x

Achmad y

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 7 April 2020 06:08 WIB

Selama Ini Informasi Data Corona di Indonesia Tidak Valid

Sangat disayangkan, informasi data virus corona yang diharapkan menjadi pintu kesadaran masyarakat agar benar-benar dapat mencegah corona, ternyata tidak valid.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sangat disayangkan, informasi data virus corona yang diharapkan menjadi pintu kesadaran masyarakat agar benar-benar dapat mencegah corona, ternyata tidak sesuai data sebenarnya.

Validkah data informasi tentang virus corona dari juru bicara Indonesia yang siang ini, Senin (6/4/2020) menyebut jumlah kasus positif menjadi 2.291.0000 dan kasus meninggal 209, dan kasus sembuh 192 orang? Ternyata, data itu tidak valid. 

Salah satu pemimpin daerah saja sudah ada yang menyebut daerahnya sudah memakamkan lebih dari 400 jenazah. Sementara juru  bicara pemerintah siang ini hanya menyebut yang meninggal 209 nyawa melayang. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Artinya, selama ini pemerintah Indonesia, telah menginformasikan data tidak benar. Dapat dibayangkan, satu daerah saja sudah ada yang menyebut korban meninggal lebih dari 400 orang. Bagaimana dengan jumlah korban yang valid dari 33 provinsi Indonesia yang lain? 

Semakin di dalami, pencegahan,  penanganan dan antisipasi dampak covid 19 (PPADC19) di Indonesia boleh dibilang amburadul. Bahkan dalam tayangan langsung di TV One, Senin sore (6/4/2020), Karny Ilyas menyebut PPADC19 di Indonesia koordinasinya sangat lemah. 

Pemerintah pusat benar-benar hanya dapat memerintah, melarang pemerintah daerah bertindak sendiri, namun korban terus berjatuhan dan bertambah, sampai melaporkan data setiap hari pun tak valid. Sudah satu bulan lewat, ternyata selama ini, setiap hari, masyarakat Indonesia belum mendapatkan informasi data kasus corona secara benar sesuai fakta dan data. 

Pantas saja, berbagai pihak pun, termasuk dari manca negara mencurigai laporan kasus corona di Indonesia yang ditutup-tutupi. Meski demikian, andai saja ada lembaga survei seperti saat masa Pilkada dan Pilpres yang cukup aktif dan menjadi yang terdepan dalam menjaring informasi sekaligus menjadi corong politik dari pihak yang membiayainya, tentu, akan ada pembanding dari data yang diumumkan pemerintah. Sayang, lembaga survei itu tidak ada, sehingga jubir pemerintah dapat mengumumkan data tak valid tanpa ada pembanding. 

Namun, demikian data kasus positif virus corona di Indonesia tak henti terus disorot, terlebih bila mengacu dari beberapa daerah yang menyatakan tak sinkron dengan laporan juru bicara pemerintah. Tak pelak, tidak validnya data yang diumumkan, membuat para kepala daerah di Indonesia menuntut transparansi. 

Andai tak didesak oleh para kepala daerah, belum tentu, data yang belum pernah valid ini, akan dibuka oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Akhinya, BNPB pun blak-blakan mengenai transparansi data kasus Corona hingga data yang tidak sinkron antara pusat dan daerah. 

Sebelumnya, dalam tayangan YouTube di channel Energy Academy Indonesia, seperti dilihat pada Senin (6/4/2020), Kapusdatinkom BNPB, Agus Wibowo mendapat pertanyaan tentang banyaknya masyarakat yang ragu akan kredibilitas data pemerintah. 

Ternyata, selama ini persoalannya ada pada aplikasi. "Jadi seperti yang slide 2 baris terakhir, kan kita sedang membangun Lawan COVID-19 aplikasinya, dan aplikasi ini memang kita, kita dapat feeding dari Kemkes memang terbatas datanya. 

Jadi kita memang belum bisa menghasilkan data yang sangat lengkap atau yang terbuka. Itu memang salah satu kendala saat ini, tapi kita sudah berusaha melakukannya, salah satunya Lawan COVID itu dan besok akan ada tanda tangan MoU untuk membuka datanya," kata Agus Wibowo. 

Karena keterbatasan itu, banyak tenaga kerja yang dikerahkan, baik dari sisi BNPB, BPBD, maupun dari militer dan polisi untuk meng-entry data di seluruh, nanti langsung connect ke aplikasi langsung ke seluruh Indonesia. Agus Wibowo pun membenarkan selama ini masih ada data yang ditutupi dengan alasan masih terdapat banyak kendala di lapangan. 

Saat mendapat pertanyaan soal adanya kecurigaan di masyarakat tentang data daerah dan data pusat yang tidak sinkron, Agus mengakui hal itu dan menekankan bahwa data yang disampaikan BNPB adalah milik Kementerian Kesehatan. Sementara BNPB memiliki data sendiri. 

Selanjutnya, Agus juga menjelaskan bahwa dia belum tahu mengapa data bisa tidak sinkron, Namun,  menurut Agus, mereka  mereka memiliki data dua-duanya. Jadi, BNPB mengumpulkan data, baik dari sisi laporan daerah maupun dari sisi Kemenkes. Tapi yang dipublikasi, karena jubirnya Pak Yuri, itu yang dipublikasikan. 

Atas blak-blakan ini, kini masyarakat pun menjadi tahu, bahwa ketidak-validan laporan dari pemerintah pusat mengenai data corona benar terbukti. Hal ini juga sekaligus dapat menjawab keraguan dari pihak asing yang sejatinya berpikir secara logis, bahwa virus corona sudah hadir di Indonesia sebelum kasus 1 dan 2 diumumkan oleh Presiden Jokowi. 

Apakah menutupi kasus corona dan melaporkan data yang tidak valid menjadi bagian dari intrik, taktik, dan politik pemerintah? Atau memang faktanya ada kelemahan mendasar dari pemerintahan Indonesia dalam PPAD19? 

Masyarakat dan pihak lain hanya dapat menebak. Kisah aslinya hanya pemerintah sendiri yang tahu. 

Yang pasti, bila laporan data dari Yuri valid sejak awal, bisa jadi masyarakat Indonesia menjadi sadar dan akan takut masih ke luar rumah. Lalu, pemerintah "membantu" masyarakat dengan sigap. Sehingga tidak akan ada lagi masyarakat yang masih "berkeliaran" di luar rumah dengan berbagai alasan. 

Percuma, slogan "bersatu melawan corona" didengungkan. Percuma #DiRumahAja di populerkan, bila PPADC19 dari pemerintah pusat masih terus "seperti ini" kondisinya. 

Ingat, menyampaikan berita tak valid, bukan kah hoaks, namanya! Bukankah penyebar hoaks harus ditangkap? 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler