x

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 31 Maret 2020 05:29 WIB

Pemudik Lebih Gesit Ketimbang Pemerintah

Ketimbang semakin terjepit di kota-kota besar dan berisiko tak mampu bertahan hidup jika kebijakan lockdown diberlakukan, banyak orang buru-buru mudik ke kampung halaman kendati perjalanan ini sangat berisiko karena membuka peluang bagi dirinya untuk terpapar virus dan menularkan kepada orang lain

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya


Ramadhan masih beberapa pekan lagi, ditambah satu bulan sesudahnya baru Idul Fitri. Tapi banyak perantau yang sudah tidak sabar untuk mudik ke kampung halaman masing-masing. Mereka mungkin ingin menjalani puasa bersama kerabat di tanah kelahiran. Suasana Ramadhan tahun ini bakal berbeda, baik di perantauan maupun di kampung halaman. Pengalaman pun bakal berbeda.

Karena itu, pemudik mencuri start dengan pulang kampung lebih cepat ketimbang biasanya hingga, seperti dikutip media, Presiden Jokowi terkesima: "Selama 8 hari terakhir ini tercatat ada 876 armada bus antarprovinsi yang membawa kurang lebih 14 ribu penumpang dari Jabodetabek ke Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan DIY." Itu belum memperhitungkan yang mudik dini dengan pesawat, kereta, ataupun mobil pribadi.

Dibandingkan tahun-tahun lalu, mudik dini kali ini memang menimbulkan persoalan tersendiri, persoalan yang serius lantaran beriringan dengan menyebarnya wabah corona. Jadi, mungkin saja alasan sebenarnya para pemudik dini bukan (atau bukan hanya) karena ingin berpuasa di kampung halaman. Tapi, karena ingin menghindari kehebohan di Jakarta--ibukota yang kini jadi episentrum penyebaran virus corona. Jadi, mumpung Jakarta belum dinyatakan lockdown, mendingan kabur duluan ke kampung halaman.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Masalahnya, berapa banyak pemudik dini itu yang 100% bebas dari infeksi Corona saat tiba di kampung halamannya. Tidak ada yang tahu. Pemerintah tidak tahu, yang mudik pun tidak tahu. Mereka mestinya dites satu per satu begitu keluar dari gerbong kereta atau bis ataupun saat mobil pribadinya memasuki wilayah tujuan, tapi alat pengujinya tersedia atau tidak? Petugasnya mencukupi atau tidak?

Bukannya mau membayangkan yang buruk-buruk. Tapi, jika para pemudik itu tidak 100% bebas dari infeksi Corona, ya kebayanglah kerepotan yang berpotensi muncul di kampung halaman. Alih-alih menjalani puasa bersama kerabat di kampung, urusannya bisa jadi malah lain. Jika terpaksa diisolasi, berarti puasa pun bakal tak diperbolehkan, sebab yang terinfeksi musti segera memulihkan kondisi badan selekas-lekasnya. Lebaran mungkin juga tak seindah yang dibayangkan.

Fenomena mudik dini yang menurut media massa jumlahnya puluhan ribu orang, baik ke wilayah-wilayah lain di Jawa maupun Sumatra, itu menunjukkan dengan jelas betapa para perantau yang mudik itu lebih sigap dibandingkan pemerintah. Barangkali karena urusannya banyak, pemerintah tidak kunjung membuat keputusan tentang larangan mudik. Pemerintah mungkin masih mikir tentang segala sesuatunya bila mudik Lebaran dilarang, karena itu Perpres maupun Inpres belum kunjung keluar hingga 30 Maret 2020.

Perantau kelihatannya memang lebih cerdik membaca situasi. Mereka memilih untuk mudik dini senyampang anak-anak belum jelas kapan kembali ke bangku sekolah. Jikalaupun mudik Lebaran dilarang, larangan itu tidak lagi bisa menjangkau mereka lantaran mereka sudah berada di kampung halaman. Langkah mereka lebih gesit ketimbang kecepatan pemerintah dalam mengambil keputusan.

Kelihatannya ada alasan lain mengapa banyak perantau yang pulang ke kampung halaman lebih dini. Ada perantau di Jakarta yang mengatakan sekarang cari makan semakin susah. Pembatasan gerak atau mobilitas warga memang mempersempit ruang untuk memperoleh penghasilan seperti biasanya. Penurunan pendapatan sangat mungkin terjadi. Para pekerja informal termasuk yang paling awal mengalami penurunan penghasilan. Begitu pula pengojek, pewarung, penjual kopi kaki lima, pokoknya mereka yang hidupnya bertumpu pada kaki sendiri dengan modal kecil, bukan karyawan perusahaan maupun instansi pemerintah.

Jadi, ketimbang semakin terjepit di kota-kota besar dan berisiko tak mampu bertahan hidup, mereka buru-buru pulang ke kampung halaman kendati perjalanan ini sangat berisiko karena membuka peluang bagi dirinya untuk tertular dan mungkin menularkan kepada orang lain, baik selama di perjalanan maupun setelah berada di kampung halaman. Barangkali, dengan berkumpul bersama kerabat di kampung, mereka merasa lebih aman dibandingkan di perantauan dalam situasi seperti sekarang.

Mudah-mudahan saja, mereka yang sudah telanjur mudik benar-benar bisa bebas dari Corona, begitu pula keluarga yang dikunjungi. Ibadah puasa pun dapat dijalani dengan nyaman, begitu pula dengan Lebaran. Mudah2an saja tidak ada kabar yang lebih buruk hingga wabah ini berakhir. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler