#Leadership Growth: Government and Us
Mohamad Cholid, Practicing Certified Executive and Leadership Coach
Hubungan percintaan politis kita dengan pemerintahan dan birokrasi sudah menjadi perselingkuhan tidak senonoh. Utamanya ketika kita semua di seluruh dunia tengah menjalani proses transisi mental, spiritual, manajerial, dan leadership, akibat Covid-19. Kita semua saat ini sedang menjalani ujian agar lebih siap memasuki portal kehidupan baru pasca wabah.
Hari-hari ini kita umumnya mempertanyakan kembali peran pemerintahan. Kita di sini adalah warga negara, sebagian pembayar pajak dan sebagiannya tidak, di pelbagai negara yang sekarang dipersatukan oleh kecemasan, kewaspadaan, ketidaksabaran yang kurang lebih sama akibat pandemi Covid-19.
Birokrasi pemerintahan dimana-mana sekarang ditantang membuktikan efektivitas kerja mereka. Tidak dapat mengelak sodokan wabah, mereka umumnya mendadak jadi kurang kapabel, gagal mengambil keputusan tepat. Tiba saatnya, kata Peter Drucker, “Government has to regain a modicum of performance capacity.” (Post-Capitalist Society).
Kewajiban pemerintahan adalah membuat keputusan fundamental secara efektif, terutama saat wabah sekarang ini. Hanya segelintir pemerintahan saja yang memperlihatkan kapabiltasnya, utamanya Vietnam. WHO mengakuinya. Sejak awal WHO dilibatkan dalam upaya-upaya pengendalian wabah covid-19. The World Economic Forum (WEF) juga memuji keberhasilan Vietnam tersebut.
Pemerintahan Vietnam telah menafsirkan dictum “the purpose of government is to govern” secara terukur. Efektif. Apakah itu karena para pengelola negara dan rakyat sudah terlatih menghadapi situasi gawat secara kompak, sebagaimana mereka dulu dengan ligat menghadapi gempuran tentara AS dalam perang Vietnam? WaAllah ’Alam.
Sementara itu pemerintahan di negara-negara lain pada kehilangan fokus membangun the political energies of society. Sekarang ini, bagaimana memperbaiki kondisi itu dengan hasil excellent kalau para pejabat publik tetap menggunakan cara-cara lama, menuhankan birokrasi (penyebab bottleneck) demi melayani syahwat mereka?
Kegagalan mereka menghadapi kegawatan akibat wabah barangkali karena kelewat eksesif dalam tugasnya mengelola, mengatur, dan mengontrol penyelenggaraan negara. Mereka telah kehilangan kepercayaan publik.
Selanjutnya: Setelah pemerintah terlanjur kehilangan kepercayaan publik
Ikuti tulisan menarik Mohamad Cholid lainnya di sini.