x

opini

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 4 April 2020 06:39 WIB

Di Tengah Pandemi Corona, Beropinilah yang Positif!

Beropinilah yang positif, sehingga opini tersebut akan membawa manfaat dan menghidarkan diri dan orang lain dari sikap dan perbuatan kontraproduktif

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Masyarakat kini sangat berharap agar para pembantu Presiden tidak bicara sembarangan dan seolah malah mengecilkan pandemi corona dan menyalahkan rakyat.

Atas kondisi itu, kini Menteri Kesehatan RI sudah tak lagi muncul di hadapan publik. Lalu, juru bicara yang dipercaya pemerintahpun sudah membuat dua kali kesalahan. Berikutnya ada beberapa pembantu dan staf ahli presiden malah terlihat kurang etis, berbicara di depan publik, hanya menyambung apa yang diungkap presiden, dibumbui opini pribadi yang malah tambah membikin gemas masyarakat, dan tetap senyum-senyum merasa hebat. 

Tak ketinggalan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, sudah beberapa kali membuat masyarakat kesal, sampai dibilang bak perdana menteri hingga membuat pemimpin daerah pun kecewa atas berbagai pernyataannya di media massa. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tak berhenti di situ, saya lansir dari detikcom-detiknews, Jumat (3/4/2020), Luhut malah bicara soal virus Corona (Covid-19) yang tak cocok hidup di Indonesia, karena Covid-19 tak kuat hidup di cuaca panas. 

Hal itu disampaikan Luhut dalam konferensi pers usai rapat terbatas (ratas) bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Kamis (2/4/2020). Kok bisa luhut bicara begitu? Padahal sudah ribuan rakyat Indonesia positif corona dan ratusan nyawa melayang. Bagaimana bisa bicara seenaknya, corona tak cocok hidup di Indonesia. Jelas tambah ngarang. 

Sejatinya dalam ratas, pembahasannya adalah perihal antisipasi mudik di tengah pandemi Covid-19? dan pada awalnya Luhut bicara mengenai pentingnya jaga jarak atau physical distancing dalam pencegahan Covid-19, yaitu pentingnya kedisiplinan dalam menjaga jarak aman. 

Yang mengherankan, Luhut berbicara seperti bukan dalam posisi sebagai wakil pemerintah yang seharusnya menjadi pengambil keputusan untuk pencegahan corona. 

Sudah berbagai diskusi, perbincangan, hingga kritikan, masukan, dan saran baik dari masyarakat, praktisi, pengamat, ahli dan profesional dll, melului berbagai surat pembaca, media sosial, media massa , dan media tevisi, mengenai kondisi masyarakat kita. 

Tetapi kok Luhut masih bicara seperti ini, "Tetapi kalau kita tadi bisa mendisiplinkan rakyat kita dengan menjaga jarak itu, itu akan sangat-sangat membantu," kata Luhut. 

Bahkan Luhut pun menambahan bahwa Covid-19 tak kuat hidup di Indonesia. Sebab, virus yang tengah mewabah di dunia itu tak bisa bertahan dalam cuaca panas dengan kelembaban yang tinggi. "Dari hasil modeling kita yang ada, cuaca Indonesia, ekuator ini, yang panas dan juga humidity tinggi itu untuk Covid-19 ini nggak kuat," ujarnya. 

Bicara sesuai fakta boleh, namun bila asal bicara dan terkesan hanya sekadar mau mencari pembelaan, di saat genting seperti ini, tidak lucu. Apa yang dibicarakan Luhut, menjadi seperti omong kosong, meski beliau mengatakan, bahwa apa yang diungkapnya adalah kesimpulan yang didasarkan pada hasil penelitian sejumlah universitas dan lembaga. 

Pertanyaannya, itu hasil penelitiannya kapan? Lalu, mengapa setiap hari pasien corona terus bertambah yang positif dan meninggal, meski ada sedikit yang sembuh. 

Atas penjelasan yang masih terkesan ngawur dan buktinya virus tetap menyerang masyarakat Indonesia, Luhut pun masih "ngeyel" bahwa penanganan pencegahan virus itu tergantung masyarakatnya. Ini bagaimana sih? 

Bukannya Luhut sudah tahu kultur, budaya, tingkat kecerdasan intelegensi dan emosi, sosial, dan ekonomi masyarakat kita? Masa masih kukuh bicara yang menekan dan seolah menyalahkan rakyat. 

Kengeyelan Luhut pun ditambah dengan membicarakan hasil modeling. Katanya,  disimpulkan bahwa physical distancing menjadi kunci pemutusan matai rantai Covid-19. "Semua saya mohon kita agar mengikuti protokol kesehatan Covid-19. Khususnya terkait physical distancing. Karena dari hasil studi dengan modeling-modeling yang dibuat baik oleh teman-teman di UI, di UGM, di ITB, di BSSN, itu semua menyimpulkan bahwa jaga jarak sangat penting kalau kita mau selesaikan ini," tutur Luhut.

Oleh sebab itu, Luhut mewanti-wanti masyarakat agar selalu disiplin dalam melakukan physical distancing dan meminta masyarakat untuk tak mudik pada Lebaran Idul Fitri nantinya demi mencegah penyebaran Covid-19. 

Lebih lucu, menurut saya, Luhut berujar, "Tapi kalau tadi jaga jarak tidak dilakukan itu juga jadi tidak berarti, sekarang ini tergantung kita, kita mau bagaimana, semua. Kalau kita tidak mau selesaikan, mau orang lain korban gara-gara kita ya silakan dibuat. Saya kira tidak ingin keluarga kita, anak kita, istri kita itu jadi korban karena kita tidak disiplin," kata dia.

Bila seorang Luhut, hanya mengungkap itu, semua masyarakat juga sudah paham. Masyarakat itu butuh, kepastian, butuh ditegaskan, butuh didisiplinkan. Tapi, Luhut sendiri juga malah mencekal pembatasan angkutan bus suatu daerah. 

Katanya semua harus sesuai instruksi pemerintah pusat. Tapi saat pemerintah daerah mencoba bijak dan mengambil langkah tegas, dicekal, dilarang. Padahal masyarakat kita itu butuh kepastian makan, ada uang untuk biaya hidup. 

Kalau masyarakat tidak bergerak khususnya yang usahanya sektor informal, ya mereka tidak ada uang dan tidak dapat makan, karenanya, bukannya masyarakat tak mau menjaga jarak dan berdiam diri di rumah, tapi masalahnya "itu" Bapak Luhut! 

Apa benar, setelah instruksi presiden agar rakyat belajar di rumah, bekerja di rumah, beribadah di rumah, lalu korban virus corona juga tidak terus bertambah? Terus bertambah.

Selanjutnya: LBP stop membuat blunder opini

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler