Perempuan Harus Intelek Bukan Sibuk Brand Stylise
Minggu, 1 Maret 2020 22:01 WIBDi Indonesia, kedudukan seorang laki-laki kerap diperlihatkan lebih tinggi dibanding perempuan. Pada masa kolonial misalnya, kaum perempuan tidak diperbolehkan untuk menempuh pendidikan (kecuali perempuan tersebut berasal dari kalangan priyayi atau bangsawan), apalagi memiliki sebuah profesi di luar rumah atau ikut berpartisipasi dalam birokrasi. Termarginalkan telah menciptakan paradigma yang terus terhegomoni hingga sekarang sehingga perempuan selalu dianggap kaum lemah dan tidak berdaya. Mengutip dalam buku 51 perempuan pencerah dunia. Dimasyarakat barat kekuasaan feodalisme telah menempatkan perempuan layaknya dipeelakukan seperti property atau harta kepemilikan majikan dan bisa saja perempuan dijadikan objek seksual para majikan tersebut.
Penulis : Nhawir Alhemo
Kita berbicara persoalan perempuan sangat asik diperbincangkan dikalangan kaum laki-laki, sebab pada hakikatnya perempuan diciptakan sebuah insan yang sifatnya lemah dan lembut. Jadi perempuan harus kuat menghadapi dinamika kehidupan, dengan mempersiapkan perkakas ilmu dan pengetahuan yang didapat dalam ruang pendidikan. Bahwasanya pendidikan sangat penting bagi kaum perempuan, dimana dalam konsep pendidikan mampu mengasah pola berfikir, pola bertindak, sehingga mampu membaca dinamika sosial, politik maupun ekonomi.
Di Indonesia, kedudukan seorang laki-laki kerap diperlihatkan lebih tinggi dibanding perempuan. Pada masa kolonial misalnya, kaum perempuan tidak diperbolehkan untuk menempuh pendidikan (kecuali perempuan tersebut berasal dari kalangan priyayi atau bangsawan), apalagi memiliki sebuah profesi di luar rumah atau ikut berpartisipasi dalam birokrasi. Termarginalkan telah menciptakan paradigma yang terus terhegomoni hingga sekarang sehingga perempuan selalu dianggap kaum lemah dan tidak berdaya. Mengutip dalam buku 51 perempuan pencerah dunia. Di masyarakat barat kekuasaan feodalisme telah menempatkan perempuan layaknya dipeelakukan seperti property atau harta kepemilikan majikan dan bisa saja perempuan dijadikan objek seksual para majikan tersebut.
Kemudian beda lagi DiEropa utamanya diInggris pada era kekuasaan Victoria menerapkan sebuah nilai yang cukup membelenggu yaitu Viktoria Values. Perempuan pada era tersebut, menurut Prof. Sunarjati harus tunduk pada nilai-nilai, bahwa perempuan harus menjaga kemurnian(purity), harus menjadi perempuan yang baik dan saleh (piety), harus menurut pada suami(submis siveness) dan harus mengurusi keluarga dan betah dirumah (demesticity)
Perlu membuka akses pendidikan terhadap perempuan, sehingga perempuan mampu menempatkan diri pada hal-hal yang progresif agar bisa meraih kehidupan yang lebih baik. Sehingga tidak dipandang bahwa posisi perempuan bukan hanya terjebak pada, kebiasaan yg sering dianggap, bahwa perempuan hanya sibuk didapur, sumur dan kamar. Anggapan seperti perlu kita menganalisa kembali, bahwa cara pandang seperti malah kita memberi dampak negatif dikalangan perempuan, bahwa sosok perempuan kita pandang pada konsep itu saja, pola pikir itu perlu diasah sehingga tidak merambat pada pengembangan regerasi(perempuan)
Pendidikan sangat penting, bahwa membangun cara berpikir, lewat membaca dan menulis, bahwa perempuan harus berintelektual. Pendidikan yang didapat diruang lingkup sekolah dan kampus, menjadi sebuah gagasan untuk memperkuat jati diri kaum perempuan.
Kata intelek memiliki arti daya atau proses pemikiran yang lebih tinggi yang berkenaan dengan pengetahuan; daya akal budi; kecerdasan berpikir. Sedangkan kata intelektual memiliki arti cerdas, berakal, dan berpikiran jernih berdasarkan ilmu pengetahuan. Sikap intelektual itu, sebagai kekuatan kaum agar bisa cerdas, menyikapi persoalan yg sering terjadi diinternal mereka, sehingga mampu menyeselesaikan masalah dengan pola berfikir yang jernih. Tidak melibatkan perasaan dan baper-baperan sehingga menimbulkan masalah baru.
Belajar Untuk mengintropeksi diri
Sering terjadi dikalangan perempuan, bahwa mereka cepat mengambil sikap tampa berfikir panjang, karena mereka lebih dominan melibatkan perasaan ketimbang ide dan berfikir. Ini yg menjadi problem yang sering terjadi dan jangan dianggap sapele. Sehingga dampaknya sangat buruk pada pengembangan pola berfikir perempuan, sehingga sering terjadi penindasan terhadap kaum feminim, yaitu pelecehan seksual, penghinaan dan sering terjadi sebagai korban pelampiasan oleh buaya darat dan hidung belang.
Perempuan harus mampu memposisikan diri, sebagai kaum terpelajar, tidak sekedar sibuk dengan persoalan romantis, baper-baperan, apalagi persoalan Stylise, make up, brande kalangan elit-elit ala korea maupun jepang. Setidaknya kebiasaan tidak lazim dibudayakan diruang lingkup intelektual, menampilkan pribadi seadanya akan lebih baik ketimbang Ikut-ikutan.
Posisi perempuan diruang lingkup Masyarakat
Perempuan harus aktif diruang lingkup masyarakat, bukan malah sebaliknya pasif. Karena kebiasaan tergantung pada keadaan lingkungan yg kita tempati. Lingkungan sosial sebagai laboratorium sejauh mana kepribadian bersosial, menjadi ukuran dan takaran penilaian masyarakat terhadap jati diri kaum feminim. Kita bisa mengukur sejauh mana keistimewaan perempuan pada masa kerajaan yang ada dinusantara, keterlibatan seorang perempuan terhadap kerajaan terhadap pembacaan sosial, politik dan ekonomi. Saya mengajak kawan-kawan untuk biasa mengambil hikmat dari keistimewaan perempuan pada masa itu. Bahwa kedudukan perempuan membawah dampak positif dikalangan kerajaan pada masa itu seperti yang dikutip dalam sejarah peradaban perempuan dibawah ini :
Ratu Shima
Ratu Shima merupakan penguasa Kerajaan Kalingga yang terletak di pantai utara Jawa Tengah sekitar tahun 674 M. Ratu Shima lahir tahun 611 M di sekitar Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Ia adalah istri dari Raja Kartikeyasinga yang menjadi raja Kalingga (648 – 674) M . Ketika suaminya mangkat, Sang Ratu naik tahta Kerajaan Kalingga dengan gelar Sri Maharani Mahissasuramardini Satyaputikeswara.
Ratu Shima berkiprah membangun aliansi dengan Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda saat menghadapi ekspansi Sriwijaya. Ia dikenal menerapkan hukum yang keras dan tegas untuk memberantas pencurian dan kejahatan, serta untuk mendorong agar rakyatnya senantiasa jujur.
Masa kepemimpinan Ratu Shima menjadi masa keemasan bagi Kalingga sehingga membuat Raja-raja dari kerajaan lain segan, hormat, kagum sekaligus penasaran. Masa-masa itu adalah masa keemasan bagi perkembangan kebudayaan apapun.
Tribhuwana Tunggadewi
Tribhuwana Wijayatunggadewi (atau disingkat Tribhuwana) merupakan putri dari Raden Wijaya dan Gayatri. Ia adalah adik tiri dari Jayanegara. Tribhuwana Tunggadewi sebagai raja di kerajaan Majapahit mampu membangun kepercayaan dari pejabat pemerintahan, setelah beberapa gejolak yang timbul pada masa pemerintahan Jayanegara yang disebabkan oleh rasa tidak percaya terhadap Jayanegara.
Dalam tuilsan “Anah Nur Fitroh” membahas tentang. Peran Tribhuwana Tunggadewi dalam Mengembalikan Keutuhan dan Perkembangan Kerajaan Majapahit Tahun 1328-1350 menulis bahwa Tribhuwana berperan menghadapi penaklukan wilayah Sadeng dan Keta yang melakukan pemberontakan.
Tribhuwana Tunggadewi beserta prajurit Majapahit melakukan penaklukan sendiri untuk menghidarkan perselisihan antara ra Kembar dengan Gajah Mada. Peristiwa Sadeng disebutkan terjadi pada tahun saka kaya-bhuta-anon-daging, 1253 (1331 Masehi). Ia juga dikenal mampu meningkatkan stabilitas politik di kerajaan Majapahit dengan diangkatnya Gajah Mada sebagai rakryan mahapatih. Diangkatnya Gajah Mada menjadi rakryan mahapatih mencetuskan program politik baru "Sumpah Palapa" dengan misi mempersatukan wilayah Nusantara.
Selain itu, perubahan dalam susunan pejabat pemerintah dalam birokrasi pemerintahan juga berlangsung pada kepemimpinannya. Dari kebijakan tersebut beberapa wilayah berhasil ditaklukkan seperti Sumatera dan Bali.
Ratu Kalinyamat
Ratu Kalinyamat adalah raja dari Jepara yang memerintah dari tahun 1549 hingga 1579. Dia dikenal berkepribadian gagah berani seperti yang dilukiskan sumber Portugis sebagai De Kranige Dame (seorang wanita yang pemberani).
Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat, Jepara menjadi pusat ekonomi yang besar. Hal ini terbukti ketika Jepara memegang peranan penting dalam bidang politik dan pertahanan. Pada masa itu pula, Jepara menjadi bandar perdagangan yang banyak menjaring pedagang dari berbagai suku bangsa. Di bidang politik dan pertahanan, pelabuhan Jepara dipercaya sebagai pusat pengiriman ekspedisi-ekpedisi militer untuk turut memperluas kekuasaan ke Bangka dan Kalimantan Selatan yaitu Tanjung Pura dan Lawe.
Pada tahun 1550, ketika Raja Johor meminta bantuan armada perang kepada Jepara untuk melakukan perang jihad melawan Portugis di Malaka, Jepara mengirimkan 40 buah kapal dengan kapasitas angkut 1000 orang prajurit bersenjata. Pada tahun 1573 Ratu Kalinyamat diminta oleh Sultan Ali Mukhayat Syah dari Aceh untuk menggempur Portugis di Malaka. Armada yang dikirim sekitar 300 buah kapal, 80 buah kapal masing-masing berbobot 400 ton. Sementara di sektor perekonomian, di wilayah kekuasaan Ratu Kalinyamat terdapat empat kota pelabuhan sebagai pintu gerbang perdagangan di pantai utara Jawa Tengah bagian timur. Pintu gerbang perdagangan tersebut antara lain Jepara, Juana, Rembang, dan Lasem.
Dari sejarah perjuangan perempuan diatas bisa kita mengambil sebuah pelajaran bahwa kedudukan perempuan sangat penting dikalangan sosial masyarakat, jadi perlunya pendidikan sebagai kekuatan untuk mencampai peradaban seperti apa yang dikatakan Mark Twain "Tidak ada peradaban yang sepurna kecuali ada kesejajaran antara laki-laki dan perempuan". Untuk mencampai peradaban tentu, perempuan harus berintelektual, sehingga tidak dipandang rendah dimata masyarakat. Kesetaraan perempuan dengan laki harus berada pada kontes intelektual nya. Bukan berarti perempuan harus melewati laki-laki pada kedudukan yang bersifat tugas dan tanggung jawab.
Tulisan ini sebagai cara padang saya, memandang dinamika yang terjadi dikalangan perempuan, bukan hanya sekedar sibuk pada penampilan dan gaya-gayaan. Mengakibatkan hilang jati diri perempuan pada pandangan sosial, perlunya pendidikan sebagai akses ilmu pengetahuan. Menjadi landasan utama untuk meningkatkan derajat keperempuanan. Sehingga tidak terjebak pada pola pikir yang spesimis mengakibatkan ketidakpercayaan diri.
Yogyakarta 01 Februari 2020
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
PMM UMM: Gerakan Menanam dengan Memanfaatkan Lahan Kosong sebagai Rumah Pangan Lestari
Kamis, 8 April 2021 07:25 WIBPenjualan Pupuk di Atas HET dan Berpaket Mengonfirmasi Kegagalan IDP-Dahlan
Minggu, 30 Agustus 2020 05:52 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler