x

Ilustrasi wartawan televisi. shutterstock.com

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 15 Maret 2020 13:42 WIB

Kerja Jurnalis dalam Kepungan Wabah Virus Corona

Bagi jurnalis, bukan hanya perang, kriminalitas, ataupun suap dan korupsi yang melibatkan orang-orang penting yang berisiko, tapi isu-isu kesehatan seperti wabah dan pandemi corona saat ini juga menyimpan risiko yang tidak kalah besar. Ketika banyak orang menghindar untuk mendatangi pusat-pusat bahaya, para jurnalis justru mendatanginya untuk mencari tahu apa yang sedang dan telah terjadi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Virus Covid-19 menyodorkan tantangan langsung kepada banyak profesi. Sebagian profesi memungkinkan para pegelutnya menghentikan sementara aktivitas mereka. Mengambil jeda hingga situasi mereda. Sebagian profesi lainnya justru harus mengintensifkan kerja mereka dan mendatangi serta menghadapi risiko-risiko potensial.

Para artis, umpamanya, dapat menghindari kerumunan dengan berhenti membuat produksi sinetron, film, drama, tari, pertunjukan musik, dan sejenisnya. Para pemandu turis mungkin terpaksa tak bisa mengantar tamunya jalan-jalan. Di beberapa wilayah, seperti Solo dan Jakarta, sekolah diperintahkan untuk menghentikan sementara proses belajar-mengajar di sekolah; para guru bisa lebih banyak berada di rumah.

Lain hal dengan para dokter, perawat, petugas laboratorium, serta profesi terkait kesehatan lainnya. Mereka harus berada di garis depan dalam menghadapi virus ini. Banyak di antara mereka mungkin harus bekerja dengan jam kerja lebih banyak dibandingkan keadaan normal. Lelah fisik, letih emosional, berada di tengah Corona.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Begitu pula, para jurnalis--mereka bekerja di tengah bahaya yang mengancam. Ketika banyak orang menghindar untuk mendatangi pusat-pusat bahaya, para jurnalis justru mendatanginya untuk mencari tahu apa yang sedang dan telah terjadi, di mana kejadiannya, siapa saja yang ada di dalam peristiwa itu, kapan berlangsungnya, mengapa hal itu terjadi, dan bagaimana penanganannya dan bagaimana hal itu akan berpengaruh dan berdampak.

Para jurnalis kerap bekerja berkerumun, bukan dalam pengertian bekerja keroyokan, melainkan menghadiri konferensi pers tentang Corona, ramai-ramai mencegat dan mewawancarai otoritas terkait, mendatangi tepeka, 'memburu' para penyintas maupun orang-orang yang diduga terpapar. Jurnalis melaporkan dari lapangan situasi di bandara, stasiun kereta, tempat makan, mal, rumah sakit, dsb. Jurnalis mendatangi lokasi-lokasi dengan risiko potensial yang relatif tinggi. Jadi siapa yang berkata bahwa pekerjaan jurnalis tidak melekat risiko di dalamnya?

Bukan hanya perang, kriminalitas, ataupun suap dan korupsi yang melibatkan orang-orang penting yang berisiko, tapi isu-isu kesehatan seperti wabah dan pandemi juga menyimpan risiko yang tidak kalah besar. Risiko potensial itu bukan hanya terkait dengan kesehatan dan keselamatan jiwa karena dampak Corona, melainkan bisa pula berupa ancaman lain. Seperti dilaporkan oleh bbc.com (baca: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-51499652), dua jurnalis Cina, Fang Bin dan Chen Qiushi, yang mengungkapkan kebenaran mengenai apa yang terjadi di Wuhan, kini tidak diketahui berada di mana.

Mereka menggali informasi dan menyampaikan kepada masyarakat tentang apa saja yang terkait dengan Corona. Para jurnalis menjembatani komunikasi berbagai pihak, baik otoritas maupun para ahli, dengan publik. Para jurnalis menjalankan tugas profesinya dengan penuh semangat untuk kepentingan masyarakat. Bila niat jurnalis baik, niscaya kerja berisiko ini termasuk perjuangan untuk kemaslahatan masyarakat. Pertanyaannya: bagaimana para jurnalis ini terlindungi dalam menjalankan tugasnya? Bukankah mereka juga manusia yag tidak 100% kebal? >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler