x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Minggu, 22 Maret 2020 09:55 WIB

Akhirnya Lockdown, Taman Bacaan di Kaki Gunung Salak

Akhirnya lockdown, akibat wabah virus corona. Sebuah taman bacaan di Kaki Gunung Salak menutuk askes keluar masuk orang. Tradisi baca pun "mati" seketika.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Lockdown, memang bukan pilihan mudah.

Akibat virus corona yang mewabah, tapi apa boleh buat, sebuah taman bacaan di Kaki Gunung Salak, pun memilih lockdown. Mengunci masuk keluar orang. Karena Taman Bacaan Lentera Pustaka, memang tidak pernah sepi dari 60an anak pembaca aktif. 10 ibu-ibu buta aksara, 12 anak-anak yatim binaan. Bahkan selalu ada tamu atau relawan tiap minggunya. Agak terpaksa dan sedih. Tapi, apa boleh buat harus lockdown. Sekaligus tanda “kematian” tradisi baca anak-anak yang sudah dibentuk 3 tahun belakangan ini.

Akhirnya lockdown. Terjadi di taman bacaan. Mau tidak mau, demi kebaikan dan kesehatan anak-anak pembaca aktif. Padahal sekolah mereka diliburkan. Harusnya kan baca buku di taman bacaan bagus. Tapi lagi-lagi, apa boleh buat? Akhirnya lockdown.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lockdown di taman bacaan saja menyedihkan. Gimana bila lockdown diberlakukan di Kota Jakarta atau Indonesia? Mungkin mengerikan. Lockdown, sekalipun niatnya untuk menekan penyebaran virus corona. Tapi mengunci semua akses keluar-masuk setiap warga sama sekali gak mudah. Gak mudah banget. Bisa jadi malah morat-marit. Makin panik, makin ketakutan. Alhasil malah rusuh, jadi kisruh. Maklum anak bangsa negeri ini, paling jago nyari salahnya kebijakan orang lain.

Jangankan lockdown. Diimbau untuk social distancing saja susah banget. Disuruh jaga jarak doang belum patuh semua. Dulu belum ada corona, di tempat ramai malah berduaan. Sekarang disuruh berduaan, malah pergi ke tempat ramai. Baru “dirumahkan” 2 minggu, ceritanya sudah macam-macam. Work from home; yang cewek jadi ngeluh karena terpaksa masak di rumah; yang cowok disuruh nyuci sama angkat jemuran. Siapa dong yang salah?

Lagi pula di situasi begini. Lockdown belum tentu bikin keadaan lebih baik.

Kasihan warung-warung kalau harus tutup. Tukang nasi uduk bisa gak ada pemasukan. Tukang ojol juga, sekarang saja sudah sepi. Belum lagi, berapa banyak resepsi pernikahan yang terpaksa batal. Event yang gak jadi digelar atau ditunda. Bahkan sekarang, ada yang meninggal akibat virus corona pun anggota keluarganya gak boleh dekat-dekat. Takut diisolasi atau ketularan. Sedih dengarnya. Apalagi lockdown.

Jadi pertimbangkanlah. Lockdown itu bukan asal jeplak. Apalagi cuma buat efek kejut. Lockdown itu harus rasional dan terukur. Jangan niatnya baik hasilnya berantakan. Itu blunder, bukan lockdown.

Lagi pula, kenapa sih namanya lockdown?

Ketinggian, susah dipahami. Apalagi di Kaki Gunung Salak. Mungkin baru dengar istilah lockdown. Kata mereka, lockdown itu ibu kota Inggris. Lebih parah lagi kaum jomblo. Lagi diskusi lockdown, malah ngomongin move on. Pantas, lockdown. Gelap hidupnya. #BudayaLiterasi

 

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB