Meski aku Pecah-Berubah, Kau Tetap di Dekatku, Bersamaku.
Kau lihat gelas itu? Kau selalu memakainya.
Kau selalu menyukainya.
Begitu indah, menarik.
Gelas itu, adalah pilihanmu.
Teringat, saat itu, kau mendekatinya, kau mengamati, menyentuh, ingin memilikinya, lalu kau membelinya.
Bukankah kau sudah miliki banyak gelas?
Astaga! Prang, gelas itu jatuh?
Siapa yang menyenggol, lalu jatuh, pecah! Berkeping, remuk, berserak!
Gelas itu tak utuh lagi. Tak mungkin berfungsi. Tak ada guna, tak ada harga. Tapi kau masih punya gelas lainnya. Lupakan gelas pecah ini. Kau tak bisa memakainya kembali? Adakah kau masih suka? Apakah masih indah dan menarik? Gelas itu adalah pilihanmu, saat kau membelinya.
Astaga! Kau apakan gelas itu? Kau pungut satu-satu pecahnya?
Kau rangkai lagi?
Kau satukan lagi?
Kau buat jadi indah, menarik lagi?
Benar, gelas itu berfungsi?
Astaga! Gelas itu, bertambah lebih bagus dari aslinya. Kau kembali memakainya, selalu. Kau tambah menyukainya Siapa sebenarnya gelas itu?
Ujar Gelas Pecah,
“Dalam indah dan pecahku, dalam terang dan gelapku, kau tak pernah meninggalkanku. Kau selalu menggunakanku, menjagaku, merawatku, menyukaiku, membimbingku, lebih dari yang katanya mencintaiku.”
Kau tak peduli aku terbuat dari bahan apa, asal daerah mana, tapi kau tahu. Aku asli Nusantara.
“Kau tulus-ikhlas, tak terbatas waktu.”
“Aku pecah, berubah. Kau tetap di dekatku, bersamaku.”
(Supartono JW.01042017)
Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.