x

anjuran

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 4 April 2020 15:06 WIB

Ironi di Tengah Wabah Corona, Aturan Dijalankan dengan Anjuran

Saat berbagai pihak berharap agar pemerintah tegas dan konsiten dengan aturan yang dibuat dalam menghadapi wabah corona, ternyata Jokowi dan pemerintahnya justru memilih pelaksanaan aturan dengan anjuran. Sangat ironis.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Saat berbagai pihak berharap agar pemerintah tegas dan konsiten dengan aturan yang dibuat dalam menghadapi wabah corona, ternyata Jokowi dan pemerintahnya justru memilih pelaksanaan aturan dengan anjuran. Sangat ironis.

Kebijakan yang simpang-siur dari pemerintah, antara sikap pemerintah pusat yang meminta daerah patuh pada pusat menyoal penanganan, penanggulangan, dan antispasi dampak Covid-19 (PPADC19), namun beberapa daerah tetap mengambil langkah sendiri-sendiri, sementara pemerintah pusat pun nampak tidak tegas dengan berbagai instruksi dengan kebijakan dalam bentuk aturan yang telah ditetapkan.

Simpang-siur inilah yang justru lebih menjadi sorotan masyarakat Indonesia ketimbang penyebaran virus corona yang justru semakin hari semakin merambah banyak korban rakyat Indonesia. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dari kepastian tak akan me-lockdown Indonesia, lalu hanya menghimbau agar masyarakat tetap belajar, bekerja, beribadah di rumah dan menjaga jarak, lalu terbit kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), terbaru tak melarang masyarakat mudik lebaran pun dengan komunikasi istana yang sempat membuat masyarakat tercekat. 

Semua kebijakan pusat, pada akhirnya dan kenyataannya, membuat masing-masing pemerintah daerah harus bekerja lebih keras sekadar menuruti kebijakan pemerintah pusat. Sorotan yang lebih tajam, pemerintah daerah yang berinisiatif mengambil tindakan sendiri, ada yang dicekal, namun sikap dan kebijakan pemerintah pusat juga lebih sering terasa tidak tegas dan tidak konsisten. 

Akhirnya, pemerintah daerah justru terkesan hanya menjadi korban kebijakan pusat dan harus menanggung beban lebih berat demi PPATDC19 yang terus menggelora. Apa pasalnya? 

Ternyata, meski sejak awal pemerintah pusat sudah mengambil kebijakan dan melarang pemerintah daerah mengambil tindakan sendiri-sendiri, ternyata dalam menjalankan kebijakannya, banyak masyarakat yang menyebut hanya sebagai "anjuran" bukan tegas pada "aturan". 

Entah, apakah persoalan ini, khususnya bagi pemerintah pusat hanya sebagai intrik, taktik, dan politik mereka demi menarik hati dan simpati masyarakat, karena meski dalam situasi pandemi corona yang terus merajalela di Indonesia, tetap ada "tujuan" yang tidak boleh gagal? 

Tujuan itu, sepertinya juga sudah terbaca oleh partai politik dan elite partai oposisi pemerintah khususnya, dan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. 

Agar tidak gagal paham, coba kita simak apa maksud anjuran dan aturan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia. 

Anjuran maknanya adalah yang dianjurkan, usul, saran, nasihat, ajakan. Sedangkan aturan berarti hasil perbuatan mengatur, (segala sesuatu) yang sudah diatur. Aturan juga dimaksud sebagai cara (ketentuan, patokan, petunjuk, perintah) yang telah ditetapkan supaya diturut. Juga bermakna tindakan atau perbuatan yang harus dijalankan. Juga berarti adat sopan santun, ketertiban , serta bermakna cak seharusnya, biasanya dan pranata aturan yang mengatur nilai-nilai sosial yang berlaku dalam suatu masyarakat. 

Sesuai makna tersebut, memang dapat disimpulkan, kebijakan pemerintah pusat, meski telah mengeluarkan aturan baik dari Presiden maupun maklumat Kapolri untuk masyarakat, nyatanya dalam pelaksanaannya, semua masih terus diupayakan dalam bentuk anjuran. 

Istana hanya menganjurkan, mengusulkan, memberi saran, menasihati, dan mengajak kepada masyarakat untuk mematuhi aturan sesuai kebijakannya dalam PPADC19 di Indonesia dan menyerahkan sepenuhnya kepatuhan atas aturan yang dibuat sesuai kesadaran masyarakat. 

Di sisi lain, kepada pemerintah daerah, Istana cukup ketat, tegas, sampai  mencekal kebijakan daerah yang mencoba berinisiatif. Sudah begitu, saat rakyat dibiarkan tak tertib menjalankan aturan pemerintah pusat karena aturan itu hanya justru tetap diapungkan sebagai deretan kata-kata dan praktinya masyarakat hanya diimbau menjalankan aturan, pemerintah daerah yang harus menanggung bebannya. 

Masyarakat, istilahnya masih bebas dibiarkan "berkeliaran" ke mana-mana, lalu dinasihati harus mengkarantina sendiri di rumah selama 14 hari.

Seiring dengan itu, virus corona juga dibiarkan beredar bersama masyarakat yang masih dibebaskan berkeliaran ke berbagai daerah, sebab daerah yang ingin melindungi masyarakatnya, justru terus kedatangan warga dari zona merah. Maka, setiap hari pun korban positif corona terus bertambah, nyawa melayangpun tak dapat dicegah.

Sudah begitu, menjelang lebaran pun, rakyat dapat bonus, dibebaskan untuk mudik, dengan strategi pemerintah pusat memberikan catatan dalam bentuk anjuran. 

Sudah begitu, bantuan pemerintah pusat kepada rakyat pun, tercatat baru pada keringanan tagihan listrik golongan tertentu saja, meski informasinya 400 triliun lebih anggaran akan disuntikan pemerintah pusat kepada PPADC19. 

Bahkan termasuk anggaran pendidikan pun turut dipangkas. Di media massa juga ramai berita bahwa ternyata istana  tak menyentuh sama sekali anggaran pembangunan ibu kota baru. Padahal, ada daerah yang jelas-jelas merevisi APBD AT 2020 dengan membatalkan berbagai program yang juga sangat diharapakan tetap berjalan oleh masyarakat, tapi demi untuk PPADC19, banyak program dibatalkan. 

Masyarakatpun menyebut ini adalah teladan terbalik. Pemerintah pusat hanya pandai menyuruh dan menginstruksi pemerintah daerah untuk berbuat ini dan itu, lalu bila ada hal yang pemerintah pusat tidak berkenan dan dianggap menyalahi instruksi, maka kebijakan pemerintah daerah dicekal. 

Lalu, kepada rakyat, pemerintah pusat cukup dengan anjuran. Akibatnya banyak pihak berpendapat bahwa pemerintah pusat sangat paham akan apa yang selama ini dikeluhkan tentang cara mereka melakukan PPADC19, tetapi tetap santai, tutup telinga dan mata.

Justru yang lebih penting bagi mereka adalah tetap bersimpati, memberi hati, membebaskan rakyat bergerak, demi masyarakat tetap "jinak" mudah dikendalikan, tidak rusuh, ekonomi para cukong pun tetap aman terkendali. 

Ujungnya pemerintah tetap dapat menjalankan program-programnya, termasuk utamanya meninggalkan dan mencatatkan sejarah lahirnya ibu kota baru RI. 

Barangkali itulah yang dapat saya rekam dari semua narasi menyoal PPADC19 dari pemerintah Indonesia. Mungkinkah benar? Anjuran menjadi politik yang memang dipilih oleh Presiden Jokowi dalam rangka menyelamatkan semua? Terutama program mencatatkan sejarah itu? 

Maka, politik tegas melaksanakan aturan hanya ditujukan kepada pemerintah daerah dan stakeholder terkait sesuai instruksi dan perintah istana.

Menarik simpati dan hati jutaan rakyat, dengan anjuranmasih lebih penting, barangkali karena tujuan "itu". Allah maha tahu.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler