x

Iklan

Joko Hariyono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 24 Maret 2020 14:39 WIB

Prediksi Titik Puncak Penyebaran Covid-19 di Indonesia

Berbeda dengan perhitungan yang dilakukan BIN dan ITB, penulis melakukan beberapa pendekatan untuk mengenali pola dinamika penyebaran Covid 19 di tanah air. Penelitian ini mempertimbangkan beberapa konteks sebagai variabel deviasi untuk menentukan estimasi wakaktu recovery yang dibutuhkan Indonesia sejak awal wabah corona melanda negeri ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya tanggal 13 Maret 2020, peneliti dari Badan Inteligen Nasional (BIN) merilis informasi perihal estimasi puncak penyebaran Covid-19 di Indonesia. Dalam paparannya, Deputi Bidang Intelijen Teknologi BIN, Mayjen TNI Afini Boer mengatakan puncak penyebaran Covid-19 di Indonesia diperkirakan akan terjadi sekitar 60-80 hari sejak pengumuman kasus positif, 2 Maret 2020 lalu.

Hal ini berdasarkan simulasi data yang dilakukan pihaknya, dengan rumus matematika kita memperkirakan dengan variabel suspected, infected dan recovery, model menunjukkan akan masuk masa puncak di 60 sampai 80 hari.

Sementara Peneliti dari ITB pada tanggal 19 Maret 2020 memaparkan perkiraan puncak penyebaran Covid-19 di tanah air dialami pada akhir Maret hingga pertengahan April 2020. Dirilis dari Kompas.com, Pusat Permodelan Matematika dan Simulasi (P2MS) Institut Teknologi Bandung (ITB) melakukan simulasi dan pemodelan sederhana mengenai prediksi penyebaran virus corona atau Covid-19 di Indonesia.

Hasilnya, Indonesia diprediksi akan mengalami puncak jumlah kasus harian Covid-19 pada akhir Maret 2020 hingga pertengahan April 2020. Pandemi tersebut diperkirakan berakhir pada saat kasus harian baru terbesar berada di angka sekitar 600 pasien. Pada penelitian ini digunakan pemodelan dengan satu model yang cukup sederhana, tidak mengikutkan faktor-faktor kompleksitasnya.

Kedua penelitian di atas cukup menarik, karena melihat pemodelan sederhana sebagai tools untuk memprediksi hasil estimasi. Jika pada penelitian pertama oleh peneliti dari BIN menggunakan rumus matematika dengan variabel suspected, infected dan recovery. Model diperkirakan, hasilnya dapat digunakan untuk menunjukkan durasi waktu masuk periode masa puncak. Artinya, siklus dari mulai seseorang diindikasikan suspected (Pasien dalam Pengawasan), infected (Pasien Positif) dan recovery (Pasien Sembuh) menjadi variabel penting dalam perhitungan. Karena jumlah suspected menjadi rantai awal infected diakhiri dengan pasien yang sembuh dan mempunyai antibody untuk tidak terinfeksi kembali.

Penelitian kedua tidak kalah menarik, menggunakan model Richard’s Curve. Model tersebut terbukti berhasil memprediksi awal, akhir, serta puncak endemi SARS di Hong Kong pada 2003. Seteleh memilih model penelitian, mereka menguji berbagai data kasus Covid-19 terlapor dari berbagai macam negara, seperti China, Iran, Italia, Korea Selatan, dan Amerika Serikat, termasuk data akumulatif seluruh dunia.

Secara matematik, model Richard’s Curve Korea Selatan paling cocok (kesalahannya kecil) disandingkan dengan data terlapor Covid-19 di Indonesia, jika dibanding data negara lain. Kesesuaian ini diambil saat Indonesia memiliki 96 kasus positif corona.

Empat hari berselang, seiring dengan laporan data harian yang diumumkan oleh pemerintah, pada tanggal 23 Maret 2020 dilakukan revisi, dikarenakan data terlapor sebagai data masukan dalam model Richard’s Curve sebelumnya terjadi perbedaan. Yang semula data harian pada durasi informasi diturunkan 19 Maret 2020 sampai dengan saat revisi 23 Maret 2020 adalah data estimasi, namun diperbarui dengan data terlapor pada model tersebut. Hal ini menyebabkan estimasi waktu terjadinya titik puncak penyebaran yang semula diprediksi pada akhir Maret 2020 hingga pertengahan April 2020 berubah menjadi akhir Mei atau awal Juni 2020.

Semakin banyak input jumlah terlapor harian, menghasilkan kemungkinan kurva mendekati keadaan sebenarnya. Hal ini menyebabkan pemodelan sederhana sangat dipengaruhi seberapa banyak data real sebagai input model tersebut.

Model matematika adalah alat bantu yang sangat powerful dalam mengenali pola maupun mengestimasi sebuah proses. Hal ini menjadi menarik, karena proses yang terjadi di alam semesta ini tidak bisa lepas dari hukum fisika yang selalu mengatur fenomena sebab akibat. Kita boleh melemparkan bola ke atas setinggi-tingginya, namun hokum fisika mengatur kecepatan jatuh dengan persamaan yang exact.

Jika anak kita menangis setelah terjatuh dan kehilangan beberapa kelereng dalam genggamannya, maka kita perlu menanyakan tadi larinya kearah mana? Karena hukum fisika, Gaussian distribussion, bisa memperkirakan sebaran kelereng yang jatuh kearah mana saja. Dengan kata lain, kejelian kita membangun model, sangat menentukan ketepatan pola maupun estimasi yang kita usulkan.

Selanjutnya: Model alternatif 

Ikuti tulisan menarik Joko Hariyono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu