x

Pesawat Boeing 747-8 Freighter melakukan uji terbang pertamanya di Everett, Washington (9/2). Pesawat yang dapat membawa 400 sampai 500 penumpang ini merupakan saingan pesawat Airbus A380. AP/Ted S. Warren

Iklan

Indonesiana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 6 April 2020 11:30 WIB

Boeing 747 "Jumbo Jet", Pelopor Transportasi Udara Massal, Oleh: Eduard Lukman  

Cepatnya mobilitas manusia dan barang ke seluruh penjuru dunia dimungkinkan oleh moda transportasi udara. Sejarah transportasi massal via duara tak akan pernah melupakan peran Boeing 747, si jumbo jet.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Interaksi Antar-Budaya

Kehadiran Boeing 747 sebagai "people mover" dengan cepat secara besar-besaran, rupanya juga membawa implikasi luas pada interaksi antar-manusia antar-bangsa. Pakar kajian Komunikasi antar-budaya menegaskan bahwa kontak manusia dari berbagai bangsa dengan beragam budaya  difasilitasi kemajuan pesat teknologi komunikasi dan transportasi, terutama angkutan udara (lihat misalnya  Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, Communication Between Cultures, 2001, 2010).  

Budaya yang sangat beragam itu, tentulah berimplikasi pada kompleksnya komunikasi antar-budaya. Karena itu meningkatnya frekuensi serta intensitas kontak dan interaksi manusia sejagat, menjadikan kajian Komunikasi Antar-budaya semakin perlu dan penting (lihat misalnya: Samovar, Porter, dan Edwin R. McDaniel, Intercultural Communication: A Reader, 2012).   

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Memang kontak virtual makin dominan saat ini, namun kontak dan interaksi langsung antar-manusia dianggap tidak tergantikan. Sedikit banyak Boeing 747 telah memelopori memperbesar kesempatan itu. Tantangannya adalah bagaimana mengarahkan interaksi manusia yang berbeda budaya itu, menjadi hubungan yang  penuh pengertian dan respek, di tengah perbedaan (lihat misalnya Samovar, Porter, dan McDaniel, Communication Between Cultures, 2010).

Kenangan Saat Krisis

Total produksi Boeing 747, termasuk varian terakhir 747-8 yang tidak begitu bagus penjualannya, diperkirakan mencapai lebih dari 1500 pesawat (majalah Aviation History, edisi September 2018). Bandingkan dengan Airbus A380 yang baru mencapai angka sekitar 300 pesawat, dan bahkan sudah terancam ditutup jalur produksinya di tahun 2021 (majalah aviasi AIR International, June 2019).

Mendekati masa 50 tahun operasionalnya, Boeing 747 mulai memudar. Berbagai maskapai penerbangan secara bertahap mengoperasikan pesawat lebih modern, kian efisien, makin irit bahan bakarnya.  Banyak maskapai kini memilih menggunakan pesawat bermesin dua, yang sangat efisien dan dapat diandalkan, sehingga memangkas biaya operasional.

Maraknya pandemi Covid-19  saat ini mendera bisnis transportasi udara. Perusahaan-perusahaan penerbangan mengalami krisis berat. Salah satu upaya utama mengurangi dan meredam luas dan cepatnya penyebaran wabah tersebut, adalah mengurangi (bahkan di beberapa tempat menutup) arus mobilitas manusia. Bagi bisnis transportasi, termasuk udara, ini pukulan sangat telak.

Di tengah keprihatinan ini, kita mengenang Boeing 747 yang memiliki keunikan tersendiri dalam sejarah transportasi udara, sebagai salah satu wahana utama yang telah mempermudah dan memperbesar arus mobilitas dan interaksi manusia.

Tempat dan peranan Boeing 747 di dunia kedirgantaraan, sudahlah jelas. Seperti kata Clive Irving (dalam majalah Aviation History, edisi September 2018): "It was the first jet to truly democratize air travel." Si "Gajah" tercatat sebagai pelopor transportasi udara massal.

Ikuti tulisan menarik Indonesiana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler