x

Patroli Polisi Airud memastikan keamanan para wisatawan yang berada di yacht di Taman Nasional Pulau Komodo. Dok. Kemenparekraf

Iklan

Zachary Ryan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 14 Desember 2019

Kamis, 9 April 2020 08:49 WIB

Perkembangan Nautical Tourism di Indonesia

menjelaskan perkembangan Nautical tourism di Indonesia

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Nautical Tourism adalah pariwisata yang menggabungkan pelayaran dan berperahu dengan liburan dan kegiatan berlibur. Nautical Tourism dapat mencakup kegiatan seperti pelayaran rekreasi, Marina, kapal pesiar, olahraga air, wisata berbasis air seperti Wisata Margasatwa laut (Taman Laut), sejarah maritim dan pendidikan dan komponen berbasis lahan yang terkait seperti hotel/resort, kafe/restoran. Kegiatan yang paling sering dilakukan adalah berlayar dari pelabuhan ke pelabuhan di sebuah kapal pesiar, atau bergabung dengan acara-acara yang berpusat kepada perahu seperti regattas, atau mengunjungi pulau-pulau dengan menggunakan perahu kecil (Islands Hopping), bisa juga dengan menggelar berbagai macam acara seperti pernikahan, atau hanya sekedar dinner or lunch di atas kapal pesiar, atau yacht. Bentuk pariwisata berkelanjutan ini dapat menciptakan banyak kesempatan baru serta membawa tentang memfokuskan kembali operasi pariwisata dewasa yang ada .Hal ini juga merupakan cara untuk menghidupkan kembali daerah pesisir yang daya tarik telah menjadi usang atau stagnan.

Sebenarnya, Indonesia sendiri merupakan negara yang memiliki potensi yang sangat tinggi untuk menerapkan Nautical Tourism karena, sebagian besar wilayah indonesia dikelilingi oleh air dan juga memiliki pulang-pulau yang banyak. Sayangnya masih banyak potensi di Indonesia yang masih belum tergali lebih dalam lagi. Menyangkut hal ini, pemerintah Indonesia ingin meningkatkan peran Nautical tourism dalam perekonomian. Saat ini, Nautical tourism hanya menyumbang 10% ke seluruh industri pariwisata Indonesia. Namun, pada 2019 pemerintah ingin melihat adanya peningkatan dua kali lipat menjadi 20%, atau senilai sekitar USD $4.000.000.000. Perluasan harus dicapai dengan memperluas jumlah tujuan wisata di seluruh Nusantara.

Pada tahun 2014, menurut mantan Menteri Pariwisata Indonesia, Arief Yahya, Indonesia sejauh ini telah mengabaikan seluruh sektor maritim dan Perikanan (termasuk segmen Nautical tourism) meskipun merupakan negara yang memiliki wilayah pesisir terbesar kedua di dunia. Namun, untuk mencapai target pemerintah untuk mengumpulkan USD $4.000.000.000 dalam devisa pendapatan dari Nautical tourism pada 2019, itu akan memerlukan upaya besar dan terobosan. Oleh karena itu, Kementerian Pariwisata dan Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding, disingkat menjadi MoU) dengan tujuan untuk menyadap potensi Nautical tourism Indonesia. MoU ini melibatkan strategi konkret untuk mengembangkan tujuan wisata baru, misalnya melalui pemasaran dan promosi serta pertukaran informasi, peningkatan koordinasi dalam hal Monitoring dan peningkatan pemanfaatan infrastruktur. Tidak hanya itu, sebuah perjanjian kerjasama juga ditandatangani untuk mengembangkan sumber daya manusia di-atau sekitar tujuan Nautical tourism.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Salah satu alasan yang menjelaskan mengapa Nautical tourism Indonesia belum dikembangkan dengan baik adalah karena negara selalu memprioritaskan masalah keamanan atas jasa pariwisata. Misalnya, untuk memasuki zona Laut Indonesia, sebuah kapal pesiar diperlukan untuk menunggu selama 21 hari sebelum mendapatkan lampu hijau untuk memasuki zona, sementara di negara tetangga Singapura, Thailand dan Malaysia hanya akan mengambil satu jam saja untuk mendapatkan persetujuan untuk memasuki zona laut mereka. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menanggulangi masalah ini adalah dengan pembatalan aplikasi jelajah untuk wilayah Indonesia oleh karena itu, Yacht Asing sekarang tidak lagi diperlukan untuk memiliki CAIT (Cruising Application for Indonesian Territory) sebelum memasuki Indonesia.

Pemerintah membatalkan persyaratan ini pada awal 2016. Yachts sekarang dapat masuk zona Laut Indonesia bebas tanpa prosedur khusus untuk mengikuti selain pendaftaran di pabean ketika tiba di pelabuhan pertama. Di sini Kapten diperlukan untuk melaporkan kepada pihak berwenang semua Yacht dokumentasi dan paspor para kru kapal saat pertama tiba, dan juga ketika hendak meninggalkan Indonesia. Alhasil, pembatalan CAIT membuahkan 100% kenaikan kunjungan wisatawan Nautical di Indonesia. Sementara pada tahun 2015 terdapat total 750 Yacht masuk ke Indonesia, angka tersebut naik menjadi 1.500 Yacht pada 2016.

Ikuti tulisan menarik Zachary Ryan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler