x

nyawa atau ekonomi

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 24 Maret 2020 09:55 WIB

Bapak Presiden, Ayo Segera Selamatkan Nyawa dan Bantu Ekonomi Rakyat!

Menyelamatkan nyawa rakyat dan membantu ekonomi rakyat kini menjadi pilihan utama yang sewajibnya dilakukan pemerintah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Memahami diri sendiri dan orang lain, lalu dapat beradaptasi, simpati, empati, dan rendah hati adalah cermin kecerdasan emosional yang tinggi. (Supartono JW.24032020).

Mengapa saya akhirnya menulis artikel berjudul "Apakah Kecerdasan Emosional Saya Rendah?" Indonesiana.com (24/3/2020)?

Karena hanya dengan mengetuk hati dan pikiran jiwa terdalam setiap individu manusialah, wabah bencana virus corona dapat dicegah. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya selalu ingat, lirik lagu yang dinyanyikan Ari Laso, "sentuhlah dia tepat di hatinya", sehingga bagi saya, satu-satunya hal yang dapat menyadarkan setiap Individu khususnya di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini terkait virus corona, baik untuk pemimpin negara, para elite partai di parlemen, di pemerintahan, para cukong, rakyat yang merasa golongan kaya (atas), rakyat yang merasa golongan menengah, dan rakyat yang merasa miskin. 

Bila setelah disentuh hatinya pun tetap tak mau menyadari atas perliku dan sikapnya selama ini, maka kita hanya dapat berserah diri dan menunggu hidayah dari-Nya. Mengapa? 

Dengan jumlah korban kasus corona yang terus bertambah, rasanya di negeri ini tetap masih lebih banyak manusia-manusia "yang ngeyel" (tidak mau mengalah) dengan tetap memikirkan kehidupan duniawi (baca: ekonomi) ketimbang menyelamatkan nyawa, dan manusia-manusia seperti ini masuk dalam kategori manusia yang belum memiliki kecerdasan emosional, karena hatinya tidak pernah tersentuh, meski malah sudah berkali-kali disentuh. 

Pemimpin bangsa dan pemerintah masih ngeyel dengan kebijakannya, beberapa "tangan" Presiden masih tebar aksi cari muka, membikin pernyataan yang timbulkan gaduh dll. Rakyat masih ngeyel dengan tak mematuhi imbauan berdiam diri di rumah, setiap individu kini juga bak media massa/media online yang terus hilir mudik turut menyebarkan berita dan informasi corona di medsos, merasa paling tahu meski informasi dan berita yang turut diviralkan belum tentu akurat dan obyektif karena banyak yang merupakan opini pribadi (subyektif). 

Lebih menggemaskan, ada media online, yang jangankan membaca isi artikelnya, membaca judulnya saja, baik si penulis maupun pemimpin media nya, memang terkesan "menantang" masyarakat yang berseberangan dengan "kelompok" mereka. Herannya, media ini masih dapat tayang, padahal judul-judul artikel yang ditulis oleh para expert di media online ini, benar-benar sangat membahayakan disintegrasi bangsa. 

Namun, setiap artikel yang tayang justru langsung nangkring di mesin pencarian google. Mengapa stakeholder terkait di pemerintahan ini masih membiarkan media online ini tetap beroperasi? Apa karena menjadi corong partai/elite partai, atau di baliknya juga ada cukong? 

Yang pasti, membaca media massa, media online,  menonton siaran televisi, hingga sebaran informasi khususnya di grup-grup whastapp (wa) pagi ini, Selasa (24/3/2020) menyimak perkembangan pandemi virus corona, nyatanya wabah ini dapat disimpulkan secara umum di dunia, semakin meningkat. 

Pun di Indonesia, kira-kira hari ini akan bertambah berapa kasus? Bila di berbagai negara lain di belahan dunia ini, pemimpin negerinya terlihat sudah sangat tegas bersikap dan mengambil keputusan demi pencegahan pandemi corona, namun di Indonesia pemerintahnya masih terkesan sangat "lambat" melakukan tindakan dan kebijaksanaan, di sisi lain, rakyatnya pun masih sangat sulit di atur. Terlebih, dengan kondisi geografis, jumlah rakyat, tingkat pendidikan, tingkat sosial, dan tingkat ekonomi yang timpang.  

Apalagi tingkat kecerdasan emosional yang masih rendah hampir di seluruh lapisan masyarakat, maka tidak heran bila pada akhirnya, Indonesia menjadi negara yang memiliki jumlah prosentase kematian tertinggi di dunia akibat corona. 

Memang harus diakui, Presiden Jokowi tidak me-lockdown Indonesia, adalah keputusan bijak bila ditinjau dari sudut latar belakang ekonomi negara, maupun rakyat. 

Namun, bila dilihat dari sisi kemanusiaan, maka kebijakan tidak me-lockdown Indonesia, artinya Presiden Jokowi memang membiarkan, satu per satu rakyat Indonesia meninggal karena corona, dan sangat jelas dan tegas menyalahi UUD 1945, karena rakyat tidak dilindungi nyawanya oleh negara. 

Dengan demikian, boleh dong, setiap keluarga yang menjadi korban corona di Indonesia, nantinya dapat menuntut ganti rugi kepada negara atas hilangnya nyawa, karena negara telah lalai melindungi rakyatnya? 

Bapak Presiden yang saya hormati, apapun kebijakan yang Bapak lakukan atas wabah corona, tentu rakyat harus patuh. 

Tetapi, bila semakin hari korban terus bertambah, rakyat di suruh diam di rumah juga abai. Kantor-kantor juga masih ada yang mewajibkan karyawan hadir secara fisik, rakyat di bidang usaha sektor informal juga masih harus makan dan tetap ke luar rumah, maka percuma imbaun yang sudah dikeluarkan. 

Rendahnya kecerdasan emosional sebagaian masyarakat kita, kebutuhan pendapatan makan yang tidak bisa ditunda, tetap tak akan dapat me-lockdown masyarakat berdiam diri di rumah hanya sekadar karena imbauan. 

Mana janji segera menurunkan bantuan pendapatan dan konsumsi untuk rakyat yang membutuhkan? 

Jangan melockdown tidak, meminta rakyat mengisolasi diri, namun bantuan yang dijanjikan juga masih wacana! 

Maka lihat rakyat yang masih terlihat abay dan ngeyel? Rakyat melakukan itu karena tidak punya pilihan. Malah mungkin rakyat yang terlihat abai dan ngeyel ini malah sangat memiliki kecerdasan emosional tinggi karena tetap bersimpati, berempati, dan rendah hati untuk anak dan istrinya agar tak kelaparan.

Ayo Bapak Presiden, lindungi dan selamatkan nyawa rakyat. Segera bantu perekonomian rakyat!

Sadarilah, tersentuhlah hati, kasus setiap hari terus bertambah, nyawa melayang semakin banyak. Karenanya bagi yang belum sempat mampir dan membaca artikel berjudul "Apakah Kecerdasan Emosional Saya Rendah?" Indonesiana.com (24/3/2020), silakan menyimak dan memahaminya. 

Sehingga, satu-satunya cara yang sejak detik ini wajib kita lakukan, maka setiap diri kita menjadi penyumbang utama, pencegahan virus corona, karena kita cerdas emosi. 

Semoga secara pribadi kita senantiasa dapat selalu instrospeksi diri, sehingga dapat senantiasa pula mengembangkan diri menjadi pribadi yang memiliki kecerdasan emosional tinggi. Aamiin

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler