x

Jokowi

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 16 Maret 2020 07:14 WIB

Lebih Penting Ekonomi daripada Nyawa, maka Lockdown Tidak Dipilih

Ekonomi ternyata masih lebih penting dari pada nyawa rakyat

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sementara negara lain rela ekonomi ambruk demi menyelamatkan nyawa rakyatnya, setelah ditunggu-tunggu apa gerangan sikap pemerintah yang bahkan juga telah ditegur oleh WHO agar Indonesia menyatakan "Darurat Nasional", ternyata, Minggu (15/3/2020) di Istana Negara, Bogor, Presiden Jokowi justru hanya menyampaikan informasi agar rakyat belajar, bekerja, dan beribadah di rumah. 

Selanjutnya, Jokowi malah hanya menghimbau para Gubernur, Bupati, Walikota, menjaga dan menangani persoalan gawat virus Corona (vC) ini, sendiri-sendiri. Ini apa-apa-an? 

Di luar dari pernyataan Jokowi, pemerintah juga hanya selalu mengingatkan rakyat jangan panik, hidup sehat, hidup bersih dllm

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pertanyaannya, imbauan  Jokowi dan pengingatan agar rakyat jangan panik, apakah akan membuat vC takut dan tak menyebar memangsa korban-korban baru di Indonesia? 

Kini, jangan kan rakyat, bahkan di media sosial (medsos) juga telah tersebar tulisan menyoal kekecewaan, kejengkelan,  dan kegelisahan para petugas medis di Indonesia. 

Sebab, sudah ada dokter dan perawat yang juga sudah menjadi korban virus ini. Lalu, bola dikalkulasi, jumlah petugas medis di Indonesia, baik dokter dan perawat yang terbatas di banding dengan jumlah rakyat Indonesia, tentu tak akan mampu menangani korban vC yang akan semakin bertambah. 

Bila Korea Utara saja bukan hanya sekadar melakukan lock down namun bahkan melakukan ancaman tembak di tempat bagi WNA yang coba menerobos ke negaranya, dan negara lain juga sudah melakukan lock down, demi mencegah bertambahnya korban, namun Jokowi dan pemerintahannya mengapa masih memikirkan "hal duniawi" di banding menyelamatkan rakyat yang juga ada kewajiban negara seperti yang tertuang dalam UUD 45. 

Mengutip di medsos, dari cuitan "Ahli Clinical Epidemiology yang secara khusus juga pernah meneliti Virus, dan sangat memahami proses perjalanan epidemiologis vC", yang sudah viral, perjalanan vC di Indonesia, bulan Maret 2020 ini masih baru dimulai, sementara perjalanan mutasi dan evolusi vC ini di dunia masih sangat panjang. 

Sementara dalam tiga bulan terakhir, di negara pertama terjangkit RRT, COVID-19 sudah mereda, karena China kaya raya meski harus kehilangan 20 ribu Triliun untuk meredakan jangkitan vC, namun berhasil. 

Hal yang seharusnya di jadikan pijakan pemerintah Indonesia, contohnya adalah dalam menangani vC, China atau negara lain sigap, cepat, dan satu komando. Di Indonesia, malah penanganan diserahkan ke pemimpin daerah untuk bertindak sendiri-sendiri, namun tidak ada sikap pemerintah yang tegas. 

Rakyat tahu, alasan mengapa Jokowi tak mau ambil alih komando sampai menyatakan Darurat Nasional dan lockdown. 

Di negara lain, terutama di China sudah terbukti perjuangan dan pengorbanan dokter dan praktisi medis sangat hebat. Mereka rela berjibaku melawan penyakit dan kematian tak kenal lelah tak kenal dan rela berkorban nyawa. 

Lebih dari itu partisipasi rakyat sangat luar biasa. Bersama-sama berjuang habis-habisan dan rela dilockdown sesuai aturan dan perintah pemimpin negara, tanpa mengeluh tanpa merengek tanpa protes, padahal dengan jangka waktu sampai dua bulan. 

Seharusnya, perjalanan vC yang baru dimulai di Indonesia, lalu Jokowi dengan sigap dan cepat mengambil keputusan lockdown, maka bisa jadi korban tidak akan terus bertambah setiap hari. 

Ironisnya, sudah tidak ada keberanian me-lockdown, padahal ada juga gubernur yang siap me-lockdown wilayahnya, namun, tidak berani karena harus menunggu keputusan pemerintah yang sudah diserahkan ke BNPB, pemerintah semakin nampak kebingungan dan terlihat tak siap. 

Mengatasi vC malah menggunakan buzzer dan Menkes- dengan pongah dan sembrono  menunjukkan vC bukan masalah besar. Siapa sebenarnya para pendamping Presiden ini, hingga Budi Karya Sumadi, Menteri Perhubungan sudah menjadi korban  vC, pasca menjemput awak Kapal Pesiar yang 9 darinya terjangkit vC. 

Yang perlu sangat disadari dan waspadai, setiap hari vC berevolusi. Semakin ganas dan semakin efektif dalam penyebarannya. Semakin mampu beradaptasi dengan lingkungan. 

Perhatikan bahwa hanya dalam hitungan hari, hampir seluruh dunia sudah dijangkiti vC. Apakah tindakan sebatas sekolah, kantor, dll diliburkan, menyuruh rakyat berdiam diri di rumah, bekerja di rumah, belajar di rumah, beribadah di rumah, akan cukup ampuh dipatuhi rakya? 

Sementara bandara dan pintu masuk ke wilayah RI juga masih terus "longgar". Rakyat disuruh jangan panik, hidup sehat, cuci tangan, menghindari keramaian, tidak bersalaman, tapi nyatanya rakyat tetap bimbang, bingung hingga jalan-jalan masih macet,  titik-titik tempat keramaian pun masih saja ada, karena komando setiap daerah berbeda, tidak satu komando dari pemimpin negara. 

Rakyat tahu, untuk memutuskan lockdown penuh dilematis, akan membuat Indonesia terpuruk ekonomi dan efek lainnya, tetapi nyawa jutaan rakyat akan terselamatkan. 

Apakah dengan masing-masing daerah meliburkan sekolah 14 hari, lalu vC digaransi pergi? Bagaimana bila vC justru terus menjangkiti di setiap harinya selama 14 hari itu? Bila dihitung maju, akan ada berapa kali masa inkubasi lewat? Apakah saat hari ke-15 dan seterusnya setelah libur, penyebaran vC malah tidak semakin hebat? Jadi, ukurannya memang tidak bisa hanya dengan 14 hari. 

Ayo, Pak Presiden?"

Ayo Pak Presiden?" 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB