x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Minggu, 1 Maret 2020 21:41 WIB

Buku "Lelaki Lima Puluh Tahun Di Bilik Kopi" Karya Pendiri TBM Lentera Pustaka

Apa arti usia di 50 tahun? Banyak orang yang tidak tahu artinya. Sebuah pengakuan pendiri TBM Lentera Pustaka dalam buku antologi puisi dan autobiografi "Lelaki Lima Puluh Tahun Di Bilik Kopi"

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jelang ulang tahun ke-50, Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor menyiapkan buku antologi puisi dan autobiografi tentang dirinya berjudul "Lelaki Lima Puluh Tahun; Di Bilik Kopi". Buku yang berisikan 50 puisi sebagai simbol perjalanan hidupnya sekaligus sejarah hidupnya sebagai potret kehidupan yang dapat memberi inspirasi dan pencerahan bagi pembaca. Dari sejak lahir, sekolah, kuliah, bekerja, hingga menjadi pengabdi sosial di taman bacaan.

Tidak mudah, di tengah profesinya sebagai seorang konsultan professional di DSS Consulting, Dosen di Universitas Indraprasta PGRI Jakarta lebih dari 25 tahun, dan kini Direkttur Eksekutif Asosiasi DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan) dan edukator dana pension di Indonesia.  Ia memilih untuk "mengabdi pada masyarakat" setiap minggunya dari Jakarta ke Bogor untuk membimbing anak-anak usia sekolah dan ibu-ibu buta huruf di kampung kecil di Kaki Gunung Salak Bogor. Demi tegaknya tradisi baca dan budaya literasi di kampung.

Di buku “Lelaki Lima Puluh Tahun; Di Bilik Kopi”, Pendiri TBM Lentera Pustaka menuturkan bahwa pengabdian kepada masyarakat adalah ujung dari perjalanan hidupnya. Bersama TBM Lentera Pustaka, ia memberi contoh pentingnya komitmen dan konsistensi untuk berbagi ilmu dan pengetahuan kepada masyarakat yang membutuhkan. Karena “Khairrunnas anfa’uhum linnas”, sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat kepada orang lain. Bukan orang yang bermanfaat buat dirinya sendiri.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Baginya, TBM Lentera Pustaka yang bermula dari garasi rumah disulap menjadi rak-rak buku, Dinding tembok yang diberi gambar mural. Hingga diberi papan penanda taman bacaan menegaskan tempat itu bukan lagi rumah tapi taman bacaan.TBM Lentera Pustaka baginya, adalah tempat untuk "merendahkan hati". Bahwa perbuatan baik itu tetap di atas pikiran baik. Tempat mengubah "niat baik jadi aksi nyata". Kini di usianya yang 50 tahun, Syarifudin Yunus semakin yakin. Bahwa TBM Lentera Pustaka telah menjadi tempat belajar bagi banyak orang. Tempat mengabdi “orang-orang baik” yang selalu ikhlas dan rela menyatukan diri dengan masyarakat yang tidak mampu.

Di buku antologi puisi dan autobiografi itu pula, Pendiri TBM Lentera Pustaka bertutur dan berpesan kepada pegiat literasi dan pengabdi social untuk tetap istiqomah pada tiap langkah sosialnya. Bahwa proses jauh lebih berharga daripada hasil. Bahkan tiap proses dan kepedulian pun ada risikonya. Bahwa musuh terbesar "orang yang berbuat" adalah "orang yang terus ngomong" tanpa berbuat.

Lalu, mengapa lelaki lima puluh tahun?

Karena lelaki di usia 50 tahun adalah momentum. Untuk merefleksikan diri seberapa manfaat untuk orang lain, Bukan seberapa hebat, seberapa kaya atau seberapa sukses.  Justru di usia 50 tahun, sebutlah generasi 50 tahun itu hidupnya lebh praktis, lebih SIMPEL. Sambil menjaga keseimbangan hidup; lahir-batin, jasmani-rohani. Lelaki lima puluh tahun, ternyata prinsip hidupnya, filosofinya bahkan gaya hidupnya sederhana alias SIMPEL. Generasi 50 tahun itu enggak neko-neko, enggak banyak yang dipengen apalagi yang dimimpikan. Karena generasi 50 itu sadar berada di antara dua kutub; kutub tradisional dan kutub modern. Selalu tetap ikut dinamika zaman tapi menjaga tradisi baik yang dijunjung tinggi.

Jadi keliru, bila yang hidupnya praktis dianggap generasi milenial. Justru hidup yang simpel ada di generasi 50 tahunan.

Katanya, generasi 50 tahun itu lebih matang dan lebih memikat. Walau kulitnya sudah mulai keriput, rambutnya beruban, bahkan giginya ompong. Karena lelaki 50 tahun hanya ingin apa adanya, bukan ada apanya. Di usia lima puluh tahun, siapapun, harusnya lebih rileks lebih SIMPEL, yang berarti:

S  = Sesuai kebutuhan, bukan keinginan

I   = Intelek lagi melek sebab literaturnya cukup

M = Mapan lagi seimbang

P  = Padat inovasi dan kreasi

E  = Enggak malu miskin, enggak sombong kaya

L  = Lebih matang dalam ibadah

 

Lelaki lima puluh tahun pun bias disebut ABG, yaitu Angkatan Baru Gocap. Lelaki yang menghadiahi dirinya sendiri di hari ulang tahun. Sebagai wujud syukur dan ikhtiar untuk memperkuat amal kebaikan tiada henti di penghujung usia. Seperti di bilik kopi, kopi itu tidak bisa memilih siapa penikmatnya. Hidup itu tidak selamanya manis, tidak pula selamanya pahit. Rasa pahit dan manis semakin indah karena terangkai dalam harmoni. Bahkan rasa pahit pun justru membuat mata siapapun makin terbuka. Bahwa ada orang lain yang layak dibantu, oranng lain yang butuh uluran tangan manusia lainnya.

Hanya di bilik kopi, lelaki lima puluh tahun main sadar. Bahwa ngopi itu dapat mencegah perbuatan keji dan munkar. Karean hidup, sesungguhnya hanya ada dua pilihan: 1) khairul bariyyah (sebaik-baik makhluk) atau 2) syarrul bariyyah (seburuk-buruk makhluk) pada akhirnya.

 

Karena aku hanya lelaki

Yang sedang mengaduk sepi

Terseruduk mimpi

Lalu larut dalam secangkir kopi

Begitulah petikan buku antologi puisi dan autobiografi karya Pendiri TBM Lentera Pustaka yang berjudul “LELAKI LIMA PULUH TAHUN; DI BILIK KOPI”. Sebuah pengakuan seorang lelaki, bahwa aku tidak lebih baik dari dia. Sambil mempersembahkan karya terindah untuk anak-anak dan warga di sekitar TBM Lentera Pustaka dan orang-orang baik yang telah mengabdi kepada masyarakat yang membutuhkan.

Nantikanlah tanggal mainnya, buku Antologi Puisi dan Autobiografi "LELAKI LIMA PULUH TAHUN; DI BILIKI KOPI" karya Syarifudin Yunus. #TGS #BudayaLiterasi

 

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler