x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Kamis, 19 Maret 2020 06:43 WIB

Kisah Pegiat Literasi Membangun Tradisi Baca di Kaki Gunung Salak Bogor

Membangun tradisi baca anak-anak tidaklah mudah. Inilah kisah pegiat literasi di Kaki Gunung Salak Bogor mengakrabkan anak-anak dengan buku bacaan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Mengubah perilaku anak-anak yang terbiasa main menjadi dekat dengan buku tidaklah semudah membalik telapak tangan. Bukan hanya butuh tekad kuat, keberanian, dan komitmen. Tapi jauh lebih dari itu, sungguh butuh kesabaran dan kemampuan khusus untuk meyakinkan masyarakat dan anak-anak untuk mau membaca secara rutin. Apalagi anak-anak yang ada di kampung seperti di Kampung Warung Loas Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kagi Gunung Salak Bogor. Membangun tradisi baca dan budaya literasi, sama sekali tidak mudah. Tidak semudah yang diseminarkan atau didiskusikan banyak orang tentang pentingnya budaya literasi.

Perjuangan tidak kenal lelah dalam menebar virus membaca, itulah yang dilakukan Syarifudin Yunus, Pendiri dan Kepala Program Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka. Pria berusia 50 tahun yang berprofesi Dosen Unindra ini, sejak 5 November 2017, telah mengubah anak-anak kampung yang semula polos, pemalu dan cenderung sulit berinteraksi dengan orang dari luar. Kini berubah menjadi anak-anak yang terbiasa membaca rutin 3 kali seminggu. Bahkan bisa menghabiskan 5-8 buku per minggu per anak Sebuah perilaku dan budaya anak-anak yang tadinya jauh dari buku, kini menjadi lebih dekat pada buku dalam kesehariannya.

Tekad pria Alumni Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini sederhana. Melalui baca dan buku, dianggap mampu menekan angka putus sekolah. Karena anak-anak di Desa Sukaluyu, 81% tingkat pendidikannya hanya SD dan 9% SMP. Itu berarti, angka putus sekolah masih sangat tinggi. Mungkin karena persoalan ekonomi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Maka berangkat dari tekad menekan angka putus sekolah dan membangun tradisi baca itulah, Syarif begitu panggilannya, lalu mengubah garasi rumah menjadi rak-rak buku sebagai cikal bakal berdirinya TBM Lentera Pustaka. Dengan modal seadanya, mulailah disiapkan taman bacaan. Tanpa disangka, bantuan rekan-rekan yang peduli pun mengalir. Mulai dari donasi buku bacaan, bantuan dana untuk fasilitas taman bacaan, hingga perlengkapan taman bacaan. Tanggal 5 November 2017 pun TBM Lentera Pustaka berdiri dan menjadi satu-satunya taman bacaan resmi di Kec. Tamansari Kab. Bogor.

Awal berdiri, hanya 18 anak yang mau bergabung untuk membaca tiap Rabu-Jumat-Minggu. Buku yang tersedia pun hanya 700 buku bacaan. Dan hari ini, TBM Lentera Pustaka telah memiliki 60 anak pembaca aktif, yang rutin membaca 3 kali seminggu dengan koleksi buku lebih dari 3.000 buku. Dan kini, anak-anak yang terancam putus sekolah pun berubah menjadi anak-anak yang giat membaca buku. Anak-anak yang haus buku bacaan baru.

“Saya berpikir sederhana. Buku dan bacaan diharapkan bisa mengubah mindset akan pentingnya sekolah dan belajar. Agar angka putus sekolah bisa ditekan. Karena saya tidak punya uang banyak untuk menyekolahkan mereka. Maka saya memilih menidirikan taman bacaan. Agar tidak ada lagi anak yang putus sekolah, di samping membangun tradisi baca anak-anak,” ujar Syarifudin Yunus yang kini dikenal sebagai salah satu pegiat literasi Indonesia.

 

Taman Bacaan Unik dengan Model “TBM Edutainment”

TBM Lentera Pustaka berawal dari garasi rumah. Bagi Syarifudin Yunus, taman bacaan hanyalah ikhtiar kecil untuk menghidupkan tradisi baca anak-anak usia sekolah; yang sebelumnya jauh dari akses bacaan. Berjuang dengan iklhas sambal tetap membimbing anak-anak membaca. Tiap Rabu sore, Jumat sore, dan Minggu pagi, anak-anak dari 3 kampung kini terbiasa membaca buku secara gratis.

Syarif yang sekaligus kandidat Doktor Manajemen Pendidikan di Pascasarjana Unpak – beasiswa dari Unindra, sadar betul mengelola Taman Bacaan Masyarakat (TBM) tidaklah mudah. Karena faktanya di Indonesia, banyak taman bacaan masyarakat yang “mati suri” akibat tiga hal; 1) buku ada anak tidak ada, 2) anak ada buku tidak ada, dan 3) komitmen pengelola TBM yang setengah hati, tidak fokus mengelola taman bacaan. Maka di benaknya, taman bacaan harus bisa menjadi arena yang asyik dan menyenangkan anak-anak.

Dari bekas garasi rumah yang kini berubah menjadi taman bacaan, Syarif pun menerapkan konsep “TBM Edutainment”, sebuah cara beda dalam mengelola taman bacaan masyarakat. Taman bacaan bukan hanya menjadi tempat membaca anak-anak. Tapi taman bacaan harus bisa menjadi “motor penggerak” aktivitas sosial dan kemasyarakatan. “TBM-edutainment”; sebuah model pengembangan taman bacaan masyarakat yang unik berbasis edukasi dan entertainment.

Konsep “TBM-edutainment” inilah yang diterapkan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di Kp. Warung Loa Desa Sukaluyu Kec. Tamansari di Kaki Gn. Salak Bogor yang bertumpu pada aktivitas seperti:

  1. Ada salam literasi
  2. Ada doa literasi
  3. Ada senam literasi
  4. Membiasakan membaca bersuara
  1. Ada Laboratorium Baca tiap hari Minggu; untuk pemahaman dan motivasi anak-anak
  2. Ada event bulanan, dengan mendatangkan “tamu dari luar” untuk motivasi.
  3. Ada “jajajan kampung” gratis setiap bulan.

Bahkan kini, di TBM Lentera Pustaka tersedia fasilitas WiFi gratis tiap Sabtu dan Minggu, pelajaran komputer, dan kebun baca Lentera Pustaka sebagai sarana untuk mmebaca di ruang terbuka dan bercocok tanam. Dengan mengusung motto #BacaBukanMaen, TBM Lentera Pustaka terus berkomitmen dan konsisten dalam menegakkan tradisi baca dan budaya literasi masyarakat.

“Konsep TBM-Edutainment saya gagas agar mampu menjadikan taman bacaan sebagai center dari edukasi dan entertainment untuk anak-anak. Hal ini sebagai penyesuaian terhadap era digital dan milenial.  Maka harus ada cara yang kreatif dan beda untuk menghidupkan tradisi baca dan budaya literasi anak-anak. Membaca harus asyik dan menyenangkan,” tambah Syarifudin Yunus, alumni peraih UNJ Award 2017 ini.

Satu hal yang selalu diperjuangkan Syarifudin Yunus. Bahwa mengelola taman bacaan butuh kolaborasi dengan rakan-rekan yang peduli atau korporasi yang “concern” terhadap tradisi baca dan budaya literasi anak.  Karena itu, setiap tahun, TBM Lentera Pustaka selalu mengajak kalangan korporasi untuk menghibahkan dana CSR ke taman bacaan yang relatif tidak besar. Hanya untuk membeli buku bacaan baru dan operasional program taman baca. Termasuk bekerja sama dengan relawan tetap dan tidak tetap untuk membimbing anak-anak dalam membaca.

Maka ke depan, tradisi baca dan budaya literasi sudah pasti hanya bisa tegak bila didukung oleh banyak pihak; aparatur, masyarakat, kaum yang peduli atau relawan, donatur, dan korporasi. Semua pihak harus peduli tradisi baca dan budaya literasi. Karena kepedulian sosial bukanlah sekadar niat baik tapi harus diwujudkan dalam aksi nyata. Perilaku nyata untuk terjun langsung ke lapangan secara konsisten.

Perjuangan di TBM Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor belumlah usai akan terus berlangsung. Sebagai “legacy – warisan” buat umat. Dan kini pun, TBM Lentera Pustaka mulai merambah ke aktivitas sosial lainnya, seperti: 1) Penyelenggaraan “Gerakan BERantas Buta  aksaRA (GEBER BURA)” bagi ibu-ibu dan bapak-bapak yang buta huruf, 2) Implementasi “Wisata Literasi Lentera Pustaka Gn. Salak” sebagai wisata edukasi alternatif yang berbasis membaca buku sambil menyusuri sungai dan kebun di alam terbuka, dan 3) Edukasi Literasi Finansial (EDULIF) sebagai bentuk program edukasi literasi keuangan anak-anak setiap bulan.

“Taman bacaan masyarakat adalah momentum semua pihak untuk ikut berbuat menyiapkan masa depan anak-anak yang lebih baik dari orang tuanya. Maka, semua pihak harus turun tangan dan terlibat. Agar niat baik segera berubah jadi aksi nyata” tambah Syarifudin Yunus.

Jangan bilang kita cinta anak, bila tidak ada aksi nyata. Karena cinta bukan hanya serpihan ludah yang terpancar dari lisan semata. Tapi cinta itu tentang pengabdian dan kepedulian yang tertumpahkan tanpa henti sepanjang masa. Agar anak-anak tetap mau membaca buku.

Maka siapapun, jangan pernah menyerah mengelola taman bacaan masyarakat. Karena selalu ada cara yang kreatif dan inovatif untuk menjadikan taman bacaan masyarakat agar lebih asyik dan menyenangkan. Berbekal spirit itulah, sikap optimis untuk membangun tradisi baca dan budaya literasi anak-anak akan menjadi kenyataan. Kini saatnya, siapapun terlibat. Minimal dengan mendonasikan buku bacaan. Sebab buku bekas Anda adalah buku baru bagi mereka yang belum membacanya.

Sekalipun dari garasi rumah, dari teras rumah atau halaman beralaskan tikar; tradisi baca dan budaya literasi harus tetap tegak dii tengah anak-anak Indonesia …Salam literasi #TBLenteraPustaka #BacaBukanMaen #BudayaLiterasi

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler