Penulis: Honing Alvianto Bana
Persoalan kekerasan terhadap perempuan adalah persoalan mendesak yang menuntut jalan keluar yang tepat. Sayangnya, dibanyak daerah, persoalan seperti ini dianggap bukan persoalan serius.
Kekerasan terhadap perempuan menjadi unik, karena seringkali melibatkan pemerkosaan. Tubuh perempuan dilecehkan sebagai tanda penguasaan dan penghinaan dari pelaku pemerkosa.
Setelah terpuaskan, si pelaku pemerkosa seakan merasa tak berdosa. Dalam banyak kasus, diketahui para pemerkosa seringkali adalah orang-orang terdekat.
Kita tentu geram serta merasa ngeri ketika membaca berita-berita pemerkosaan. Misalnya, pemerkosaan terhadap seorang anak perempuan yang masih dibawah umur di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Bunga (bukan nama sebenarnya) diperkosa oleh kakeknya sendiri, saat rumah dalam keadaan kosong. (Suara.id 19/11/2019). Pada bulan yang sama, seorang gadis berumur 17 tahun juga diperkosa oleh seorang sopir angkot sesudah mabuk karna dipaksa mengkomsumsi minuman keras. (Lintas ntt, 19/11/2019)
Sebulan sebelumnya, seorang siswi kelas X di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan Negeri dikabupaten Timor Tengah Selatan juga diperkosa di atas mobil Izusu berwarna biru. (Realitarakyat.com 13 oktober/2019)
Tiga kejadian itu hanyalah contoh saja. Sesungguhnya, kejadian serupa sangatlah banyak dalam masyarakat kita.
Dengan membaca sejumlah berita tentang kasus pemerkosaan, kita seringkali marah, dan menuntut keadilan bagi semua pihak. Namun, persoalan ini tetap saja muncul, bahkan dengan tingkat brutalitas yang semakin mengerikan. Kita lantas bertanya-tanya, apa yang harus kita lakukan untuk menghentikan hal ini?
Pendekatan legalistik
Pendekatan legalistik adalah pendekatan kuno yang sering kita gunakan saat mendekati permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan pemerkosaan.
Pendekatan kuno yang saya maksud adalah pendekatan dengan memberikan ancaman hukuman yang berat bagi pelaku. Meski begitu, pendekatan ini tidaklah mencukupi. Permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan pemerkosa seakan tak pernah berhenti.
Hal ini karena pendekatan hukum selalu bersifat setelah kejadian, sehingga korban sudah menderita, baru pelaku bisa dihukum. Pendekatan ini jelas sudah terlambat.
Pendekatan legalistik semacam ini juga cenderung memaksa. Sedangkan, pada dasarnya, pemaksaan selalu mengundang pemberontakan. Semakin besar pemaksaan, semakin besar pula pemberontakan yang akan terjadi.
Pendekatan legalistik, walaupun diperlukan, jelaslah tidak mencukupi.
Pendekatan Moralistik
Di sisi yang lain, kita juga cenderung mendekati permasalahan pemerkosaan dengan pendekatan moralistik. Artinya, kita memaksa perempuan untuk menutupi tubuhnya dengan alasan-alasan moral. Juga dengan berpijak pada moral, kita menghambat gerak perempuan, sehingga mereka, misalnya, tidak boleh pulang malam, atau berjalan kaki di daerah-daerah tertentu.
Pada saat yang sama, kita tidak mendidik para pelaku, yang biasanya adalah pria, untuk mengenali dan mengelola dorongan-dorongan hasrat mereka.
Kita hanya sibuk dengan memberi himbauan-himbauan dan larangan-larangan moral yang biasanya bersifat agamis kepada mereka.
Tema seksualitas dan hasrat kenikmatan dijadikan tema tabu yang tak pernah dibahas. Ini jelas sebuah kesalahan besar.
Cara berpikir pemerkosa
Saat kita diperhadapkan dengan berbagai berita pemerkosaan. Ada satu pertanyaan yang sering kita ajukan. Pertanyaannya adalah apa yang ada di pikiran para pemerkosa itu?
Jika kita tenang, dan diam sejenak untuk merenungi cara berpikir pemerkosa, kita tentu bisa menemukan jawabannya.
Kesalahan mereka tentu ada pada kesalahan berpikir. Mereka (pemerkosa) melihat perempuan sebagai benda yang bisa digunakan untuk kepuasan mereka.
Perempuan dilihat bukan sebagai manusia, tetapi hanya sebagai obyek yang tak punya arti, kecuali arti pemberian kepuasan sesaat. Cara berpikir ini semakin diperkuat oleh kecenderungan berpikir orang jaman sekarang, yakni menyayangi barang, dan menggunakan manusia, dalam hal ini perempuan.
Selanjutnya: Kenapa ada pemerkosa?
Ikuti tulisan menarik honing lainnya di sini.