kebudayaan berjalan masing-masing, punya rel sendiri-sendiri. Oleh Nadiem menjadi 'tidak begitu'. Pendidikan dan kebudayaan saling memperkuat. Menopang. Selaras.

Di awal memimpin Kemendikbud Nadiem dapat dikategorikan mampu 'mendudukkan' dengan baik kesamaan arah antara pendidikan dan kebudayaan.

Melalui Guru Penggerak. Itu imbauan Nadiem. Dan imbauan itu viral. Menggelegar. Imbauan yang disampaikan saat hari ulang tahun PGRI, November lalu. Melalui surat yang beredar di media dan media sosial.

Imbauan yang menegaskan bahwa dalam pendidikan bisa dilakukan juga suatu pemajuan budaya. Pelaku utamanya Guru. Mengubah budaya pendidikan yang kaku terjadi selama ini--Guru hanya menjelaskan, murid mendengar, mencatat, mengerjakan tugas sekolah, lalu pulang.

Budaya pendidikan perlu maju dinamis. Jangan rigid. Perlu bergerak, berkembang. Makanya Guru Penggerak adalah budaya yang perlu dimajukan. Jadi pola terbaru cara belajar-mengajar. Perlu lahir budaya interaktif diskusi di kelas-kelas sekolah. Jangan hanya monoton menjelaskan, mendengar, mencatat. Yang akhirnya tidak memajukan budaya bernalar dengan baik. Budaya diskusi antar-Guru dan murid perlu 'hidup'.

Murid juga harus punya keberanian menyampaikan pendapat pengetahuannya. Menjelaskan kepada rekan, bahkan gurunya, mengenai pengetahuan diperolehnya. Dengan begitu --budaya biasa berdiskusi interaktif serta memberi kesempatan menjabarkan pengetahuan si murid-- maka dapat terbentuk apa bakatnya.

Si murid punya kesadaran masa depan ingin menuju apa meraih citanya. Budaya untuk menjadi manusia yang percaya diri. Budaya terbiasa 'haus' pengetahuan. Tidak lagi murid yang cuma bisa duduk di kelas. Lalu pulang.

Budaya bergotong royong dalam aktivitas keseharian murid serta sesama Guru. Budaya otentik bangsa Indonesia. Bukan manusia Indonesia yang dehumanis. Padahal cita-cita para pendiri bangsa adalah terus 'hidupnya' semangat saling membantu. Mempunyai kepedulian kemanusiaan.

Nadiem --di awal memimpin-- membawa budaya perubahan. Yang di sinergikannya dengan pendidikan. Cara budaya pendidikan usang dan tidak memajukan, jangan lagi dipakai. Begitu rasanya ingin diterapkan Nadiem.

Akhirnya Nadiem membuktikan bahwa pendidikan dan kebudayaan adalah 'saudara'.

Soal budaya berkesenian, ternyata Nadiem juga hebat saat berakting menjadi murid SMA pada peringatan Hari Anti Korupsi se-Dunia, Desember lalu.*

Ikuti tulisan menarik Citra Cita lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler