x

kepalsuan

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 11 Maret 2020 06:36 WIB

Mementingkan Diri Sendiri, Semua Seperti Cukong

Dari elite partai, pemimpin negeri, hingga rakyat biasa, kini terus diserang penyakit kronis mementingkan diri sendiri.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sejak kata-kata cukong mengemuka di negeri ini, kini semuanya ternyata menjadi seperti cukong, mementingkan diri sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari, kita akan dapat dengan mudah menemukan orang yang hanya peduli pada kepentingannya sendiri, keluarga, kelompok, dan golonganya. 

Mirisnya, di negeri ini, orang-orang macam ini justru figur dan tokoh yang sewajibnya menjadi panutan dan teladan bagi rakyat, dan kini duduk di kursi dan jabatan terhormat.  Mereka hanya memanfaatkan rakyat untuk memilihnya, lalu setelah rakyat memercayai dan mengamanahkan mereka duduk di kursi parlemen dan pemerintahan, barulah sandiwara kehidupan yang sebenarnya dilakukan. 

Elite partai dan partai politiknya, ternyata hanya menjadi aktor dari skenario yang dimainkan para cukong. Pada akhirnya, elite partai patuh pada partai, partai politik hanya jadi kendaraan cukong, dan cukong menikmati hasilnya, sepanjang masa mereka dapat menguasai ibu pertiwi sebagai penjajah baru, penjajah modern. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tengok, Senin (9/3/2020) ketidakadilan dan kesewenangan produk kebijakan mereka, tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan, telah berhasil dibatalkan oleh Mahkamah Agung (MA). Yakin, para cukong tentu tidak akan tinggal diam, mereka tentu akan berupaya sekuat tenaga agar kebijakan dan keputusan pemerintah yang sudah berhasil ditelurkan seperti RUU KPK maupun yang sedang dirancang seperti RUU Omnibus Law hingga pindah ibu kota dan siapa pemimpin otoritanya, tidak boleh gagal sesuai skenario mereka. 

Luar biasa, mereka benar-benar ibarat sekumpulan kelompok teater, yang lengkap memiliki penulis naskah dan sutradara, didukung oleh manajemen produksi yang handal, ditunjang oleh manajemen artistik yang mumpuni, dan para aktor serta aktris yang profesional. Namun, bersandiwara di dalam panggung kehidupan nyata, kehidupan sebenarnya.

Semua membungkus niat kepentingan pribadi dan kelompok mereka, yaitu trio elite partai, partai politik, dan cukong yang hanya numpang di atas kepentingan dan kepura-puraan untuk kesejahteraan rakyat. 

Tetapi sudahlah, mau dibilang dan diomong apalagi, begitulah kondisi yang ada dan sekarang terjadi. Meski tadinya rakyat masih ragu bahwa sandiwara ini hanyalah isu yang dilontarkan oleh lawan-lawan politik dan lawan-lawan cukong yang menjadi pesaing.

Namun, ternyata, bahkan informasi tentang ini dilontarkan oleh Ketua MPR kita. Itulah kondisi orang-orang yang seharusnya menjadi panutan dan teladan rakyat di negeri ini, sayang mereka malah kini sedang lupa diri dikejar waktu jabatan yang dibatasi. 

Maka, dengan waktu yang tersisa, harus ada perjuangan agar modal mereka kembali, pun peroleh berbagai keuntungan. 

Setali tiga uang, rakyat biasa dari kelas atas, menengah, hingga kelas bawah pun berjuang untuk "kehidupannya.  Orang kaya tetap berupaya bagaimana tetap kaya, bisa milih tidur di mana, makan di mana, makan apa, mau barang mewah yang mana, mau keliling wisata ke mana? 

Orang kelas menengah pun berjuang agar dapat menjadi kaya, bisa  juga merasakan enaknya jadi orang kaya. Lalu, orang miskin, juga berjuang untuk hari ini bisa makan atau tidak, hari ini masih bisa tidur nyenyak atau tidak, atau berjuang bagaimana caranya esok hari masih bisa bernafas. 

Atas segala perjuangan kelompok kaya, menengah, dan miskin ini, pada akhirnya semakin membuat orang-orang semakin banyak hanya berpikir bagaimana menyelamatkan diri dan keluarganya. Bukan bagaimana berbagi dengan orang lain yang menderita dan hidup penuh kesengsaraan. Malahan semuanya demi mencapai tujuan hidup di dunia saling telikung terjadi. 

Karenanya, kini kita dapat melihat semakin banyak orang yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri.  Orang yang hanya mementingkan kepentingannya sendiri, dalam istilah psikologi disebut self absorded.

Yah, kini di Indonesia, di sekeliling kehidupan kita, di lingkungan kerja, lingkungan sosial, lingkungan perkumpulan, lingkungan organisasi, lingkungan sekolah, lingkungan kampus, kantor, instansi, dan lingkungan tinggal kita dll, self absorbed people semakin merajalela. 

Ironisnya, orang-orang semacam ini justru bukan saja dari golongan yang jauh dari kehidupan agama, namun justru orang-orang yang taat agama pun ikut menjadi bagian. 

Sering kali kita mendengar celetukan masyarakat, atas sebuah peristiwa, semisal "Itu kan orang yang taat agama, ya?" "Kok egois, pelit, kikir, tak kenal warga, serakah, hanya mementingkan diri sendiri, jauh dari derma", dll. 

Menandai orang-orang self absorbed ini pun mudah dan setiap orang pun akan dapat mengidentifikasi karena golongan orang-orang macam ini ada dalam kehidupan nyata, pun sering kisahnya diangkat menjadi cerita di layar kaca atau layar lebar.

Orang-orang yang mementingkan diri sendiri ini, biasanya  akan terlihat defensif.Mereka tidak mau melihat situasi dari sisi orang lain. Selama dirinya terlindungi dan aman, ia tidak akan ambil pusing dengan kebutuhan orang lain. 

Lalu, mereka juga tidak memiliki cara pandang yang luas. Bagi mereka, dunia ini hanyalah tentang dirinya sendiri. Pandangan hidupnya akan berdasar pada apa yang menguntungkan baginya, termasuk memanfaatkan orang lain demi dirinya. 

Orang yang mementingkan diri sendiri juga akan sering mengucapkan kata-kata “harus” atau “seharusnya”. Ia akan berusaha mendominasi dalam sebuah hubungan seolah dirinya adalah sumber solusi, namun hanya sebatas kata-kata, tak pernah mau terjun langsung atau terlibat dalam kegiatan yang dirinya juga menjadi bagian di dalamnya. 

Lebih parah, orang-orang yang mementingkan diri itu hanya memanfaatkan orang lain. Padahal bisa jadi dirinya merasa insecure, merasa tidak lengkap dan tidak aman, namun dapat bersembunyi dan berlindung karena memanfaatkan orang lain. 

Orang-orang yang mementingkan diri, juga tak ketinggalan merasa lebih superior dari orang lain. Merendahkan orang lain dan menganggap standarnya jauh lebih tinggi, hanya demi menutupi kelemahannya dan demi mempertahankan harga dirinya. 

Yang perlu lebih diwaspadai, orang-orang yang mementingakan diri sendiri juga berlindung di balik kata sahabat dan kekeluargaan, namun demi menguntungkan dirinya sendiri. Sudah begitu, mereka juga akan lebih sering memaksakan kehendak dan pendapatnya, menganggap opininya yang paling benar dan harus dijalankan, tanpa mau melihat apa yang terjadi di kenyataan atau terjadi di lapangan. 

Hati-hati, orang-orang yang mementingkan diri sendiri juga akan terhukum sendiri, sebab tidak pernah akan memiliki hubungan jangka panjang. Kuaalitas hubungan yang hanya memanfaatkan dan mencari untung sendiri tidak akan bertahan lama dengan setiap orang yang menjalin hubungan dengannya. Otomatis, orang-orang macam ini juga tidak memiliki empati. 

Mereka sulit memahami empati dengan cara yang tepat, cenderung berpura-pura ketika bersimpati. Bila tersudut menyalahkan orang lain, pandai menyembunyikan perasaan tidak aman dengan menyombongkan kesuksesannya dan selalu berupaya menonjolkan apa yang pernah diraihnya untuk menutupi ketakutannya. 

Yang lebih ironis, orang-orang yang hanya mementingkan diri sendiri, suka merendahkan orang lain. Kritik dan masukannya bukan untuk membangun orang lain, namun justru untuk menjatuhkan orang lain. Sudah begitu nampak arogan, merasa dirinya adalah orang yang paling penting dan lebih baik dari orang lain. 

Betapa banyak hal-hal yang dapat kita identifikasi dari orang-orang yang mementingkan diri sendiri, dan semuanya  mudah kita temukan di dekat dan sekeliling kehidupan kita. 

Sepandai-pandainya orang menyembunyikan kepribadiannya yang sebenarnya, berupaya selalu menampilkan sisi baik dari dirinya ketika ia ingin mengambil keuntungan dari orang lain, tetap saja akan mudah terbaca maksud culasnya. 

Sepandai-pandainya menyembunyikan sikap egois dan merasa dirinya hebat dengan sembunyi dibalik kata-kata dan kebijakannya, tetap saja modusnya terasa. 

Apakah saya sekarang seperti para elite partai politik? Atau seperti partai politik? Atau seperti cukong? Atau saya tidak seperti mereka, namun saya malah orang yang self absorbed itu? 

 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler