Mewujudkan Kalimantan Utara sebagai Provinsi Konservasi Budaya
Kamis, 12 Maret 2020 15:45 WIB
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI menetapkan tiga warisan budaya asli Provinsi Kaltara, yaitu Budaya Dolop dari masyarakat Dayak Agabag, budaya Mamat dan Pekiban dari tradisi masyarakat Dayak Kenyah sekaligus mendapatkan sertifikat penetapan warisan budaya tak benda (WBTB).
Tak hanya itu, baru-baru ini Bupati Nunukan, Hj. Asmin Laura Hafid menyerahkan Surat Keputusan (SK) Pengakuan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Dayak dan Tidung Kecamatan Sebuku, Sembakung dan Lumbis Pansiangan. Penetapan ini merupakan pengakuan terhadap keberadaan masyarakat hukum adat yang berbasis kebijakan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.
Dengan pengakuan tersebut, Kabupaten Nunukan wajib melakukan pendampingan dan peningkatan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia sehingga manajemen dan pengelolaan wilayah adat dapat berkualitas.
Baru-baru ini pada tanggal 11 Maret 2020 diadakan satu festival budaya yang bertajuk Iraw Tidung Borneo Bersatu yang dihadiri 1800 orang. Mayoritas komunitas rumpun Tidung ini berdiam di 4 negara yaitu Brunei, Filipina, Kalimantan Utara, Indonesia dan Sabah Malaysia. Serangkaian usaha pemerintah ini perlu diapresiasi, karena usaha ini mendorong penguatan aspek penguatan dan pelestarian budaya asli Kaltara sebagai warisan di masa depan.
Penguatan Konsep Propinsi Konservasi Budaya
Propinsi Papua Barat telah menetapkan komitmen sebagai propinsi konservasi sebagai solusi mereka untuk pembangunan yang berkelanjutan untuk mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan cara mengikutkan masyarakat adat dalam pelestarian kawasan konservasi pesisir dan laut. Konsep propinsi konservasi ini mengarusutamakan pembagunan yang berbasis keseimbangan sumber daya alam, lingkungan dan manfaat bagi masyarakat.
Contoh lain, Kabupaten Banyuwangi menggagas konsorsium pekerja seni dan pegiat sastra untuk menciptakan serangkaian kegiatan pelestarian budaya dengan cara penetapan desa budaya, pembuatan kamus bahasa daerah, cerita rakyat, simulasi budaya yang hampir punah, dan membuat even budaya yang rutin dilaksanakan sepanjang tahun. Serangkaian kegiatan penguatan kapasitas dilakukan untuk individu (tokoh adat, ketua kelompok, masyarakat), operasionalisasi (sistem dan mekanisme) dan institutionalisasi (kelembagaan).
Di Kementerian Kelautan dan Perikanan, setiap pegawai setiap hari Selasa diwajibkan menggunakan baju daerah asal mereka masing-masing. Hal yang sama diwajibkan oleh pemerintah kota Bandung, untuk anak sekolah, tiap hari Kamis mereka menggunakan baju khas Sunda. Dalam konteks Kaltara, Inisiatif yang dilakukan oleh Bupati Nunukan sangat inovatif untuk langkah awal konservasi budaya, hingga untuk selanjutnya hanya perlu program penguatan masyarakat hukum adat yang berkesinambungan.
Jauhkan masyarakat adat dari politisasi
Pejabat pemerintah dan partai politik harus menjaga kode etik untuk tidak melibatkan atau mengatasnamakan kegiatan yang bernuansa adat. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga kesakralan dan kemurnian adat istiadat dan keluhuran budaya masyarakat adat dari politik praktis. Pihak-pihak yang berkepentingan dengan politik dan tim sukses harus memahami hal ini agar tidak menciptakan politik identitas dan keresehan di akar rumput.
Oleh karena itu, lebih baik pemerintah propinsi dan kabupaten/kota serta orang yang berkompeten untuk memperkuat inklusifitas usaha pelestarian budaya lokal di Kalimantan Utara, misalnya dengan:
- Melestarikan kebudayaan yang hampir punah, menetapkan kawasan kebudayaan, dan penyelenggaraan pelestarian budaya asli secara rutin, misalnya etnik asli Kaltara seperti Besitan, Kelangkang, Tolak Bala, rudot, pasak indong, dll.
- Muatan lokal, bahasa, budaya, dan buku mengenai suku Tidung, Dayak, Bulungan juga perlu diperkenalkan di sekolah. Dalam hal ini, tidak perlu para murid harus tahu berbahasa daerah tapi penekanannya lebih pada aspek budaya.
- Ucapan selamat datang dalam 3 bahasa etnik ini perlu dibuat di bandara, pelabuhan, pusat kota, pusat wisata, pusat keramaian, pasar, hotel dan ruang publik lain.
- Simbol etnik lokal juga wajib dipasang didepan kantor pemerintah dan toko.
- Penggunaan baju daerah juga bisa diwajibkan bagi pegawai hotel, anak sekolah dan pegawai pemerintah bahkan pegawai bandara, khususnya di hari tertentu.
- Lagu-lagu daerah bisa dimainkan di hotel, termasuk juga makanan khas daerah bisa menjadi menu wajib bagi hotel-hotel yang ada di Kalimantan Utara.
Pelestarian budaya Kaltara akan memiliki efek berlipat dan merangsang tumbuhnya peluang ekonomi kreatif melalui kreasi kerajinan, souvenir, baju daerah, oleh-oleh, dan event organizer. Akhirnya simbol-simbol budaya ini akan memperkuat karakter Kalimantan Utara, dimana etnik Tidung, Dayak dan Bulungan sebagai suku asli, ditopang oleh kemajemukan budaya yang berasal dari beragam suku yang ada.
Kebijakan pelestarian budaya asli Tidung, Dayak (beserta rumpun dan sub rumpun di dalamnya) dan Bulungan ini merupakan intisari dari peribahasa “Dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung”.
Konsep propinsi konservasi budaya akan mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pelestarian adat istiadat dan budaya setempat, pemanfaatan sumber daya alam, ekonomi kreatif, dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Ini tentu bukan pekerjaan mudah, tapi mengingat propinsi Kaltara menyumbang keaneragaman budaya, keaneragaman hayati dan sumber daya alam, maka sudah sepantasnya konservasi budaya menjadi prioritas program pemerintah Kaltara baik di propinsi maupun di kabupaten/kota.
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Bangsa Tidung Melawan Stigma dan Diskriminasi
Minggu, 13 September 2020 05:59 WIBAncaman Kerusakan Ekosistem Bakau di Kalimantan Utara
Kamis, 18 Juni 2020 15:45 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler