x

Tahapan pembuatan gula aren di Dusun Oloh, Patemon, Situbondo.

Iklan

Kamaruddin Azis

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 25 Maret 2020 13:02 WIB

Nilai Aren Oloh, Pilar Ekonomi Situbondo

Usaha gula aren di Dusun Oloh, Desa Patemon berlangsung turun temurun. Produksi dan nilai ekonominya sungguh besar, penopang ekonomi warga. Usaha gula aren ini jika dikembangkan dengan saksama akan menjadi salah satu pilar ekonomi Situbondo, bekal menuju kemandirian.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bupati H. Dadang Wigiarto, S.H bersama pejabat OPD Situbondo menapaki jalan menanjak menuju jantung Dusun Oloh, Desa Patemon, Situbondo, 18/03/2020. Matahari beringsut ke barat saat mereka sampai di rumah tujuan. Tetamu lalu duduk selonjoran, membuang penat.

Desa Patemon sungguh istimewa. Menurut penuturan warga, di desa ini ada jalur yang pernah dilewati tokoh Situbond, K.H. R. Syamsul Arifin, Kiai As'ad, Kiai Fawaid, Kiai Azaim pada sekira 4 tahun lalu. Para Kiai melintas dari Patemon menuju Desa Kukusan di balik gunung dan memberi nama jalur ini ‘Jalur Bismillah’.

Siang itu, Bupati dan rombongan yang duduk melantai di teras rumah dijamu manis minuman aren. Belasan gelas tersedia, nampak dua wadah berisi cairan nira hasil sadapan warga setempat.  “Minum bang, ini nira yang ditampung warga,” kata Mashudi biasa disapai Cak Udi, aktivis LSM Situbondo yang menemani penulis.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di halaman rumah, di depan mata tetamu, Husaimah, perempuan paruh baya, bergegas memasang tungku pengapian. Dia hendak memasak cairan nira yang dibawa pulang suaminya, Misto, dari hutan Oloh.

Perempuan lainnya, Sutinah, 28 tahun, bersiap memasukkan kayu bakar dan menata penampung nira untuk dituang ke wajan masak. Suami Husaimah kembali ke hutan untuk mengambil bumbungan tersisa. Bumbungan adalah wadah penampung yang terbuat dari bambu ukuran besar, semacam bambu petung.

Butuh waktu sejam untuk pulang pergi ke lokasi pengambilan nira di hutan Oloh. “Kadang lebih pak, bisa sampai sejam ke lokasi pengambilan. Di lokasi palingan 30 menit sebelum balik lagi ke sini,” ucap Husaimah terkait usaha suaminya.

Usaha ini menurut Mat Ali, Kepala Dusun Oloh telah berlangsung turun temurun. Ada seratusan warga Dusun Oloh yang menjadi pelaku usaha pembuatan gula aren. Bukan hanya suami atau pria tetapi para istri juga ikut serta termasuk Sutinah, gadis desa bahkan usia kakek-nenek.

“Untuk menampung cairan aren, ada penampung dari bambu memanjang seukuran satu meter, inilah yang dipasang pada saat pagi hari lalu diambil pada sore hari,” kata Mat Ali. Selain mengambil cairan enau, warga juga menggunakan daun enau untuk pembungkus gula aren.

Nampak beberapa orang membawa bumbungan dari arah timur. Ada yang menggunakan kendaraan roda dua ada pula yang jalan kaki. Berkendara sembari memboyong bumbungan di pundak. Ini tentu cukup unik dan menantang sebab medan yang dilalui adalah jalan mendaki.

 

Menurut Mat Ali, saat kaum pria ke hutan memasang wadah penampung cairan aren, di rumah ibu-ibu atau perempuan menyiapkan wadah pemasakan, menyiapkan pembungkus bakal gula aren dan segala pernik pengolahannya.

“Inilah sumber pendapatan warga kami sedari dulu, semuanya,” tutur Mat Ali.

Husaimah dan Sutinah baru saja selesai memasang tungku. Mereka bersiap memasak air nira untuk jadi gula aren. Nira yang diperoleh Misto, suami Husaimah kira-kira ada 4 liter dari satu bumbungan.

“Suami saja keluar lagi ngambil,” kata Husaimah. Maksudnya ke hutan lagi ambil bumbungan tersisa. Menurut Husaimah, hari itu, 18 Maret 2020, suaminya berangkat sedari pukul 6 pagi. “Pulangnya setengah sembilan. Jadi kalau perjalanan bisa dua jam, kalau di hutan palingan 30 menit.”

Selanjutnya: Sumber penghidupan di hutan Polaseng

Ikuti tulisan menarik Kamaruddin Azis lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler