x

Pancasila

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 8 Maret 2020 18:55 WIB

Tak Hafal Pancasila, Ajang Kontes Kecantikan Dipertanyakan

Panitia Puteri Indonesia sangat ceroboh dan akhirnya, mempermalukan diri sendiri

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pemilihan Puteri Indonesia 2020, Jumat (6/3/2020), bagi saya menyisakan perasaan aneh, mungkin lebih tepatnya sedih, prihatin. Memilukan.

Bagaimana tidak, ajang sebesar itu, dengan membawa tajuk "Indonesia", memilih puteri terbaik Indonesia, ternyata bisa saya sebut sebagai "akibat nila setitik, rusak susu sebelanga". 

Bukan hanya sang calon puteri yang saat kejadian, sudah duduk dalam kategori 6 besar, namun secara keseluruhan, panitia penyelenggara Puteri Indonesia juga harus turut bertanggungjawab. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagaimana mungkin calon Putri Indonesia yang sudah diseleksi ketat, ternyata masih kecolongan dengan keberadaan peserta yang bisa jadi tak paham Pancasila, sebab tak hafal pula sila-sila dalam Pancasila. 

Atas kejadian yang di luar dugaan ini, apalagi kejadiannya juga ditonton oleh jutaan rakyat Indonesia karena acara disiarkan langsung dalam saluran televisi nasional, tentu akan menjadi koreksi sendiri bagi pihak penyelenggara Putri Indonesia. 

Ajang yang sudah berlangsung sekitar 18 tahun, tepatnya sejak kali pertama diselenggarakan pada tahun 1992, lalu kontes kecantikan ini pernah absen mengadakan perhelatan selama empat tahun, yaitu pada 1993, 1997, 1998, dan 1999.  

Sehingga, sempat menobatkan Alya Rohali menjadi Puteri Indonesia pertama yang menyandang gelarnya selama empat tahun. 

Kembali melihat peristiwa tak hafal/tak paham sila dalam Pancasila oleh peserta kontes kecantikan ini, juga mengingatkan kita kepada keberadaan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang baru berusai dua tahun karena didirikan pada 28 Februari 2018. 

Semangat didirikannya BPIP, sejatinya wajib dapat menjawab kondisi rakyat Indonesia yang masih banyak tidak hafal dan tidak paham Pancasila, apalagi mengamalkannya dengan benar. 

Seharusnya, bila pembelajaran di kelas-kelas sekolah/bangku kuliah Indonesia benar, maka rakyat terdidik, mustahil tidak hafal dan tidak paham Pancasila. Namun, faktanya, sejak Program P4 di hapus, pemahaman atau sekadar hafal sila-sila dalam Pancasila semakin memiriskan hati. 

Masih lekat dalam ingatan saya, saat Kemendagri menyebut masih banyak warga di daerah yang tidak hafal Pancasila. Hal ini didasarkan atas hasil survei yang menyebut ada provinsi, setengah dari penduduknya tidak hafal Pancasila, yang saat itu diungkap oleh Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Soedarmo, dalam Rakernas Pembinaan Wawasan Kebangsaan dan Ketahanan Nasional, di Hotel Arya Duta, Tugu Tani, Jakarta Pusat, Selasa (16/7/2019). 

Ada 12 Provinsi yang dijadikan sample. Hasilnya, Bangka Belitung menjadi provinsi yang warganya paling banyak tak hafal Pancasila yaitu 60 prosen. Sementara di Jawa Tengah, 28 persen warganya tidak hafal Pancasila. Sementara, Kalimantan Timur 50 prosen hafal, 50 prosennya lagi tidak hafal. 

Bagaimana Mas Nadiem? Dunia pendidikan kita? Sejak Indonesia merdeka dengan dasar Negara Pancasila, ternyata jangankan pemahaman dan amalan rakyat sesuai sila-sila dalam Pancasila, persoalan sekadar hafal saja masih sangat memprihatinkan. 

Bagaimana BPIP? Bagaimana Bapak Presiden? 

Ini bukan persoalan sepele. Ini Ideologi bangsa! Tetapi rakyat dibiarkan tak hafal, tak paham, dan tak terbudaya mengamalkannya, karena ada yang salah selama ini dan dibiarkan mengkronis. Menghafal, memahami, hingga mengamalkan sila-sila dalam Pancasila, ruang dan tempat yang paling tepat adalah di kelas-kelas dan bangku kuliah. 

Lalu, di tempat-tempat perkumpulan/organisasi resmi, di paguyuban-paguyuban dan lain sebagainya. Adakah tempat-tempat itu kini menjadi prioritas untuk rakyat dapat mempelajari dan memahami tentang Pancasila hingga sampai batas rasa memiliki?

Sewajibnya hafal dan paham tentang Pancasila, menjadi urat nadi seluruh rakyat negeri ini, namun faktanya? Siapa yang bertanggungjawab atas kondisi ini?

Mungkin cukup panitia penyelenggara Puteri Indonesia yang ceroboh, ajang lain jangan sampai mempermalukan diri sendiri.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu